tirto.id - PT Pertamina (Persero) Tbk secara resmi mengelola sepenuhnya delapan wilayah kerja (WK) blok migas yang telah habis masa kontraknya (terminasi). Keputusan ini mengakhiri ketidakpastian nasib operator delapan blok itu pasca kontraknya berakhir, yang proses negosiasinya sudah berlangsung sejak akhir 2016 lalu.
"Pak kepala SKK migas sudah menandatangani hak kelola Pertamina. Dan bapak menteri (ESDM) sudah menyetujuinya," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Migas, Djoko Siswanto di Kementerian ESDM pada Jumat malam (20/4/2018).
Delapan WK blok migas tersebut, meliputi Blok Tuban (kontrak 20 tahun), Blok Ogan Komering (kontrak 20 tahun),
Blok North Sumatra Offshore (kontrak 20 tahun), Blok Southeast Sumatera (kontrak 20 tahun), Blok Sanga-Sanga
(kontrak 20 tahun), Blok East Kalimantan dan Attaka (kontrak 20 tahun). Namun, dari delapan tersebut ada dua blok migas yang digabung kontraknya. Sehingga hanya ada 7 kontrak.
"Untuk yang East Kalimantan dan Attaka jadinya satu PSC (Production Sharing Contract/Kontrak Bagi Hasil) ya, digabung," jelasnya.
Djoko menyampaikan dalam pengalihan ini Pertamina harus tetap menggunakan tenaga kerja yang sudah bekerja di WK tersebut. Kemudian juga terkait biaya-biaya yang belum dipenuhi bisa diselesaikan dalam waktu sesingkat-singkatnya.
"Kewajiban-kewajiban kontraktor yang lama tetap harus dilaksanakan sampai berakhirnya kontrak. Selanjutnya Pertamina mengambil alih hak dan kewajibannya," terangnya.
Diharapkan dengan pengalihan hak kelola delapan WK ini, produksinya dapat meningkat. Paling tidak Pertamina dapat mempertahankan produksinya.
Data per akhir Desember 2017, total produksi 8 WK untuk minyak sebanyak 68.599 barrel, sedangkan produksi gasnya 306 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).
"Agar produksi bisa tetap terjaga bahkan syukur-syukur bisa meningkat, para penyedia barang dan jasa, vendor-vendor itu kami berharap tetap digunakan," ungkapnya.
Djoko menyebutkan bahwa dalam pengelolaan delapan WK blok migas pemerintah mewajibkan Pertamina membayar bonus tanda tangan (signature bonus) kepada pemerintah. Komitmen signature bonus selama tiga tahun pertama sebesar USD 556,45 juta.
"Ada pun signature bonus yang sudah dibayarkan oleh Pertamina kepada negara total sebesar USD 33,5 juta," sebutnya.
Sementara ini, 10 persen dari nilai total USD 556,45 juta itu dalam bentuk performance bonds, yang dipegang pemerintah. "Itu juga sudah diserahkan. Itu sebagai jaminan bahwa nanti apabila itu tidak dilaksanakan, nanti itu bisa dicairkan dan masuk ke kas negara," ujarnya.
Kemudian, apabila realisasi komitmen hanya bisa dilakukan 50 persen dari USD 556 juta, maka nanti sisanya itu bisa ditagih oleh negara dan masuk ke kas negara.
"Akan tetapi kalau seluruhnya sudah dilaksanakan dengan biaya yang lebih efisien, itu tidak lagi ditarik ke negara," ucap Djoko.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Agung DH