tirto.id - Mobil Barakuda dan Water Canon disiagakan di depan Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Hal tersebut dilakukan aparat untuk menertibkan massa buruh yang bergeser dari depan Istana Negara ke Balai Kota dan berencana untuk menginap.
Dari pantauan Tirto, massa buruh yang menolak besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2018 itu sudah mulai berdatangan ke Medan Merdeka Selatan diiringi mobil komando. Arus lalu-lintas yang sebelumnya mulai lancar kini kembali tersendat, baik ke arah Tugu Tani maupun sebaliknya.
"Jangan ada yang pulang dulu, kita tetap bertahan di sini. Kita akan bermalam di sini, sampai tuntutan terpenuhi," ujar Ketua Koalisi Buruh Jakarta Winarso di depan Balai Kota pada Jumat (10/11/2017).
Untuk diketahui, ribuan buruh tersebut telah menggelar aksi penuntutan kenaikan UMP sejak pukul 10.30 WIB. Besaran UMP tahun 2018 yang ditolak para buruh diumumkan oleh Gubernur Jakarta Anies Baswedan pada 1 November lalu. Menurut para buruh angka tersebut hanya naik sedikit di atas ketentuan PP 78 tahun 2015. Hal itu masih di bawah permintaan buruh yang berkisar sebesar Rp 3,9 juta.
Kendati demikian Anies mengatakan bahwa UMP ditetapkan berdasarkan survei kebutuhan hidup layak (KHL), kenaikan inflasi, serta pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Perhitungan tersebut juga disesuaikan dengan rumus yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Muhammad Rulsi, Deputi Presiden KSPI mengatakan penetapan itu keliru sebab tidak memasukkan komponen biaya hidup seperti transportasi dan sewa tempat tinggal. Ia juga mengungkapkan bahwa penetapan UMP tak seharusnya hanya didasarkan pada PP 78 tahun 2017.
"UMP DKI kalau menggunakan mekanisme UU 13 penetapannya melalui KHL dan juga inflasi dan pertumbuhan ekonomi, maka KHL yang sudah diputuskan oleh Pemda Jakarta pada Senin kemarin seharusnya adalah 3.917.000," ujarnya
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto