tirto.id - Presiden Republik Indonesia memiliki beberapa hak prerogatif yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Arti dari istilah “hak prerogatif” untuk presiden itu sendiri adalah hak yang melekat pada pemimpin negara untuk menetapkan sesuatu tanpa campur tangan lembaga lain.
Lantaran sudah diatur dalam pedoman hukum bernegara, hak prerogatif akhirnya melekat dalam diri seseorang, tepatnya yang menjadi presiden.
Terkadang, prerogatif ini disebut juga sebagai kekuasaan yang sifatnya atribut (menempel di seorang pemimpin negara).
Seperti layaknya HAM (hak asasi manusia), hak prerogatif juga memiliki kadar yang sama dan perbedaannya hanya dimiliki oleh seorang pemimpin negara—jika berbicara mengenai Indonesia, maka orang tersebut adalah presiden.
Hak yang tidak bisa diganggu lembaga lain ini menimbulkan perdebatan sehingga terjadi beberapa amandemen yang menggeser makna prerogatif sebelumnya, misalnya pada Putusan Nomor 22/PUU/-XIII/2015 (terlampir dalam tulisan Mei Susanto).
Lalu, apa saja contoh yang disebutkan UUD 1945 (sebelum amandemen) tentang hak-hak prerogatif presiden tersebut?
Contoh Hak Prerogatif Presiden
Berdasarkan catatan Johansyah dalam "Hak Prerogatif Presiden Menurut UUD 1945" (2018:200-203), dijabarkan ada 9 pasal dalam UUD 1945 (sebelum amandemen) yang menyebutkan contoh hak prerogatif presiden. Di antaranya terlampir dalam poin-poin yang tertulis di bawah ini.
1. Menerapkan Peraturan Pemerintah
Melalui UUD 1945, tepatnya di Pasal 5 ayat (2), tertulis bahwa “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya”.
2. Pemegang Kekuasaan Tertinggi TNI (Tentara Nasional Indonesia)
Dalam UUD 1945, yakni Pasal 10, disebutkan “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara”.
3. Menyatakan Perang, Perdamaian, dan Perjanjian dengan Negara Lain
Tertulis dalam Pasal 11 UUD 1945, “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain”.
4. Menyatakan Keadaan Bahaya
Melalui Pasal 12 UUD 1945, diberitahukan bahwa “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan dalam undang-undang.” Di antaranya ada keadaan darurat sipil, darurat militer, dan perang.
5. Mengangkat Duta dan Konsul Serta Menerima Duta dari Negara Lain
Masih berpedoman UUD 1945, tepatnya melalui Pasal 13, disebutkan bahwa “(1) Presiden mengangkat duta dan konsul; (2) Presiden menerima duta negara lain”.
6. Memberikan Hak Grasi, Rehabilitasi, Abolisi, dan Amnesti
Hak ini terlampir dalam Pasal 14 UUD 1945, bunyinya “Presiden member grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi”.
7. Memberi Gelar dan Tanda Jasa terhadap Seseorang
Lanjut terkait hak yang tidak dapat diganggu, presiden ternyata mendapatkan juga hak untuk “memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan” (Pasal 15, UUD 1945).
8. Mengangkat dan Memberhentikan Menteri
Hal terkait poin ini disebut dalam Pasal 17 ayat (2) UUD 1945, yakni “Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden”.
9. Menetapkan Peraturan Pemerintah dalam Keadaan Darurat
Terlampir melalui UUD 1945, yakni di Pasal 22 ayat (1), “Dalam hal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang”.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yandri Daniel Damaledo