Menuju konten utama

Pengenaan Tarif Cek Saldo & Tarik Tunai di ATM Link Ditunda

Pengenaan biaya transaksi cek saldo dan tarik tunai yang dilakukan di mesin ATM Link yang sedianya mulai 1 Juni akhirnya ditunda.

Pengenaan Tarif Cek Saldo & Tarik Tunai di ATM Link Ditunda
Cek saldo dan tarik tunai di ATM Himbara kini dikenakan biaya. foto/Antaranews

tirto.id - Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan PT Jalin Pembayaran Nusantara (Jalin) pada 1 Juni 2021 akhirnya menunda implementasi penyesuaian biaya transaksi cek saldo dan tarik tunai yang dilakukan di mesin ATM Link.

“Penundaan ini diharapkan dapat meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat lebih luas lagi,” kata Wakil Direktur Utama BNI, Adi Sulistyowati ​dalam keterangan tertulis, Selasa (1/6/2021).

Para nasabah Himbara masih bisa menikmati layanan cek saldo dan tarik tunai secara gratis melalui ATM yang berlogo sama dengan penerbit kartu misalnya pemilik kartu ATM BNI tidak dikenakan biaya transaksi tersebut jika digunakan di ATM Link BNI. Nasabah juga memiliki pilihan untuk melakukan pengecekan saldo secara gratis melalui layanan mobile banking.

Jika kebijakan penyesuaian tarif sudah mulai bisa tersosialisasi dan sudah mulai implementasi BRI, BNI, Mandiri dan BTN yang bergabung dalam layanan ATM Link memastikan layanan transaksi di ATM Link akan lebih baik.

"Tetapi patut diingat penyesuaian tarif baru untuk tarif cek saldo dan tarik tunai tetap lebih rendah dibandingkan jaringan ATM lain di Indonesia. Khusus untuk nasabah penerima bansos, cek saldo dan tarik tunai di ATM Link tidak akan dikenakan biaya sama sekali,” terang dia.

Sebelumnya, Himbara menyebut kebijakan itu diambil demi meningkatkan kenyamanan dan mempermudah nasabah dalam melakukan transaksi perbankan.

"Tentu dengan jumlah yang sangat banyak dan tersebar di berbagai daerah bahkan sampai pelosok desa terpencil, keberadaan 45.000 ATM Link sangat penting bagi masyarakat. Apalagi jika daerah tersebut belum tersentuh oleh jaringan internet," jelas keterangan tertulis.

Adapun rencana tarif yang nantinya akan diberlakukan pada transaksi cek saldo menjadi Rp2.500 dan tarik tunai menjadi Rp5.000. Sedangkan transaksi transfer antar bank tidak dilakukan perubahan biaya atau tetap dikenakan tarif Rp4.000. Selain itu, penyesuaian biaya ini tidak berlaku untuk pengecekan saldo dan tarik tunai di ATM Link yang sama dengan penerbit kartu debit.

Untuk transaksi cek saldo dan tarik tunai nasabah di jaringan ATM masing-masing bank tidak dikenakan biaya atau gratis. Misalnya transaksi kartu Bank BTN di ATM Bank BTN dengan sticker ATM Link tidak dikenakan biaya.

Rencana dari kebijakan itu menuai protes keras dari berbagai kalangan, salah satunya Ekonom Institute of Development on Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira yang menjelaskan hal ini merupakan cara operator ATM cari pemasukan tambahan di tengah pandemi. Hal itu tercermin dari turunnya laba bank ditambah tingginya biaya operasional.

"Laba bank BUMN merosot tajam sepanjang 2020 lalu, kemudian beban biaya operasional masih tinggi seperti sewa gedung sampai gaji karyawan. Investasi digital itu butuh modal besar juga dengan persaingan yang makin ketat. Jadi mereka coba cari jalan keluar dengan biaya tambahan atm untuk tutupi kehilangan penurunan pendapatan dari kredit. Fee based income yang dikejar," kata dia kepada Tirto.id Minggu (23/5/2021).

Hal senada juga diungkapkan Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal, saat ini bank memang tengah tergencet tingginya dana pihak ketiga sementara penyaluran kredit rendah. Artinya, mereka harus membayar bunga ke pemilik dana tapi sulit menarik bunga dari masyarakat karena penyaluran kreditnya seret.

"Dana pihak ketiga ya data dana pihak ketiga di tahun 2020 itu kan tinggi," terang dia kepada Tirto, Minggu (23/5/2021).

Tanggapan keras bahkan disampaikan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Ia menjelaskan kebijakan ini tidak adil untuk masyarakat. Seharusnya kata dia, Bank mencari keuntungan dari selisih bunga yang diberikan ke DPK dengan bunga yang diperoleh dari Kredit.

"Ini malah menjadikan biaya admin sebagai pendapatan utama. Ini tidak fair. Jika dicermati, hidupnya bank hanya mengandalkan biaya admin dari nasabah. Coba kita cermati, setiap nasabah per bulan minimal dipotong Rp14.000 belum biaya lain lain, seperti pajak. Jadi lama lama uang nasabah itu habis dimakan biaya administrasi," jelas dia kepada Tirto, Minggu (23/5/2021).

Kondisi ini akan mendorong orang semakin unbankable alias tidak menyimpan uang di bank karena biaya administrasinya tinggi.

"Apalagi jika cek saldo dikenakan biaya, makin tekor konsumen, saldonya makin tergerus. Lalu apa gunanya menyimpan uang di bank? Lebih baik nyimpan di bawa kasur saja," terang Tulus.

Baca juga artikel terkait ATM LINK atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti