tirto.id - Daerah Aliran Sungai (DAS) punya peran penting bagi hajat hidup orang banyak. Sebab itu, sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2012, daya dukung DAS mesti ditingkatkan seiring terjadinya penurunan daya dukung. Penurunan daya dukung DAS dicirikan dengan terjadinya banjir, tanah longsor, erosi, sedimentasi dan kekeringan, yang ujung-ujungnya mengakibatkan perekonomian dan kehidupan masyarakat terganggu.
Semua kerusakan di atas sangat mungkin terjadi oleh, antara lain, degradasi lahan dan hutan yang berlebihan. Diakui atau tidak, pemanfaatan potensi sumberdaya alam dalam hutan, entitas yang tak jarang termasuk DAS, untuk kebutuhan dan kepentingan manusia seringkali malah berdampak buruk terhadap lingkungan. Karenanya, berbagai pemanfaatan sumberdaya alam mesti dibarengi dengan pengelolaan yang mumpuni, yang membuat segalanya lebih terkendali, termasuk (dan terutama) di DAS.
PP Nomor 37 Tahun 2012 menjelaskan, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Jelas, DAS mesti dikelola agar pemanfaatan sumber daya tidak merusak alam, sehingga kelestarian alam terjaga demikian pula kesejahteraan masyarakat. Upaya ke arah sana tentu saja sangat kompleks dan karenanya memerlukan sinergi multipihak, mulai dari pemerintah dan masyarakat, juga korporasi yang melakukan aktivitas sepanjang DAS. Singkatnya, upaya mengelola DAS adalah tugas bersama yang mesti dilakukan dari hulu ke hilir dengan mempertimbangkan kondisi biofisik dan sosial ekonomi DAS itu sendiri.
Danone Indonesia, jenama yang memproduksi air minum kemasan ternama AQUA, terbilang konsisten mengelola DAS dan sumber daya air. Sejak 2010, misal, Danone Indonesia sudah menanam lebih dari 2,8 juta pohon, membangun lebih dari 62.000 lubang biopori, 56 fasilitas panen hujan, serta membangun lebih dari 1.818 sumur resapan.
Omong-omong soal sumur resapan, belakangan, Danone Indonesia bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan PT Oriplast (Plustik) membuat inovasi berupa sumur resapan “Bijak Berplastik” yang didesain dengan sistem bongkar pasang alias knock down.
Seperti namanya, sumur resapan Bijak Berplastik dibuat dari plastik non-ekonomis atau jenis plastik dengan nilai ekonomi rendah (low value): kresek hitam, plastik kemasan berlapis banyak (multilayer), popok, dan alumunium foil. Manfaatnya, jelas, di samping mengurangi limbah plastik, inovasi ini juga membawa dampak positif bagi DAS.
"Pemerintah, baik pusat maupun daerah, perlu mengetahui dan mengaplikasikan secara luas di kawasan pemukiman masyarakat maupun di daerah hulu sungai. Diharapkan, inovasi ini dapat mengurangi risiko banjir yang selama ini selalu menjadi ancaman di saat musim hujan tiba,” ujar Rektor IPB Prof. Arif Satria, dalam acara peluncuran Sumur Resapan Bijak Berplastik yang digelar daring, Kamis (10/10/2020).
Menurut Vice President General Secretary Danone Indonesia Vera Galuh Sugijanto, sumur resapan Bijak Berplastik ditargetkan mampu meresapkan air sebanyak 16 m kubik per hari hujan, sedangkan konstruksinya ditargetkan mampu menyerap 150 kilogram sampah plastik non-ekonomis.
Vera menambahkan, sumur resapan Bijak Berplastik didesain dengan konsep knock down agar pemasangannya lebih praktis sehingga memudahkan proses mobilisasi. Meski berbeda dengan sumur resapan konvensional, Vera juga menjamin bahwa konstruksi teknologi inovatif ini lebih kuat dan tahan lama.
“Proses pembuatan sumur resapan ini juga sudah dikembangkan sedemikian rupa dan telah diuji secara fisik, mikroplastik, maupun material, melalui laboratorium bersertifikasi untuk memastikan bahwa seluruh bahan yang digunakan tidak memberikan dampak kepada lingkungan ataupun air yang diresapkan,” sambung Vera.
Terakhir, Vera berharap sumur resapan Bijak Berplastik dapat menjadi salah satu pilihan solusi dan menjawab beberapa tantangan sekaligus yaitu isu pengelolaan plastik non ekonomis dan upaya menampung cadangan air tanah serta mengurangi risiko banjir.
Tahun lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut ada 788 peristiwa banjir hingga 15 September 2021. Pada saat bersamaan, Indonesia juga mengalami isu kekeringan saat musim kemarau—hal yang salah satunya diakibatkan oleh kurangnya infiltrasi air ke dalam tanah. Dalam konteks semacam itulah sumur resapan diperlukan: ia tidak hanya mengurangi debit banjir pada musim hujan tapi sekaligus mengurangi risiko kekeringan pada musim kemarau.
Bentuk FKPPL dan Jasa Lingkungan (Jasling) di DAS Citatih, Sukabumi
Sekali lagi, upaya menjaga dan melestarikan DAS adalah upaya kompleks dan memerlukan kerjasama multipihak. Untuk itu, sejak 2020 pihak Danone Indonesia pun membentuk
Forum Komunikasi Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan (FKPPL) di Sub DAS Citatih, Mekarsari, Sukabumi.
Setahun sebelum FKPPL dibentuk, laporan Radar Sukabumi menyebut bahwa krisis air di DAS Citatih menjadi sorotan banyak pihak. Kala itu, rencana pembentukan forum multi pihak di Sub DAS Citatih dikomentari oleh Aang Erlan Hudaya, anggota DPRD Sukabumi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Aang menegaskan, pembentukan lembaga non-struktural untuk mengelola Sub DAS Citatih mestilah melibatkan masyarakat, sebab hal itu tidak hanya beririsan dengan kepentingan swasta maupun pemerintah semata.
FKPPL yang diinisiasi Danone Indonesia segendang sepenarian dengan usulan itu. Anggota FKPPL terdiri atas banyak golongan, antara lain LSM, Pemda, swasta, tokoh masyarakat, peneliti, hingga akademisi. Forum yang diresmikan langsung oleh bupati Sukabumi H. Marwan Hamami ini berfungsi untuk memfasilitasi adanya komunikasi dan kerjasama antara masyarakat hulu yang mengelola lingkungan dengan masyarakat atau perusahaan pengguna air di aliran Sub DAS Cicatih.
Tak kalah menarik, tiga tahun sebelum FKPPL dibentuk, Danone Indonesia sudah mengenalkan program jasa lingkungan pula di sejumlah DAS, antara lain di DAS Rejoso, DAS Pusur, dan DAS Citatih.
Pada gelaran Hari Air Sedunia tahun lalu, peran dan manfaat berbagai program yang diberikan Danone Indonesia diakui langsung oleh masyarakat, sebagaimana tampak pada keterangan Hasan Basri alis Hadi dari Desa Girijaya dan Lilis warga Desa Babakan. “Ketika program ini diperkenalkan pada 2017, sulit menjelaskan manfaat sumur resapan kepada masyarakat. Namun, setelah berkoordinasi dengan banyak pihak dan terus melakukan edukasi, manfaatnya terasa, terutama saat musim kemarau,” ujar Hadi.
Hadi menjelaskan, sejak 2019 sudah ada 21 sumur resapan yang dibangun pihak Danone Indonesia sehingga pada musim hujan sekalipun air tetap tersedia bahkan di kedalaman 50 cm-1 meter. Selain itu, program jasa lingkungan yang diterapkan Danone juga dianggap Hadi tidak hanya berdampak baik bagi pengembangan pertanian, tapi juga mengurangi pengangguran.
Harapan kami, program konservasi air ini bisa lebih ditingkatkan lagi, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan saat ini tapi juga untuk anak dan cucu kami kedepannya," pungkas Hadi.
Sedangkan bagi Lilis, manfaat yang ia rasakan dari program-program yang dibikin Danone Indonesia di daerahnya—salah satunya adalah WASH (Water Access, Sanitation, and Hygiene)—di samping ketersediaan air bersih adalah meningkatnya kesadaran warga akan kebersihan.
"Kami mendapatkan ilmu yang sangat bermanfaat perihal perilaku hidup bersih dan sehat sehingga perilaku higienitas kami berubah. Sekarang kami tidak lagi menggunakan air sawah atau berjalan jauh untuk mengambil air," ungkap Lilis.
Jika satu jenama seperti Danone Indonesia terbukti memberikan dampak yang baik terhadap kelestarian biofisik dan sosial ekonomi sebuah DAS, bayangkan, apa jadinya jika hal demikian diikuti pula oleh jenama yang lain. Diketahui, ada 24 perusahaan yang beroperasi di—dan memanfaatkan air cekungan air tanah—Sub DAS Citatih.
Dengan adanya kerjasama semua perusahaan di atas, kita boleh optimis bahwa kebaikan yang akan dirasakan masyarakat bisa bertambah dan upaya melestarikan lingkungan tidak seberat jika dipikul sendirian. Singkatnya, berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Untuk kebaikan bersama, semua pihak harus saling dukung dan berkolaborasi.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis