tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku pernah menyampaikan langsung niatnya untuk mencabut Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau D reklamasi teluk Jakarta ke Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil.
Hal itu ia lakukan sebelum Pemprov DKI Jakarta mengirimkan surat resmi kepada Kementerian ATR/Badan Pertanahan Nasional tertanggal 29 Desember 2017.
"Jadi, sebelum saya kirim surat, saya sudah ketemu muka dengan Pak Sofyan. Jadi bertemu, kemudian (kirim surat) atas anjuran Pak Kepala BPN juga. Setelah ketemu, saya baru kirim surat," ungkapnya usai menghadiri acara pelantikan Dewan Masjid di Masjid Istiqlal, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Jumat (12/1/2018).
Bahkan, sebelum surat itu dikirim oleh Pemprov DKI, dirinya sempat menelepon Sofyan Djalil untuk menyampaikan bahwa surat itu sudah siap. "Pak Sofyan, suratnya dalam perjalanannya," ucap Anies mengulangi kembali ucapnya saat menelepon Sofyan.
Hal tersebut ia sampaikan untuk menegaskan bahwa dirinya selalu menjalin komunikasi dengan baik kepada sang menteri.
"Sama, Pak Sofyan setelah baca (surat Pemprov) juga Pak Sofyan nelepon. Kita komunikasi terus kok. Jadi, bukan kayak enggak komunikasi, enggak, komunikasi terus," imbuhnya.
Namun, Anies sempat merasa kecewa lantaran surat tersebut lebih dulu direspons Sofyan dengan mengadakan konferensi Pers, bukan surat resmi.
"Jadi begini yah, kami hanya ingin menjaga adab, tertib. Kami kirim surat ke BPN. Kami enggak konpers, tapi kami mendengar BPN justru konpers," kata Anies sebelum meninggalkan Balai Kota Rabu malam.
Apalagi, ia mendengar bahwa dalam konferensi Pers tersebut, Kementerian ATR justru menolak permintaan Pemprov untuk mencabut sertifikat HGB pulau D yang kini dipegang PT Kapuk Naga Indah. "Kami hanya ingin tertib, itu saja kok," ujarnya.
Terkait hal tersebut, Sofyan Djalil enggan berkomentar lantaran hal itu bukanlah menjadi pokok masalah yang sedang dipersoalkan. Saat ditemui di Hotel Grand Sahid Jakarta, Kamis malam (11/1/2018) tanggapan terkait kekecewaan Anies itu ia tanggapi dengan santai.
"Ya kan kita klarifikasi ke publik apa alasannya, supaya publik tahu," ucapnya.
Ia juga bersikeras bahwa pencabutan izin tersebut harus dilakukan lewat jalur PTUN, bukan melalui Kementerian ATR lantaran menurutnya tak ada kesalahan administratif yang dilakukan dalam pemberian HGB tersebut.
Kendati demikian, ia menganggap perbedaan pandangannya dengan Anies tersebut merupakan hal yang wajar dalam menafsirkan pasal dalam Peraturan Menteri Agraria nomor 9 tahun 1999 yang mengatur poin-poin pembatalan HGB.
"Itu perbedaan persepsi ahli hukum saja. Masalahnya kan adalah Gubernur sebelumnya mengeluarkan, kemudian Gubernur baru meminta batalkan. Kalau menurut kami tidak ada kesalahan administrasi. Jadi kalau mau membatalkan silahkan ke PTUN," ucapnya.
"Kalau pengadilan memutuskan ada kesalahan, kami akan ikuti," tegas Sofyan yang lantas meninggalkan hotel Grand Sahid Jakarta.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto