tirto.id - Pemerintah akan menerapkan lima langkah guna mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia agar layanan dan daya saing sektor ini terus meningkat.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, lima strategi itu adalah kerangka hukum dan perundangan yang kondusif, inovasi pembiayaan dan pendanaan pembangunan infrastruktur, kepemimpinan yang kuat, koordinasi antar lembaga yang solid, serta penerapan hasil penelitian dan teknologi terbaru.
"Infrastruktur yang kita bangun saat ini berdasarkan kebutuhan untuk mengejar ketertinggalan. Selama tiga tahun kita kerja keras telah membuat ranking pelayanan infrastruktur kini kita berada di urutan 60 pada tahun ini," kata Basuki di Jakarta, Rabu (26/7/2017), seperti dikutip dari Antara.
Peringkat ke-60 itu kata, Basuki, berdasarkan data hasil riset "Infrastructure Competitiveness Index" Tahun 2017. Angka itu naik dari peringkat 62 pada 2016 dan peringkat 72 tahun 2015 dalam pelayanan infrastruktur.
Menteri Basuki menekankan bahwa faktor pertama dalam akselerasi pembangunan infrastruktur adalah soal pengadaan tanah, karena selama ini masalah pembebasan lahan menjadi kendala utama dalam pembangunan infrastruktur Indonesia.
Namun, kata dia, masalah pembebasan lahan sedikit bisa diatasi berkat adanya UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan itu juga semakin dikuatkan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mengharuskan Menteri/Kepala lembaga, Gubernur, dan Bupati/Walikota mempermudah proses perizinan dan non-perizinan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan PSN sesuai dengan kewenangannya.
"Untuk proyek PSN, selambat-lambatnya sudah dimulai pekerjaan pada 2018 atau proyek tersebut dikeluarkan dari daftar PSN," kata Basuki.
Sementara dari sisi faktor lain, yakni soal pendanaan, pemerintah melalui Kementerian PUPR membuka kesempatan seluas-luasnya bagi swasta untuk masuk ke proyek yang dilelang. Pemerintah juga membuka kesempatan melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Hal ini mengingat kemampuan pemerintah sangat terbatas dalam pembiayaan infrastruktur.
Basuki juga merincikan jumlah dana yang dibutuhkan untuk kebutuhan infrastruktur hingga tahun 2019, yakni sebesar Rp4.796 triliun. Dari jumlah itu, sebesar Rp1.978,6 triliun atau 41,3 persen berasal dari APBN dan APBD, sebesar Rp1.066,2 triliun atau 22,2 persen dari BUMN, dan sebesar Rp1.751, 5 triliun atau 36,5 persen berasal dari swasta dengan berbagai skema pendanaan.
Selain memberikan kemudahan dalam investasi, pemerintah juga memberikan dukungan dan jaminan seperti dana talangan melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), "Availability Payment", "Viability Gap Fund", serta penugasan langsung kepada BUMN, dan baru alternatif terakhir menggunakan APBN.
"Faktor ketiga dalam akselerasi pembangunan adalah soal kepemimpinan yang kuat. Indonesia beruntung memiliki Presiden Joko Widodo, beliau turun langsung ke lapangan setidaknya dua kali, yang membuat saya sebagai Menteri harus mengecek setidaknya empat kali, dan Dirjen delapan kali untuk memastikan pekerjaan cepat selesai. Semua dilakukan dalam ritme “Rock n Roll”, bukan lagi ritme Bengawan Solo," tambah Menteri Basuki.
Percepatan pembangunan menurutnya juga terjadi karena koordinasi antar lembaga yang sangat intens. Pada 2016, pemerintah telah membentuk Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Pusat (TP4P)/Daerah (TP4D). Di dalam tim tersebut termasuk Kementerian PUPR, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Tanpa keterlibatan aktif Kementerian ATR/BPN dan Kejaksaan dalam pengadaan tanah, berbagai proyek tidak mungkin bisa terwujud dengan cepat," ujar Menteri Basuki.
Sementara faktor kelima, kata dia, percepatan juga terjadi karena dukungan riset dan pengembangan dalam pembangunan infrastruktur, antara lain dalam penggunaan material "precast" dan prefabrikasi, serta penerapan teknologi terbaru dalam sektor konstruksi.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto