tirto.id - Libur Lebaran sebentar lagi. Liburan panjang ini umumnya digunakan oleh sebagian orang untuk bepergian atau berekreasi baik ke luar kota hingga ke luar negeri. Kemudahan dalam mengakses transportasi serta menjamurnya tawaran paket liburan murah mendorong kaum pekerja dan keluarga tak ingin melewatkan liburan panjang dengan hanya berdiam diri di rumah.
Akan tetapi, niat liburan untuk merehatkan diri dari rutinitas sehari-hari dapat menjadi bencana jika kurang berhati-hati, terutama bagi kaum hawa. Beberapa waktu lalu, seorang turis perempuan asal Indonesia menjadi korban perkosaan yang dilakukan oleh seorang laki-laki asal Nigeria.
Pemerkosaan itu berawal ketika turis asal Indonesia berusia 22 tahun itu berlibur dengan menumpang bus dari Vietnam ke Kamboja. Laki-laki Nigeria yang sudah menetap di Siem Reap sejak 2015 itu menjemput korban di terminal bus pada 31 Mei. Ia berjanji akan mengantar korban ke losmen dan mengenalkan beberapa tempat wisata di wilayah tersebut.
Namun, bukannya diantar ke tempat yang telah dijanjikan, si laki-laki malah membawa korban ke kamar sewanya di Desa Banteay Chas, Siem Reap, sebuah lokasi wisata terkenal di Kamboja. Pelaku yang diketahui bernama Nyong John Esin itu memerkosa korban di bawah ancaman pisau. Setelah melakukan aksinya, pelaku meninggalkan korban di dalam kamar tersebut.
Beberapa bulan lalu, seorang backpacker asal Inggris diperkosa dan disiksa berulang kali selama dua bulan di Australia. Bencana itu berawal saat turis Inggris ini bertemu seorang laki-laki atau pelaku dan mereka sepakat untuk jalan bareng. Nahas, korban malah diperkosa, dan itu dilakukan di lokasi yang berbeda-beda selama 2 Januari hingga 5 Maret 2017.
“Korban diperlakukan seperti makhluk tak bernyawa,” kata polisi setempat.
Australia memang menjadi salah satu tujuan favorit bagi para backpacker. Sekitar 600 ribu backpacker mengunjungi Australia setiap tahun. Kejadian keji pada perempuan Inggris ini mengingatkan kembali pada kasus pembunuhan tujuh backpacker oleh Ivan Milat pada 1990-an yang mencoreng reputasi Australia sebagai salah satu lokasi wisata para pelancong dunia.
India, salah satu lokasi wisata dunia, juga tercoreng akibat kasus pemerkosaan terhadap turis asal Denmark pada 2014. Para pelaku dijatuhi hukuman penjara seumur hidup sebagai konsekuensi atas perbuatan mereka. Namun hukuman yang berat tak membuat pelaku kejahatan berkurang. Seorang turis asal Israel diketahui diperkosa oleh sekelompok pria di Manali, Himalaya.
Kejahatan seksual di India memang tinggi. Berdasarkan statistik kejahatan nasional India, sekitar 92 perempuan diperkosa setiap hari di India. Kebanyakan terjadi di perdesaan dan korban dari perempuan India mencapai 79 persen. Artinya, sekitar 21 persen sisanya bisa berasal dari luar India. Wisatawan mancanegara sangat mungkin mengalami pelecehan yang sama atau lebih buruk di wilayah tersebut.
“Meskipun sebagian besar korban adalah penduduk lokal, serangan seksual baru-baru ini terhadap pelancong perempuan di daerah wisata di seluruh India menggarisbawahi fakta bahwa perempuan asing berisiko dan harus selalu waspada,” menurut panduan wisata India, seperti dikutipThe New York Times.
Guna menghindari tindak kejahatan, pemerintah India mengeluarkan peringatan terhadap turis perempuan untuk tidak bepergian seorang diri di malam hari dan tidak menggunakan rok.
“Demi keselamatan mereka sendiri, turis mancanegara tidak boleh menggunakan setelan pendek dan rok,” kata Menteri kebudayaan India Mahesh Sharma, yang sangat mungkin memakai cara pandang keliru sebab kasus-kasus pelecehan dan pemerkosaan yang marak menunjukkan sebuah gunung es dari relasi timpang antara laki-laki dan perempuan.
Sebagaimana dikatakan Jessica Ault, seorang manajer pada lembaga nirlaba di Washington, Amerika Serikat, mengubah cara berpakaian bukanlah salah satu jalan keluar. Pernyataan menteri India itu seakan-akan korbanlah yang bersalah dan menjadi sumber atau penyebab pemerkosaan atas dasar pakaian yang dikenakan.
“Perempuan dapat mengenakan burka, memakai sari atau rok, dan tetap masih terjadi pemerkosaan,” ujarnya.
Pemerkosaan memang dan seharusnya bukan berdasarkan jenis pakaian apa yang dikenakan perempuan. Berdasarkan survei yang diterbitkan Journal Psychology of Violence, pemerkosaan dapat terjadi saat perempuan mengatakan “tidak” ketika laki-laki mengajak berhubungan intim. Sebanyak 37 persen responden menyebutkan bahwa penolakan perempuan itu menjadi salah satu pemicu pemerkosaan.
Penyebab lain karena ada godaan dari korban. Sekitar 29 persen responden menyalahkan korban karena menggoda kaum laki-laki. Bisa jadi dari sikap korban, cara berpakaian atau hal lain yang mengandung godaan terhadap lawan jenis.
Pemerkosaan juga terjadi karena pelaku memiliki pandangan yang sangat negatif terhadap perempuan atau ia memiliki masa lalu yang “pahit” dengan seorang perempuan. Sehingga ia meluapkan kemarahannya kepada perempuan lain. Sebanyak 24 persen mengakui hal itu sebagai salah satu penyebab adanya perkosaan.
Sebanyak 18 persen responden mengatakan bahwa perkosaan terjadi karena ada kelainan biologis dari pelaku. Ada juga karena keinginan atau hasrat yang tinggi akan pemenuhan kebutuhan seks menjadi salah satu penyebab adanya pemerkosaan, menurut survei tersebut.
Pelbagai macam motif yang melatarbelakangi tindak pemerkosaan menyulitkan penanganan atau perlawanan terhadap tindak kejahatan ini. Pemerintah tampaknya kelabakan untuk mendeteksi siapa saja yang berpotensi melakukan tindak kejahatan ini. Karena itu banyak pemerintah lebih menekankan pada tindakan yang harus dilakukan oleh perempuan saat berlibur.
Pemerintah Kanada, misalnya, menerbitkan panduan berlibur yang aman bagi perempuan. Langkah pertama adalah perempuan harus banyak mencari tau tentang kota tujuannya sebelum melakukan perjalanan. Perempuan juga harus mengetahui tingkat keamanan, kebiasaan, hingga norma budaya setempat. Setelah itu, perempuan harus mencari akomodasi yang aman. Ini adalah hal yang cukup penting bagi turis perempuan.
Jenis pakaian juga harus diperhatikan. Itulah sebabnya turis harus mengetahui kebiasaan berpakaian tempat tujuan wisatanya. Turis perempuan harus berhati-hati dan mengetahui bagaimana cara menjaga diri ketika menghadapi masalah. Ketika berada dalam masalah, segera menghubungi pihak berwajib setempat atau orang-orang terdekat. Komunikasi menjadi salah satu yang vital saat berlibur.
Marybeth Bond, CEO GustyTraveler, memberi panduan tambahan bagi turis perempuan. Menurutnya, turis perempuan harus menyusun waktu penerbangannya agar tiba di kota tujuan pada siang hari. Sarana komunikasi seperti ponsel harus tetap aktif agar dapat meminta bantuan jika dalam keadaan darurat.
Ketika bepergian hingga malam hari, perempuan harus berhati-hati saat menggunakan kendaraan umum yang berpotensi menjadi salah satu tempat terjadinya tindak kejahatan seperti pemerkosaan. Bagi Bond, tak ada yang dapat memprediksi kapan akan terjadinya tindak kejahatan seperti pemerkosaan, tetapi setidaknya dapat diminimalisir atau dapat dicegah dengan beberapa langkah di atas.
"Selain dari peringatan pemerintah, penting bagi kita mawas diri dengan mengecek informasi dari sumber-sumber lain yang tersedia mengenai lokasi wisata saat kita merencanakan liburan maupun selama kita berlibur," tulis Bond.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti