tirto.id - PT Pertamina (Persero) telah menyatakan keadaan darurat operasi dalam penanganan kebocoran minyak dan gas di sekitar anjungan lepas pantai YYA-1 Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ).
Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H Samsu menjelaskan Pertamina telah membentuk Incident Management Team (Crisis Team) di Jakarta dan di Karawang.
Tim ini bertugas melakukan penanggulangan tumpahan minyak, penanganan gas dengan spray, pengeboran untuk mematikan sumur, serta penanganan di anjungan.
Pada penanganan peristiwa ini, Pertamina juga telah memobilisasi 29 kapal, 3.500 meter oil boom offshore, 3.000 meter oil boom shoreline, dan 700 meter fishnet di pesisir pantai terdampak.
Menurut Dharmawan, untuk menghentikan sumber gas dan oil spill dengan cara mematikan sumur YYA-1, diperkirakan memerlukan waktu sekitar 8 minggu sejak hari ini atau 10 minggu sejak dinyatakan kondisi darurat.
"Demi memaksimalkan penanganan sumur YYA-1, saat ini Pertamina telah melibatkan Boot & Coots, perusahaan dari AS yang memiliki proven experience dalam kasus serupa dengan skala yang lebih besar, seperti di Gulf of Mexico," ujar Dharmawan dalam konferensi pers di kantor pusat Pertamina, Kemarin (26/9/2019).
Meski mendatangkan Boots & Coots, lanjut Dharmawan, bukan berarti tumpah minyak di Teluk Meksiko yang pernah digambarkan dalam film berjudul Deepwater Horizon.
"Perusahaan ini pernah menangani semburan liar yang ada di Teluk Meksiko tapi bukan berarti kapasitas semburan minyaknya sama," imbuhnya.
Untuk mengendalikan kondisi di lapangan, lanjut Dharmawan, langkah awal yang menjadi prioritas utama telah dilakukan yakni mengevakuasi karyawan yang berada di anjungan dan menara pengeboran (rig).
"Selanjutnya Pertamina melakukan isolasi dan pengamanan serta memastikan masyarakat agar tidak beraktivitas di sekitar lokasi kejadian," jelas Dharmawan.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri