tirto.id - Kelompok anti-korupsi Global Witness melansir laporan itu di tengah peningkatan ketegangan perdana menteri tersebut dengan oposisi.
Kelompok oposisi diperkirakan menantang perdana menteri itu dalam pemilihan umum daerah pada 2017 dan pemilihan umum pada 2018.
Global Witness dalam laporan berjudul "Gerakan Ambil Alih" menulis, keluarga Hun Sen memiliki atau ikut mengawasi sejumlah perusahaan dengan harta lebih dari 200 juta dolar AS.
Nilai itu tampaknya hanya sedikit dari kekayaan mereka melalui kepemilikan dengan nama lain dan perusahaan cangkang, kata kelompok tersebut.
Juru bicara pemerintah Phay Siphan menyangkal laporan grup anti-korupsi yang telah menyelidiki sejumlah isu tersebut, salah satunya kasus pembalakan liar di Kamboja selama puluhan tahun.
"Laporan itu tak memenuhi standar," kata Phay Siphan.
"Isinya hanya membuat dugaan. Laporan itu seperti bentuk propaganda pribadi yang menentang Hun Sen, perdana menteri terpilih," tambahnya.
Global Witness menyatakan, perusahaan keluarga Hun Sen terhubung dengan banyak merek global.
Bisnis keluarga itu fokus terhadap sektor energi, termasuk rantai penjualan bahan bakar minyak, pembangkit listrik, dan proyek energi terbarukan, terang kelompok anti-korupsi tersebut.
"Jaringan luas dalam kesepakatan tertutup, korupsi, dan aksi persekongkolan" telah menopang usaha orang nomor wahid di Kamboja yang telah memimpin negara itu lebih dari tiga dasawarsa, tambah Global Witness.
"Laporan ini mestinya jadi peringatan bagi para penanam modal asing," katanya.
Salah satu anak laki-laki Hun Sen menolak tuduhan tersebut, seraya menilai laporan bermotif politis.
"Seingat saya, organisasi bernama Global Witness kerap menuduh dan menyerang pemerintah, khususnya ayah saya, terlebih mendekati masa pemilihan umum," kata Hun Manet di Facebook.
Anggota senior partai oposisi utama, Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) menyambut hasil laporan yang dianggap telah menguak kekayaan keluarga PM secara rinci.
"Kita mengetahui hal itu, tetapi tak ada yang berani membicarakannya," kata anggota parlemen, Son Chhay, "Saat ini, informasi itu telah diketahui seluruh masyarakat." Hun Sen telah mendapat tekanan dari Uni Eropa (UE) agar berhenti mengganggu politisi dari partai oposisi belum lama ini.
UE sempat mengancam akan meninjau kembali dana bantuan sebanyak setengah miliar dolar AS jika sikap tersebut masih berlanjut.
Hun Sen telah menyangkal seluruh tuduhan atas kasus pelanggaran hak asasi manusia, dan gratifikasi, serta mengabaikan desakan reformasi dari negara barat.
Sebaliknya, Kamboja kian memperkuat hubungan dengan Cina.
Negeri tirai bambu itu merupakan penanam modal asing terbesar di Kamboja, negara dengan pertumbuhan ekonomi cukup cepat pada 2015, yaitu senilai 864 juta dolar AS dari 4,44 miliar dolar AS aset yang dijamin.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra