Menuju konten utama

Peneliti UGM Bantah Teknologi Wolbachia Sebabkan Radang Otak

Kemenkes mengklaim penggunaan bakteri Wolbachia terbukti efektif menekan kasus DBD hingga 77 persen.

Peneliti UGM Bantah Teknologi Wolbachia Sebabkan Radang Otak
Ilustrasi nyamuk dbd. FOTO/istockphoto

tirto.id - Pembahasan mengenai nyamuk dengan bakteri Wolbachia mengemuka. Hal ini seiring upaya Kementerian Kesehatan menebar jentik nyamuk Aedes aegypti mengandung bakteri Wolbachia demi mengendalikan penularan demam berdarah dengue (DBD).

Guru Besar Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gajah Mada, Adi Utarini, mengatakan teknologi Wolbachia dilakukan Kementeria Kesehatan untuk menurunkan penyebaran DBD di Indonesia.

Teknologi Wolbachia yang digunakan, diimplementasikan dengan metode 'penggantian', di mana nyamuk jantan dan nyamuk betina Wolbachia dilepaskan ke populasi alami.

"Jika nyamuk jantan yang ada Wolbachia membuahi nyamuk betina yang tidak mengandung Wolbachia maka telur yang dihasilkan tidak bisa menetas. Sementara jika nyamuk jantan tidak mengandung Wolbachia tetapi betina mengandung Wolbachia maka anak-anak yang dihasilkan akan mengandung Wolbachia," jelas peneliti yang karib disapa Uut dalam media briefing 'Mengenal Wolbachia dan Fungsinya dalam Mencegah Demam Berdarah' secara daring, Senin (20/11/2023).

Lebih lanjut dirinya menjelaskan bahwa Wolbachia diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Ini dapat mengurangi replikasi virus dengue di dalam tubuh aedes aegypti.

Dengan demikian, nyamuk yang mengandung Wolbachia tidak bisa menularkan virus dengue untuk manusia lewat gigitanya.

"Ketika Wolbachia masuk ke telur nyamuk maka mekanismenya adalah menghambat atau memblok perkembangan virus dengue. Ketika menggigit manusia maka virusnya tidak akan pindah ke tubuh manusia," urainya.

Uut menyampaikan bahwa bakteri Wolbachia bukan rekayasa genetik. Ini terdapat di dalam tubuh serangga secara alami. Selain itu, Wolbachia cenderung aman bagi manusia, hewan lain, serta lingkungan.

"Kami sudah meneliti bahwa Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berpindah ke serangga lain. Begitu pula tidak bisa berpindah ke manusia dia hanya akan bertahan di sel nyamuk aedes," jelasnya.

Sebagai peneliti bakteri Wolbachia dan demam berdarah, Uut mengatakan tidak ada kaitan antara radang otak Japanese Encephalitis dengan teknologi wolbachia.

"Ternyata Japanese Encephalitis (JE) ini nyamuknya berbeda (Culex) dan penyakitnya juga berbeda. Tidak ada kaitannya dengan teknologi Wolbachia," kata Uut.

Japanese Encephalitis (JE) merupakan salah satu penyebab utama radang otak akibat infeksi virus ensefalitis. Beberapa waktu lalu, JE dan Wolbachia menjadi perbincangan warganet di media sosial karena ada pendapat yang mengaitkan nyamuk ber-Wolbachia dapat menyebabkan JE.

Uut juga membantah teknologi Wolbachia tidak terkait dengan kejadian filariasis atau penyakit kaki gajah.

"Wolbachia yang ada pada cacing yang menyebabkan filariasis itu berbeda jenisnya dengan Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti. Jadi Wolbachia ini bukan hanya satu jenis, tetapi ada ribuan jenis," tuturnya.

WASPADA DEMAM BERDARAH

Petugas Puskesmas memperlihatkan stiker Waspada Demam Berdarah Dengue (DBD) saat sosialisasi ke sejumlah desa di Lhokseumawe, Aceh, Jumat (16/9). Dinas Kesehatan setempat menempelkan dan membagikan 10 ribu stiker Waspada Nyamuk Aedes Aegypti untuk menciptakan kesadaran sekaligus mengajak masyarakat bersama-sama membasmi wabah virus demam berdarah. ANTARA FOTO/Rahmad/kye/16

Kemenkes Klaim Wolbachia Efektif Tekan Kasus DBD

Sementara itu, Kemenkes mengklaim penggunaan bakteri Wolbachia dalam upaya pengendalian penularan DBD terbukti efektif menekan kasus terinfeksi hingga 77 persen.

“Ini sudah teruji sejak 2011 lalu di belasan negara di dunia yang menerbitkan 10 paper penelitian publikasi internasional,” kata Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kemenkes Ngabila Salama di Jakarta, Senin (20/11/2023) dilansir dari Antara.

Penggunaan Wolbachia, kata dia, bahkan lebih efektif dibandingkan dengan penanganan DBD melalui pengasapan, mengingat biayanya relatif lebih mahal serta membuat nyamuk lebih resisten.

Ia mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir ketika pada periode awal pelepasan Wolbachia yang membuat populasi nyamuk di lingkungan sekitar menjadi lebih banyak.

Penggunaan Wolbachia, kata dia, tidak menjadikan manusia sebagai kelinci percobaan pada program ini, karena kehadiran bakteri Wolbachia di tubuh nyamuk Aedes aegypti tidak akan bisa lagi menularkan virus ketika menggigit manusia.

Dalam upaya pencegahan DBD, Kemenkes telah menebar jentik nyamuk dengan bakteri Wolbachia di lima kota endemis dengue di Indonesia sejak awal 2023.

Penyebaran jentik nyamuk berbakteri Wolbachia dilakukan di 47.251 titik di Kota Semarang, 20.513 titik di Kota Bandung, 18.761 titik di Kota Jakarta Barat, 9.751 titik di Kota Kupang, dan 4.917 titik di Kota Bontang.

Baca juga artikel terkait WOLBACHIA atau tulisan lainnya dari Iftinavia Pradinantia

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Iftinavia Pradinantia
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Bayu Septianto