tirto.id - Kita hanya punya satu planet bumi. Kita harus terus melanjutkan perjuangan untuk menciptakan dunia fesyen yang lebih bertanggung jawab.
Pameran "The Flying Cloth 25 Years Journey of Merdi Sihombing" resmi berakhir pada 24 November 2024, ditutup dengan fashion showcase.
The Flying Cloth merayakan dedikasi Merdi selama 25 tahun dalam melestarikan budaya lokal dan menerapkan prinsip keberlanjutan di dunia fesyen. Acara sudah berlangsung sejak 11 November 2024 lalu di Museum Nasional Indonesia.
"Merdi Sihombing membawa nilai wastra ke panggung global dan menunjukkan bagaimana fashion bisa menjadi medium dalam menjaga wastra sekaligus menghadapi tantangan masa depan,” sambut Fadli Zon, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, dalam acara penutupan.
Kontribusi sektor fesyen terhadap PDB Indonesia mencapai hampir Rp350 triliun di tahun 2024, lanjut Fadli, menunjukkan potensi besar industri ini untuk terus berkembang.
Sementara itu, Ni Luh Puspa, Wakil Menteri Pariwisata Republik Indonesia, mengapresiasi upaya Merdi dalam memadukan tradisi dan inovasi.
"Melalui karya yang ia buat dengan sepenuh hati, Merdi Sihombing membuktikan bahwa industri fashion lahir lebih dari sekadar tren; berperan sebagai medium untuk mempertahankan budaya dan memberdayakan masyarakat," ujar Ni Luh.
Ni Luh berharap, konsep fesyen berkelanjutan dapat menjadi daya tarik dalam sektor pariwisata berbasis budaya.
Bagi Merdi, pameran yang digelar di museum ini memberi makna luar biasa.
Menenun Cerita
Dalam ajang pagelaran di malam penutupan tersebut, koleksi yang dipresentasikan merupakan cerminan perjalanan Merdi selama 25 tahun menenun cerita, budaya, dan keberlanjutan.
Merdi mempertegas posisinya sebagai pelopor fesyen berkelanjutan, yang mengangkat identitas nusantara dan kisah-kisah perempuan yang gigih menjaga tradisi ke panggung dunia.
Digelar di area Sunken, Museum Nasional Indonesia, fashion showcase ini menjadi klimaks yang memukau dari pergelaran The Flying Cloth.
Beberapa karya yang pernah memukau dunia di panggung-panggung prestisius, seperti Jakarta Fashion Week, Berlin Fashion Week, London Fashion Week, dan Melbourne Fashion Festival, kembali dihidupkan.
Koleksi ini sebagian besar terbuat dari kain ulos yang diolah dengan sentuhan desain modern menjadi pakaian siap pakai (ready-to-wear) yang memukau.
Desain yang menjadi sorotan antara lain outerwear berpotongan longgar seperti jaket, blazer, dan long coat, yang dipadukan dengan celana atau rok berpotongan lebar, menciptakan siluet yang anggun sekaligus nyaman untuk dikenakan sehari-hari.
Koleksi ini membuktikan bahwa kain tradisional seperti ulos dapat bertransformasi menjadi busana modern tanpa kehilangan jiwa tradisionalnya.
Dengan palet warna yang kaya, mulai dari warna khas Batak seperti merah dan hitam hingga spektrum cerah seperti oranye, kuning, dan ungu.
Melalui koleksi ini, Merdi kembali menunjukkan bahwa wastra Nusantara tetap relevan di era modern, sekaligus mampu bersaing di kancah mode global.
Deretan model dan muse ternama turut ambil bagian dalam fashion showcase ini, termasuk Kelly Tandiono, Whulandary, Artika Sari Devi, Iis Dahlia dan Yuni Shara.
Circular Economy
Keberlanjutan menjadi tema utama dalam setiap karya Merdi. Kain ulos yang dibuat dari serat yang ramah lingkungan dan pewarnaan alami menjadi ciri khasnya.
Merdi menggunakan bahan-bahan organik seperti limbah makanan untuk menciptakan warna-warna yang unik. Pendekatan ini juga menempatkan circular economy sebagai bagian penting dalam proses produksinya.
"Kita hanya punya satu planet bumi. Kita harus terus melanjutkan perjuangan untuk menciptakan dunia fesyen yang lebih bertanggung jawab," ucap Merdi.
Merdi berharap The Flying Cloth dapat menginspirasi lebih banyak seniman yang membangun hubungan harmonis dengan masyarakat adat.
Kolaborasi seperti ini dapat membuka peluang bagi keduanya untuk menciptakan ekosistem budaya yang berkelanjutan, adil, saling menguatkan, dan berkembang bersama di panggung nasional dan internasional.
Sebagai simbol penutup, Merdi memberikan ulos istimewa kepada Fadli Zon dan Ni Luh Puspa.
Ulos dengan motif tumtuman, yang hanya digunakan oleh para raja dan pemimpin di masa lalu, diserahkan kepada Ni Luh sebagai simbol tanggung jawab pemimpin.
Kepada Fadli Zon, ia memberikan ulos dengan teknik tenun ikat yang disongket sehingga menciptakan efek tiga dimensi, yang mencerminkan inovasi dan keberlanjutan.
The Flying Cloth, dipersembahkan oleh Kementerian Kebudayaan, Indonesian Heritage Agency, dan Museum Nasional Indonesia, juga didukung oleh Bank Mandiri, Pertamina, Make Over, Amero Jewellery, Lenzing, Coffee Hotel Ayola Dolok Sanggul, Asuransi Sinarmas dan Humbang Kriya.
Editor: Sekar Kinasih