tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan tren pemburukan harga minyak dunia meski OPEC+ sepakat untuk memangkas produksi hampir 10 juta barel per hari. Ia menyatakan hal ini cukup mengkhawatirkan karena penurunan terus terjadi meski berbagai upaya memperbaiki harga minyak sudah dilakukan.
“Walaupun ada pengumuman OPEC, disampaikan akan ada pemotongan produksi pada bulan Mei, Juni, Juli 2020 ke depan, harga tetap merosot untuk West Texas Intermediate (WTI), bahkan pada level 18 dolar AS per barel, di bawah 20 dolar per barel,” ucap Sri Mulyani dalam teleconference bersama wartawan, Jumat (17/4/2020).
Sri Mulyani bilang hal ini memang tak terelakkan. Ia mengatakan selama pandemi Corona atau COVID-19 sudah terjadi penurunan ekonomi yang sangat tajam diikuti penurunan mobilitas dan konsumsi energi serta berdampak pada penurunan besar-besaran permintaan minyak.
Meski sudah menghadapi tekanan hebat, situasi semakin diperkeruh dengan perselisihan Rusia dan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). Gara-gara situasi itu produksi minyak sudah terlanjur dilakukan terlalu banyak.
Alhasil, meski OPEC dan Rusia akhirnya setuju memangkas jumlah produksi, perbaikan tidak banyak terjadi. Di sisi lain, tren permintaan ternyata terus menurun dan tak menunjukkan tanda perbaikan.
Melansir Reuters, harga WTI untuk kontrak bulan Mei menurun 2,62 dolar AS per barel minyak atau 14 persen. Nilainya menjadi 15,65 dolar AS per barel minyak. Lalu nilainya juga sempat jatuh 21 persen menyentuh harga 14,47 dolar AS per barel minyak atau terendah sejak Maret 1999.
Harga minyak Brent juga melemah 21 cent atau 0,8 persen. Nilainya berada di kisaran 27,87 dolar AS per barel minyak.
Akibat dari anjloknya harga minyak dunia ini, penurunan penerimaan negara juga sudah terasa. PPh Migas per Maret 2020 mengalami kontraksi 28,6 persen dengan realisasi hanya Rp10,3 triliun. Tahun 2019 lalu masih tumbuh 26,5 persen dengan angka Rp14,5 triliun.
Penerimaan SDA Migas per Maret 2020 tercatat masih tumbuh di angka 7,49 persen dengan realisasi Rp28,641 triliun. Meski demikian, Sri mulyani menyatakan tren ini sulit dipertahankan karena ICP Maret 2020 anjlok menjadi 34,23 dolar AS per barel minyak.
Ignasius Jonan, Menteri ESDM Periode 2016-2019 juga mencatat tren sama. Ia bilang seharusnya harga minyak segera membaik usai produksi dipangkas. Namun, kali ini tidak terjadi.
“Pergerakan harga minyak Brent menguat enggak banyak meski sudah di-cut sekitar 20 persen. Biasanya di dunia kalau di-cut 5-10 persen harga akan melambung sangat tinggi,” ucap Jonan dalam webinar bertajuk ‘update sektor energi di tengah pandemi COVID-19,’ pada Selasa (14/4/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti