tirto.id - Skizofrenia Paranoid adalah istilah yang tidak lagi digunakan untuk menyebut salah satu subtipe dari skizofrenia ini.
Menurut Cleveland Clinic, The American Psychiatric Association menyatakan istilah ini sudah tidak relevan lagi sejak 2013.
Namun, walaupun istilah skizofrenia paranoid tidak lagi digunakan, paranoia masih menjadi kata kunci yang digunakan oleh para ahli untuk mendiagnosis dan mengobati skizofrenia.
Jadi, bila kamu mengalami skizofrenia dengan gejala paranoid dan delusi yang sangat mencolok, maka kamu tidak lagi disebut mengidap skizofrenia paranoid.
Namun, kamu cukup didiagnosis sebagai orang yang mengidap skizofrenia.
Skizofrenia sendiri bila merujuk Mayo Clinic, merupakan gangguan mental serius di mana kamu akan menafsirkan realitas secara tidak normal.
Kalau kamu mengidap skizofrenia, maka kamu akan mengalami beberapa kombinasi dari halusinasi, delusi, serta pemikiran dan perilaku yang sangat mengganggu.
Akibatnya, kamu tidak bisa berfungsi secara normal, hingga kamu benar-benar tidak berdaya.
Gejala Skizofrenia Paranoid
Beberapa gejala skizofrenia pada pria biasanya dimulai pada awal hingga pertengahan usia 20-an. Sementara pada perempuan, berbagai gejala biasanya dimulai pada akhir usia 20-an.
Berikut adalah beberapa gejala skizofrenia yang perlu kamu cermati sebagaimana merujuk dari Mayo Clinic:
- Delusi. Bila kamu mengalami delusi, itu artinya kamu memiliki keyakinan yang tidak didasarkan pada kenyataan. Misalnya, kamu merasa dilecehkan, padahal tidak. Atau, kamu merasa orang lain jatuh cinta padamu, padahal tidak sama sekali.
- Halusinasi. Bila kamu mengalami halusinasi, itu artinya kamu melihat atau mendengar hal-hal yang tidak ada. Namun, kalau kamu menderita skizofrenia, maka halusinasimu bisa berdampak kuat pada semua indra. Namun yang paling umum adalah kamu sering mendengar suara-suara.
- Pemikiran yang tidak teratur terutama pada ucapan. Ketika kamu mengidap skizofrenia, pemikiranmu sering tidak teratur dan ini terungkap dari ucapanmu yang tidak beraturan. Bisa jadi, kata-kata yang tidak berarti dan tidak bisa dipahami keluar dari mulutmu.
- Perilaku motorik yang sangat tidak teratur atau abnormal. Kamu mungkin akan berperilaku konyol hingga mengeluarkan perilaku yang penuh agitasi tak terduga.
- Muncul gejala-gejala yang sifatnya negatif. Ketika kamu mengalami skizofrenia maka perlahan-lahan kamu tidak akan berfungsi secara normal. Misalnya, kamu mulai mengabaikan kebersihan pribadi, menarik diri dari ruang-ruang sosial, atau kamu tidak mengeluarkan ekspresi dan emosi dengan tidak melakukan kontak mata dan berbicara dengan nada monoton.
Penyebab Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia, menurut Cleveland Clinic, tidak memiliki penyebab yang pasti.
Para ahli menduga, beberapa faktor dapat menyebabkan penyakit mental ini, tetapi tidak satu pun dari faktor-faktor tersebut yang benar-benar menjadi alasan utama kamu bisa mengidap skizofrenia.
Tiga faktor utama yang memungkinkan terjadinya skizofrenia yaitu:
1. Ketidakseimbangan kimia di otak
Ketika bahan kimia di otakmu tidak seimbang, maka kamu kemungkinan besar akan mengidap skizofrenia. Bahan kimia ini digunakan oleh otak untuk berkomunikasi antar sel otak.
2. Masalah pada otak yang sifatnya bawaan
Kamu bisa mengidap skizofrenia mungkin saja karena kamu memiliki masalah bawaan yang memengaruhi perkembangan otak sebelum kamu dilahirkan.
3. Gangguan komunikasi antar area otak
Kerja dan fungsi otak bergantung pada jaringan koneksi yang rumit di antara berbagai areanya.
Kamu bisa menderita skizofrenia kemungkinan besar karena ada masalah pada koneksi dan komunikasi antar area otak.
Selain tiga faktor utama di atas, para ahli percaya beberapa faktor risiko turut berkontribusi untuk mengembangkan skizofrenia. Faktor risiko tersebut di antaranya adalah:
- Mutasi genetik yang kamu warisi dari salah satu atau kedua orang tuamu;
- Paparan bahan kimia atau zat tertentu;
- Kamu mengalami komplikasi selama kehamilan;
- Kamu menggunakan narkoba.
Pengobatan Untuk Penderita Skizofrenia Paranoid
Jika kamu menderita skizofrenia, maka kamu harus siap dan disiplin mengikuti pengobatan penyakit ini seumur hidup.
Melakukan pengobatan secara dini akan membantu mengontrol berbagai gejala skizofrenia yang mungkin terjadi.
Dikutip laman Cleveland Clinic, skizofrenia hampir selalu dapat diobati, namun gangguan kejiwaan ini tidak dapat disembuhkan.
Mungkin kamu pernah mendengar bahwa ada orang-orang yang sembuh dari skizofrenia.
Namun, para ahli menganggap hal itu tidak dapat dipastikan, karena tidak ada cara untuk memprediksi apakah gejala-gejala skizofrenia itu akan kembali atau tidak.
Umumnya, ada beberapa metode untuk mengobati skizofrenia, yaitu:
1. Menggunakan obat-obatan.
Ada dua jenis obat utama untuk mengobati skizofrenia, yaitu, obat antipsikotik tipikal dan obat antipsikotik atipikal.
Selain dua jenis obat ini, penderita skizofrenia juga diberi obat-obatan lain agar dapat membantu mengobati skizofrenia secara langsung atau membantu mengurangi efek samping obat antipsikotik.
Menurut laman Yankes Kemkes, obat antipsikotik adalah obat yang bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine atau dopamine-serotonin.
Fungsinya menghambat aktivitas neurotransmitter sehingga dapat mengurangi gejala psikosis seperti waham, halusinasi, dan sebagainya.
Jika kamu tidak disiplin minum obat ini setiap hari, maka neurotransmitter yang seharusnya ditekan aktivitasnya oleh obat-obat antipsikotik itu malah tidak terkendali.
Akibatnya, neurotransmitter dalam otak itu tetap berlebih jumlahnya. Akhirnya berbagai gejala skizofrenia akan muncul kembali.
2. Melakukan psikoterapi
Terapi kesehatan mental dapat membantumu memahami kondisimu yang riil, sehingga kamu dapat beradaptasi dengan lebih baik.
Psikoterapi juga dapat membantu mengelola masalah kesehatan mental yang mungkin terjadi akibat skizofrenia.
3.Terapi elektrokonvulsif (ECT)
Terapi ini sangat membantu ketika skizofrenia yang kamu derita sudah sangat parah, sehingga gejala psikosis yang kamu alami sudah amat mengganggu dan kamu menolak pengobatan.
Terapi ini hanya diberikan jika gejala-gejala skizofrenia yang muncul dapat berbahaya bagi diri sendiri atau orang lain.
Penulis: Lucia Dianawuri
Editor: Dhita Koesno