tirto.id - Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw meminta para pengungsi dari Tembagapura bersabar karena belum dapat kembali ke kampung halaman dalam waktu dekat. Di tempat pengungsian mereka terlunta-lunta.
"Saya mengerti betul keadaan saudara-saudara dari Tembagapura. Kami akan segera membahas dan membicarakan ini dengan baik. Mohon untuk masyarakat bersabar dulu. Kami akan menangani ini secara bersama dengan melibatkan Pemda Mimika dan tokoh-tokoh yang ada," kata Waterpauw, Minggu (26/7/2020).
Mereka menyingkir dari desa lantaran baku tembak aparat dan kelompok bersenjata pada Februari lalu. Para pengungsi berasal dari Waa-Banti, Opitawak dan Kimbeli.
Salah seorang pengungsi, Martina Natkime, berujar dia mengungsi dari rumahnya di Waa Banti ke Jalan Mile 68 Tembagapura dengan berjalan kaki selama dua jam, melewati medan yang curam dan dikelilingi hutan.
Tiba di Timika, pengungsi menyebar. Ada yang ke pos, ada pula yang menyewa indekos atau menumpang di kediaman kerabat atau kolega. Para pengungsi ternyata tidak bisa bertahan lama-lama di tempat orang lain. Mereka mengalami banyak masalah, termasuk kesulitan beradaptasi. Bahkan ada pengungsi yang diusir pemilik indekos karena tak mampu lagi membayar uang sewa.
"Dong dapat uang dari mana? Mereka biasa hidup dengan dong punya alam. Dong biasa bikin kebun segala macam, di sini tak pernah," kata Martina.
Waterpauw membenarkan masalah-masalah yang dialami pengungsi, dari mulai tempat tinggal hingga makanan. Masalah para pengungsi semakin berat karena pandemi COVID-19 membuat mereka kesulitan beraktivitas.
Namun ia menegaskan situasi tersebut masih lebih baik ketimbang bertahan di kampung. Nyawa mereka, katanya, bisa diselamatkan.
Waterpauw bilang sampai saat ini kelompok bersenjata menetap di Kampung Aroanop. "Hasil monitoring kami, mereka masih berada di sekitar situ, bahkan membuat semacam markas sementara," ujar Waterpauw.
"Sasaran utama mereka yaitu PT Freeport Indonesia. Kami semua tahu itu secara terbuka, mereka sudah nyatakan seperti itu," katanya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino