Menuju konten utama

Pengantin Wanita Pakai Celana di Hari Pernikahan, Kenapa Tidak?

Para selebritas Amerika Serikat dianggap sebagai pihak yang mempopulerkan celana sebagai busana pernikahan.

Pengantin Wanita Pakai Celana di Hari Pernikahan, Kenapa Tidak?
Koleksi bridal jumpsuit dari Pronovias. FOTO/Pronovias

tirto.id - Dalam serial Sex and the City, ada satu episode yang amat ikonik. Dalam episode itu, karakter Carrie Bradshaw yang diperankan oleh Sarah Jessica Parker, menerima kabar pembatalan pernikahan dari Big, kekasihnya, via telepon. Padahal ia sudah ada di lokasi pernikahan dengan mengenakan gaun off white megah rancangan desainer Vivienne Westwood, satu-satunya desainer yang dianggap mampu mewakili kepribadian Carrie.

Enam hari lalu Parker mengeluarkan koleksi busana pernikahan. Koleksi tersebut ialah hasil kolaborasi Parker dengan Gilt, salah satu produsen busana pernikahan. Model busananya jauh berbeda dengan yang dikenakan Carrie waktu gagal menikah. Dalam iklan yang tersebar di media sosial, Parker mengenakan atasan putih ketat yang panjangnya melewati lutut. Ia memadukan atasan itu dengan celana.

“Sangat sangat simpel,” kata Parker pada WWD.

Parker ingin busana yang ia buat tidak hanya dikenakan untuk acara pernikahan. Bagi wanita yang kini membintangi serial Divorce, tidak ada aturan baku tentang busana pernikahan. Di antara 10 jenis busana yang ia desain, terdapat jumpsuit berwarna putih dan hitam. Bagi Parker, pengantin wanita yang tampil dengan celana dan warna hitam itu sah-sah saja. Ketika menikah pada 1997, ia melakukan hal serupa dengan memakai busana hitam berbentuk tank top dan rok.

Tom Ott, Chief Merchant of Gift, berkata sudut pandang Parker lain daripada yang lain. Ia percaya pada selera fesyen Parker. “Kami memahami adanya perubahan. Pengantin perempuan menginginkan sesuatu yang berbeda, yang menandakan siapa mereka,” kata Ott dalam WWD.

Pendapat Ott serupa dengan penelitian yang pernah dilakukan majalah pernikahan Brides pada 2016 lalu. Hasil penelitian mengungkapkan, pengantin menginginkan hal unik dalam pernikahan. Salah satunya diwujudkan lewat baju pengantin dengan model jumpsuit. Tahun ini, Lyst, situs belanja busana pernikahan, mengumumkan data jenis busana yang paling banyak dicari selama 2017. Baju pengantin perempuan berbentuk celana jadi kata kunci yang kerap dicari. Kristen Maxwell, Executive Editor situs pernikahan The Knot, juga berkata kini banyak calon pengantin yang tidak mengikuti tradisi.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan celana diminati calon pengantin wanita. Di Amerika, hal tersebut disebabkan oleh usia calon pengantin sudah tak muda. New York Times melaporkan di negara tersebut orang menikah pada usia 40-60 tahun: masa seorang wanita bisa merasa kurang pantas mengenakan gaun panjang terbuka yang pas di badan. Kejadian berbeda muncul di Eropa. Di negara tersebut para calon pengantin nampak lebih gemar eksperimen dengan model busana pengantin. Celana jadi salah satu penerapannya.

Busana pernikahan para selebritas juga berpengaruh terhadap munculnya fenomena ini. Amal Clooney mengenakan celana panjang dan atasan putih dalam sesi pernikahan sipil yang diselenggarakan di Venesia pada 2014 lalu. Penyanyi Solange Knowles, menjadi sorotan media saat ia menikah menggunakan jumpsuit berwarna krem yang dilengkapi jubah. Sosialita dan blogger Amerika Serikat Olivia Palermo tampil lebih berani. Ia menikah dengan mengenakan sweater dan celana mini yang dipadukan dengan rok lebar karya desainer Carolina Herrera .

Di dunia mode, Carolina Herrera ialah salah satu desainer yang kerap melansir busana pengantin berjenis celana. Koleksi celana pertama itu diluncurkan untuk koleksi musim semi 2013. Baju pengantin itu berbentuk jas dan celana longgar berwarna putih. Pada peragaan busana, Herrera memadukannya dengan dalaman putih beraksen pita serta aksesori berupa topi lebar. Kepada Huffington Post, Herrera berkata koleksi tersebut ialah hal yang menyenangkan. Ia bahagia bisa membawa pembaruan di industri pernikahan.

Infografik pengantin wanita bercelana

Selain Herrera, desainer lain yang konsisten melakukan eksplorasi busana pengantin celana ialah Viktor & Rolf. Desainer seperti Elie Saab dan Naeem Khan yang selama ini dikenal lewat gaun berkesan glamor juga beberapa kali melansir jenis busana tersebut.

Di Indonesia fenomena menikah dengan celana sudah beberapa kali terjadi. Salah satunya pada Rega Ayundya, seorang perupa. Ia memilih lokasi pernikahan di luar ruang. Agar praktis, ia memilih baju pernikahan berbentuk celana. Ansy Savitri, desainer busana pernikahan Rega menambahkan busana tambahan serupa rok agar busana tidak terlalu terkesan kasual.

“Untungnya tidak ada yang protes, malah semua kagum dengan baju saya. Mereka seperti dapat ide baru. Setiap orang yang salaman, saya minta untuk memperhatikan detail baju atasan. Detail itu gambar karya saya berbentuk sea coral dan kehidupan bawah laut. Dua hal yang jadi ketertarikan artistik saya. Ansy menjadikan gambar itu sebagai bordiran pada baju,” kata Rega.

Kepraktisan juga menjadi hal yang dicari Astrid Bestari ketika memilih busana pernikahan jumpsuit. Berbeda dengan Rega, keputusan Astrid ditentang keluarga. “Dianggap kurang anggun. Pola pikir orang Indonesia masih banyak yang seperti itu. Saya rasa mungkin karena kebanyakan lihat orang pakai jumpsuit di mal,” tutur Astrid.

Ia tidak menyerah begitu saja. Ia mendatangi desainer Jeffry Tan. Sketsa busana pernikahan jadi dalam waktu satu jam. Astrid tidak banyak berkomentar. Akhirnya busana tersebut berupa celana panjang longgar dan atasan panjang serupa terusan. Busana jadi dua minggu kemudian. Keluarga tidak lagi protes saat melihat busana Astrid.

“Sekarang orang punya cara sendiri untuk bikin memori. Saya menyarankan model berdasarkan karakter dan keinginan orang. Saat mendesain pun saya biasa mendengar lagu favorit kedua calon pengantin agar memahami mood mereka. Buat saya pribadi, apapun model bajunya warna ideal harus tetap putih. Sakral,” tutur Ansy.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Joan Aurelia
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Nuran Wibisono