tirto.id - Kasus penyakit kelamin sifilis sedang viral di media sosial. Salah satu akun Twitter petugas lapangan HIV Yondra Setiawan mengatakan bahwa kasus sifilis sedang meningkat. Masyarakat diminta waspada karena sifilis lebih menular daripada HIV.
”Baru kemaren obat suntik sifilis banyak. Langsung habis lagi. Mana pengadaan obat pemerintah lama lagi. Tapi emang kasus sifilis ningkat drastis banget. Becareful sifilis bisa nggak bergejala dan lebih gampang nular dari HIV”, tulis Yondra melalui akun @namasayalaut di Twitter.
Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah orang yang menderita penyakit sifilis mengalami peningkatan hampir 70 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022).
“Untuk penyakit sifilis saja, dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022) terjadi peningkatan kasus sebesar hampir 70 persen,” kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam Konferensi Pers: Melindungi Anak dari Penularan Penyakit Seksual.
Ia mengatakan pada tahun 2016 ada 12 ribu kasus penyakit sifilis dan terus meningkat hampir mendekati 21 ribu kasus pada tahun 2022.
Menurutnya, salah satu penyebab peningkatan kasus adanya perilaku seks berisiko yang dilakukan orang tua, misalnya melalui seks oral atau seks anal.
“Perilaku seks yang berisiko ini sangat mungkin untuk mencederai hak anak dan mengancam kelangsungan hidupnya karena bisa menimbulkan kecacatan,” kata Syahril.
Dalam data Kemenkes, perilaku seks yang berisiko itu kemudian membuka potensi ibu menularkan sifilis kepada anaknya. Bahkan persentase terjadinya abortus, bayi lahir mati atau bayi mengalami sifilis kongenital akibat penularan mencapai 69 hingga 80 persen.
Ia menyoroti jumlah ibu hamil dengan sifilis yang diobati masih rendah atau berkisar 40 persen. Sedangkan 60 persen lainnya tidak mendapatkan pengobatan sehingga berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan.
“Rendahnya pengobatan dikarenakan adanya stigma dan unsur malu. Setiap tahunnya, dari lima juta kehamilan hanya sebanyak 25 persen ibu hamil yang di skrining sifilis. Dari 1,2 juta ibu hamil akhirnya 5.590 ibu hamil positif sifilis,” kata Syahril.
Dari situasi itu, kata dia, hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana masyarakat menghilangkan stigma buruk terhadap para pasien dan mendukung mereka segera melakukan pemeriksaan gratis yang telah disediakan fasilitas kesehatan pemerintah agar cepat mendapatkan penanganan atau obat yang dibutuhkan.
Apakah Sifilis Bisa Sembuh?
Hal lain yang perlu diupayakan berkelanjutan adalah memberikan pemahaman jika sifilis bisa dicegah dengan menggunakan alat pengaman, seperti kondom saat berhubungan seks dan menghindari perilaku seks yang berisiko.
Sebagaimana yang dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 46 tentang Kesehatan bahwa negara, pemerintah, pemerintah daerah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.
“Kalau pengobatan sifilis ada obat-obat yang digunakan tergantung tingkat klinisnya, mulai dari yang ringan hingga berat. Kalau ini diobati dengan baik, maka Insya Allah dia akan sembuh, terkendali, dan tidak menulari kepada orang lain, termasuk kepada bayi yang akan dilahirkan,” ucap Syahril.
Sifilis adalah salah satu jenis infeksi menular seksual (IMS) atau yang sering disebut penyakit menular seksual. IMS merupakan penyakit yang menular lewat hubungan badan atau seksual. Gejala umum dari IMS adalah munculnya ruam atau lepuh, keputihan, dan rasa nyeri di area kelamin.
Dikutip dari laman Kemenkes, sifilis (penyakit raja singa) adalah jenis IMS yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum (T. pallidum). Infeksi ini bermula dari luka yang tidak menimbulkan rasa nyeri dan umumnya muncul di kelamin, rektum, atau mulut.
Sifilis dapat menular ke orang lain dari sentuhan kulit atau selaput lendir yang berasal dari luka tersebut. Setelah terinfeksi untuk pertama kali, bakteri penyebab sifilis akan menetap dalam tubuh dan tidak aktif. Namun, ada kemungkinan untuk menjadi aktif kembali.
Gejala Sifilis
Melansir laman Medical News Today, para dokter membagi tahap sifilis menjadi 4 yaitu primer, sekunder, laten, dan tersier. Setiap tahap memiliki gejala yang berbeda-beda.
1. Primer
Gejala sifilis primer adalah satu atau lebih luka yang tidak nyeri, keras, dan berbentuk bulat. Gejala ini muncul 10 hari hingga 3 bulan setelah bakteri masuk ke dalam tubuh.
Luka akan sembuh dalam jangka waktu 2-6 minggu. Namun, jika tidak berobat, bakteri akan menetap di dalam tubuh.
2. Gejala sekunder
Jika tidak berobat, sifilis dapat berkembang ke tahap selanjutnya yaitu sekunder. Gejala dalam tahap ini yaitu:
- Ruam yang tidak menimbulkan rasa gatal dan kasar
- Lesi abu-abu atau putih
- Nyeri otot
- Demam
- Sakit tenggorokan
- Pembengkakan pada kelenjar getah bening
- Rambut rontok tidak merata
- Sakit kepala
- Berat badan turun tanpa sebab
- Kelelahan
3. Sifilis laten
Tahap laten bisa berlangsung selama beberapa tahun. Selama rentang waktu itu, sifilis tetap ada dalam tubuh namun tidak menimbulkan gejala.
Bakteri T. pallidum tidak aktif tetapi ada kemungkinan dapat kambuh kembali. Dokter akan tetap menyarankan untuk melakukan pengobatan pada tahap ini.
4. Sifilis tersier atau lanjut
Sifilis tersier bisa berlangsung selama terjadi 10-30 tahun setelah terinfeksi. Pada umumnya setelah fase laten yang tidak bergejala. Namun, gejala bisa muncul 2-3 tahun setelah terinfeksi.
Pada tahap ini, sifilis dapat membahayakan organ tubuh berikut:
- Pembuluh darah
- Hati
- Tulang
- Sendi
Cara Mencegah Sifilis
Melansir laman Healthline, cara mencegah agar tidak terkena sifilis adalah dengan melakukan hubungan seks yang aman. Pakai kondom selama melakukan semua jenis kontak seksual. Selain itu, lakukan juga hal berikut:
- Tetap memakai kondom ketika melakukan oral seks
- Menghindari berbagi sex toys
- Melakukan pemeriksaan IMS dan diskusikan hasilnya dengan pasangan
- Menghindari berbagi jarum suntik
Penulis: Tifa Fauziah
Editor: Dipna Videlia Putsanra