Menuju konten utama

Pengadilan Sebut Pengeroyokan Pelajar Ada Motif Balas Dendam

Pengadilan Negeri (PN) Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebut kasus penganiayaan rombongan pelajar sebuah SMA di Yogyakarta hingga berakibat korban meninggal merupakan kejadian yang direncanakan terdakwa karena mempunyai motif balas dendam.

Pengadilan Sebut Pengeroyokan Pelajar Ada Motif Balas Dendam
Warga yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Pendidikan (MPP) melakukan aksi damai di Titik 0 Kilometer, DI Yogyakarta, Sabtu (17/12). Dalam aksi itu mereka menyuarakan stop kekerasan di Yogyakarta menyusul maraknya fenomena "klitih" atau aksi premanisme di jalanan yang dilakukan oleh pelajar maupun remaja yang telah menelan sejumlah korban jiwa dan luka. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko.

tirto.id - Pengadilan Negeri (PN) Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebut kasus penganiayaan rombongan pelajar sebuah SMA di Yogyakarta hingga berakibat korban meninggal merupakan kejadian yang direncanakan terdakwa karena pelaku mempunyai motif balas dendam kepada pelajar yang satu sekolah dengan korban meninggal.

Humas PN Bantul mengatakan ada 10 pelaku penganiayaan pelajar SMA Muhammadiyah I Yogyakarta yang tiga di antaranya membawa senjata tajam saat kejadian Senin (12/12/2016), sebelum mereka mencegat korban, terlebih dulu berkoordinasi untuk bertemu.

"Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan itu direncanakan, sebab korban dicegat terdakwa di daerah Siluk Selopamioro Imogiri," kata Humas PN Bantul Zaenal Arifin usai sidang putusan kasus itu di PN Bantul, Jumat, (13/1/2017) seperti dikutip dari Antara.

Ia menjelaskan pada intinya intinya salah satu dari terdakwa mengetahui kalau rombongan korban dari SMA Muhammadiyah I berlibur ke Pantai Ngandong Gunung Kidul, kemudian salah satu terdakwa memberitahu ke teman-temannya untuk balas dendam.

"Tampaknya ada masalah sebelumnya antara terdakwa dengan rombongan korban, sehingga kemudian ketika di jalan dicegat, maka terjadi penganiayaan itu yang mengakibatkan salah satu korban meninggal dunia," katanya.

Zaenal mengatakan, atas perbuatan para terdakwa yang berjumlah 10 orang, maka majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa berbeda-beda mulai dari tiga sampai lima tahun tergantung peran masing-masing terdakwa.

"Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan berbeda-beda sesuai dengan peran masing-masing, karena faktanya dalam kasus ini ada yang membacok sampai mengakibatkan maninggal, ada juga tindakan lain yang tidak seberat itu, makanya ada pembedaan," katanya.

Sementara itu, menurut dia, ada tiga senjata tajam yang diamankan dari tangan terdakwa penganiayaan yaitu dua buah golok dan sebuah pisau lipat kecil atau 'siber'. Ketiga barang bukti ini kemudian dibuang karena terbukti digunakan menganiaya korban.

"Pisau kecil ini yang digunakan pelaku menusuk hingga mengenai bagian ginjal korban. Senjata tajam ini yang digunakan pelaku utama yang kemudian menyebabkan korban meninggal," katanya.

Sedangkan ada barang bukti berupa dua buah sepeda motor yang disita petugas dari pihak terdakwa yang kemudian dikembalikan kepada pemilik, serta sebuah celurit yang dihadirkan dalam sidang dikembalikan karena tidak digunakan pelaku.

"Kemudian untuk dua buah ponsel, karena barang bukti terbukti telah dipergunakan terdakwa anak sebagai sarana dalam tindak pidana dan barang punya nilai ekonomis maka dirampas untuk negara," katanya.

Diberitakan sebelumnya, pada Senin (12/12/2016) rombongan pelajar SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta yang berjumlah 20 orang saat pulang dari wisata di Pantai Ngandong diserang sekelompok pemuda bercadar bersenjata tajam di Jalan Siluk-Panggang Desa Selopamioro Bantul.

Salah satu dari rombongan korban, Adnan Wirawan meninggal akibat sejumlah luka senjata tajam. Tidak lama kemudian polisi menangkap dan menetapkan 10 tersangka yang berasal dari salah satu SMA swasta di Yogyakarta.

Baca juga artikel terkait PENGANIAYAAN atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Hukum
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh