tirto.id - Dua tahun sebelum Burj Khalifa resmi dibuka, Pangeran Alwaleed Bin Talal, Chairman of Kingdom Holding Company (KHC) dari Arab Saudi mengumumkan proyek Kingdom Tower di Kota Jeddah yang dirancang setinggi 1.000 meter. Proyek ini ingin menandingi Burj Khalifa di Dubai yang beroperasi sebagai gedung tertinggi di dunia sejak Januari 2010.
Kingdom Tower belum rampung, Perdana Menteri dan Wakil Presiden Uni Emirat Arab (UAE) Sheikh Mohammed Bin Rashid Al-Maktoum awal pekan ini melakukan peletakan batu pertama pembangunan proyek bangunan tinggi senilai 1 miliar dolar AS, Dubai Creek Harbour yang targetnya selesai pada 2020 untuk menyambut World Expo. Proyek berkonsep tower atau menara ini dibangun oleh Emaar Properties dipastikan akan lebih tinggi dari Burj Khalifa. Juga mengalahkan menara tertinggi di dunia yang saat ini masih dipegang oleh Sky Tree di Tokyo setinggi 634 meter, yang berfungsi sebagai menara penyiaran, restoran, dan observasi kota.
“Tower baru disiapkan menghadapi tantangan dalam sejarah arsitektur umat manusia–dalam sebuah perlombaan Uni Emirat Arab patut yang memimpin,” kata Sheikh Mohammed dikutip dari thenational.ae.
Selain punya fungsi seperti pada tower pada umumnya, Dubai Creek Harbour akan dilengkapi dengan hotel, balkon yang bisa berputar, dan tempat observasi, lengkap dengan sitem pecahayaan. Menara ini didesain oleh arsitek Spanyol-Swiss, Santiago Calatrava, yang pernah mengarsiteki World Trade Centre Transport Hub di New York, Jembatan Calgary Peace yang indah di Kanada, Turning Torso Tower di Denmark.
Hadirnya Dubai Creek Harbour akan menggenapi Kota Dubai sebagai pemilik bangunan gedung dan tower tertinggi di dunia. Guinness World Records mendefinisikan tower sebagai bangunan yang kurang dari 50 persen ketinggiannya bisa dipakai untuk ruang berlantai. Namun, apapun bentuknya, ini menandakan perlombaan bangunan tinggi pencakar langit di dunia belum akan berakhir. Persis seperti yang disampaikan oleh sang wakil presiden Uni Emirat Arab.
Perlombaan Tiada Akhir
Ambisi manusia membangun gedung tinggi tak ada habisnya. Manusia akhirnya membagi gedung bertingkat dengan jenjang ketinggiannya, mulai dari pencakar langit (skyscrapers) di atas ketinggian 150 meter, supertall di atas 300 meter, megatall di atas 600 meter. Perlombaan gedung tinggi setidaknya sudah terekam sejak abad ke-19. The Council on Tall Buildings and Urban Habitat (CTBUH) punya catatannya.
Home Insurance Building di Chicago, AS tercatat sebagai gedung tertinggi di dunia era modern yang tingginya mencapai 55 meter sejak berdiri pada 1885. Memasuki abad ke-20 rekor gedung tertinggi pecah saat Singer Building di New York berdiri pada 1908, saat itu pertumbuhan gedung tinggi sudah bertambah 132 meter. Rekor gedung jangkung pecah lagi saat Chrysler Building berdiri pada 1930 di New York.
Namun, saat Empire State Building selesai dibangun pada 1931 dengan tinggi 381 meter, gedung ini tak hanya yang tertinggi di New York tapi juga tertinggi di dunia setidaknya hingga 1972. Butuh 41 tahun untuk menumbangkan rekor gedung jangkung ini oleh Menara Kembar WTC, yang akhirnya runtuh pada peristiwa 11 September 2001.
Setelah era 1970-an, perlombaan gedung tinggi terus berlanjut, tumbang dan pecah rekor silih berganti. Menggeser posisi WTC ada Sears Tower, Chicago yang rekornya ditumbangkan oleh Petronas Tower, di Malaysia pada 1996, lalu pada 2003 gedung Taipei 101, Taiwan memecahkan rekor baru. Rekor pecah lagi pada 2010, saat Burj Khalifa resmi dibuka dan berdiri kokoh dengan tinggi 828 meter di Kota Dubai. Artinya kurang dari 80 tahun, manusia sudah mampu membangun pertumbuhan ketinggian gedung super jangkung hingga 120 persen.
CTBUH juga mencatat rata-rata pertumbuhan tinggi dari 100 gedung pencakar langit terus berkembang pesat. Pada 2010, rata-rata pertumbuhan tinggi pencakar langit di dunia melompat drastis hingga bertambah 349 meter, ini meningkat 22 persen dibandingkan tahun 2000 yang hanya rata-rata bertambah 286 meter. Pertumbuhan ini meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan dari periode 1970 hingga 1980 yang bertambah dari rata-rata hanya 197 meter menjadi 229 meter.
Sebelum 1980-an, bangunan tinggi di dunia didominasi di benua Amerika. Hingga 1930, sebanyak 99 persen dari 100 gedung tertinggi dunia ada di Amerika Utara, termasuk 51 persennya ada di New York. Baru setelah itu, Asia muncul sebagai pusat gedung-gedung pencakar langit dunia, khususnya Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab yang berhasil membangun Burj Khalifa. Capaian ini memang tak mudah, karena banyak mega proyek gedung pencakar langit berakhir tanpa kejelasan atau dihentikan dengan berbagai alasan. Persoalan desain yang belum tuntas, masalah keuangan, tekanan politik hingga pergeseran budaya punya andil.
Hingga November 2014 setidaknya ada 20 gedung pencakar langit yang dirancang hingga setinggi 1.000 meter akhirnya gagal dibangun, misalnya Nakheel Tower di Dubai yang dimulai 2008 tapi dihentikan pada 2009, begitu juga yang terjadi dengan India Tower dimulai pada 2010, lalu dihentikan pada 2011. Ini juga terjadi dengan mimpi Jepang membangun X-Seed 4000 yang dirancang setinggi 4.000 meter di Kota Tokyo yang disebut skypenetrators, sampai saat ini tak pernah kesampaian. Namun, ini menandakan di masa depan manusia bisa saja mewujudkan mimpinya dengan perkembangan teknologi yang ada.
Setidaknya, hingga 2020 nanti akan ada dua calon pengganti Burj Khalifa, apakah Kingdom Tower di Jeddah, Arab Saudi atau juara bertahan Dubai, Uni Emirat Arab dengan Dubai Creek Harbour. Namun, Uni Emirat Arab nampaknya tak akan rela begitu saja melepaskan statusnya sebagai negara yang mewakili peradaban manusia dalam imajinasi mencakar langit. Ini ditegaskan oleh Sheikh Mohammed Bin Rashid Al-Maktoum saat memulai proyek mercusuar negaranya.
“Kami berupaya keras untuk hal baru yang lebih baik. Sebuah jantung baru untuk kota kami dan landmark dunia,” katanya.
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti