tirto.id - Sebanyak 147 kali gempa susulan masih melanda Lombok, NTB pada Senin (6/8/2018) hingga pukul 11.00 WIB. Namun, kekuatannya semakin melemah dibandingkan gempa utama sekuat 7 SR yang terjadi Minggu (5/8/2018) malam sekitar pukul 18.46 WIB.
"Magnitudo terbesar pada 5,7 SR dari kejadian gempa bumi tadi malam. Dari 147 gempa bumi susulan, sebanyak 13 gempa yang dirasakan oleh masyarakat," jelas Kepala BMKG Pusat Dwikorita Karnawati dalam rilis pers yang diterima Tirto, Senin.
Meski masih terjadi gempa susulan, masyarakat diharapkan tetap tenang dan tidak terlalu cemas. Dwikorita menuturkan, munculnya gempa bumi susulan merupakan mekanisme alam guna menghabiskan energi gempa yang masih tersisa.
“Dengan demikian setelahnya batuan atau lempeng bumi kembali dalam kondisi stabil,” katanya menambahkan.
Lebih lanjut ia menerangkan, peristiwa Minggu malam lalu disebabkan adanya aktivitas Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrust) sehingga terjadi gempa bumi dangkal. Gempa yang berpusat di 18 km barat laut Lombok Timur ini juga dirasakan kuat di Lombok Utara, Bali, dan Sumbawa.
“Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan gempa ini,dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan patahan naik (thrustfault),” jelas Dwikorita.
Meski letak episenter berada di darat, gempa juga berpotensi tsunami. Alasannya, Dwikorita menjelaskan, sumber gempa bumi bukan suatu titik melainkan berupa bidang patahan yang memanjang hingga bidang patahan atau robekan batuan tersebut masuk di dasar laut dekat Pantai Lombok di bagian utara.
Kondisi tersebut akhirnya memicu terjadinya tsunami. Ada pun peringatan dini terjadinya tsunami sempat diaktifkan BMKG dan diakhiri Minggu malam pukul 20.25 WIB. Status ancaman tsunami ini hanya pada level waspada, yakni ketinggian tsunami kurang dari 0,5 meter.
"Sejak peringatan dini WASPADA tsunami dikeluarkan BMKG, telah terjadi tsunami kecil di empat titik. Masing-masing di Desa Carik setinggi 13,5 cm, Desa Badas 10 cm, dan Desa Lembar 9 cm, serta Benoa (pukul 19.58 WIB) 2 cm," paparnya.
BMKG menyatakan bahwa gempa bumi Lombok 7 SR merupakan gempa bumi utama (mainshock) dari rangkaian gempa bumi yang terjadi sebelumnya. Hal ini, Dwikorita menegaskan, karena episenternya sangat berdekatan dengan gempa bumi yang terjadi pada 29 Juli 2018 lalu.
Gempa yang terjadi pada Minggu malam telah menyebabkan sebanyak puluhan orang meninggal dunia, ratusan luka-luka dan ribuan orang mengungsi.
Perkembangan terbaru dari BNPB, jumlah korban meninggal menjadi 91 orang dan 209 luka-luka. Ada pun daerah yang terparah akibat gempa 7 Srini adalah Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur, dan Kota Mataram.
"Ini data sementara, kemungkinan bisa bertambah karena pendataan masih dilakukan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam rilis yang diterima Tirto, Senin.
Editor: Yuliana Ratnasari