tirto.id - Rencana PT Jasa Marga (Persero) Tbk menaikkan tarif tol di lima kota besar di Indonesia per hari Jumat 8 Desember dinilai kurang tepat oleh pengamat transportasi dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarna.
Djoko berpendapat kenaikan tarif tol dengan nominal bervariasi sesuai inflasi daerah masing-masing itu, seharusnya sesuai dengan standar pelayanan minimum (SPM). SPM merupakan parameter untuk mengukur tingkat ketepatan pelayanan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri (Permen) PU No 16 Tahun 2014.
"Dalam praktiknya, operasi tol ada SPM tol. Jika tidak memenuhi persyaratan SPM, tentunya tidak diberikan kenaikan tarif. Sehingga, pengguna jalan bisa nyaman ketika di tol," ujar Djoko kepada Tirto, Rabu (6/12/2017).
"Kondisi ideal menurut UU jalan tol, kecepatan di tol dalam kota (minimal) 60 kilometer/jam, antarkota (minimal) 80 kilometer/jam. Namun, kondisi tol di Indonesia, khususnya di Jakarta dilematis karena sejatinya tol sebagai jalan alternatif, sekarang jadi jalan prioritas utama," jelas Djoko.
Sehingga, Djoko menilai regulasi terkait jalan tol dan SPM tersebut perlu direvisi. Djoko berpendapat regulasi itu tidak relevan dengan situasi dan kondisi saat ini, terutama di Jakarta.
“Bisa jadi pada saat membikin regulasi tersebut, kondisi tol tidak seperti sekarang, dengan perkembangan terkini, bisa dipertimbangkan itu revisi UU. Kalau tidak salah, sekarang sudah proses revisi di Kementerian PUPR,” ungkapnya
Kritikan serupa juga disampaikan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Menurut Tulus, saat ini pengguna jalan tol di perkotaan sudah tidak nyaman karena sering terjebak kemacetan. Sebagai contoh, di kota besar seperti Jakarta kemampuan laju di jalan tol saat ini jauh dari ideal.
Lantaran itu Tulus mendesak pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan peraturan tentang SPM jalan tol. Selama ini SPM tidak pernah diubah dan diperbaiki sehingga tidak adil bagi konsumen.
"YLKI juga mendesak Kementerian PUPR untuk transparan dalam hasil audit pemenuhan SPM terhadap operator jalan tol," kata Tulus.
Jasa Marga menaikkan tarif tol di lima kota yakni, dalam kota Jakarta; Surabaya-Gempol; Belawan-Medan-Tanjung Morawa; Palimanan-Kanci; dan kelima Semarang (Seksi A, B, C).
Dalam keterangan kepada media, Rabu (6/12), Corporate Secretary Jasa Marga Mohamad Agus Setiawan mengklaim kenaikan tarif tol itu dilakukan oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dan dievaluasi oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) berdasarkan data inflasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) selama dua tahun terakhir sebagaimana diatur dalam UU Jalan Tol No.38/2014.
Agus menyebutkan periode penghitungan inflasi itu dilakukan sepanjang Oktober 2015 hingga September 2017. Meski angka inflasi di setiap kota bervariasi, tapi rata-rata 6-7 persen untuk di DKI Jakarta, Cirebon, Semarang dan di Surabaya. Sementara di Medan, paling tinggi dengan angka 10 persen.
Ia mencontohkan tarif tol golongan I untuk ruas kota Jakarta (Cawang-Tomang-Pluit dan Cawang-Tanjung Priok-Ancol Timur-Jembatan Tiga/Pluit) sepanjang periode tersebut mengalami inflasi 6,18 persen, maka perhitungannya, yaitu tarif awal dikalikan satu dan ditambah 6,18 persen.
“Sehingga angkanya mungkin sekitar Rp9 ribu sekian, dibulatkan menjadi Rp9.500. Berarti tarif tol dalam kota yang sebelumnya itu golongan I Rp9 ribu, berdasarkan inflasi tadi menjadi Rp9.500. Begitu pula penghitungan untuk ruas yang lain,” kata Agus di kantor Jasa Marga Jakarta.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Agung DH