Menuju konten utama

Peneliti IPB Sebut Kekeringan Bikin Produksi Beras Turun Signifikan

Pergeseran musim panen membuat petani beralih ke jenis tanaman lain.

Peneliti IPB Sebut Kekeringan Bikin Produksi Beras Turun Signifikan
Seorang petani menunjukkan tanaman padi yang mati akibat kekeringan di Pilohayanga Barat, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Sabtu (31/8/2019). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/wsj.

tirto.id - Dosen cum peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa menilai kekeringan yang melanda Indonesia akan memengaruhi produksi beras nasional. Pasalnya terjadi pergeseran musim panen yang membuat petani beralih ke jenis tanaman lain.

“Yang paling utama dampak kekeringan itu penurunan luas panen. Karena sudah masuk kekeringan, petani jadi beralih ke tanaman lain yang bukan padi. Sudah barang tentu penurunan luas panen berdampak ke produksi beras kita,” kata Dwi saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (3/9/2019).

Dwi menjelaskan pergeseran musim panen ini disebabkan karena adanya pergeseran musim awal hujan. Alhasil panen yang semula Februari-Maret dan Oktober-November bergeser 1 bulan menjadi Maret-April dan November-Desember.

Musim panen awal yang sudah mendekati bulan Mei pun menjadi tidak maksimal karena sudah memasuki musim kemarau. Alhasil petani beralih ke tanaman lain yang bisa dikerjakan selama kemarau.

Dampaknya, lanjut Dwi, terjadi penurunan luas panen sekitar 500 ribu hektare dari tahun sebelumnya. Efeknya juga terasa pada harga gabah kering panen (GKP) dari semula Juli Rp4.555 per kilogram menjadi Rp5.000 per kilogram. Potensi jumlah produksi juga berkurang sebanyak 2 juta ton.

“Agustus sudah melonjak di atas Rp5.000 per kilogram. Itu menunjukkan ada masalah besar terkait dengan beras kita. Karena apa? Terjadi penurunan produksi yang relatif signifikan,” ucap Dwi.

Hingga Juli 2019, Kementan mencatat sekitar 31 ribu hektare luas lahan panen mengalami gagal panen atau rusak akibat kekeringan (puso). Dwi mengatakan bila puso benar-benar hanya sejumlah itu maka belum cukup signifikan memengaruhi produksi beras nasional.

Namun, Dwi menyatakan belum memercayai data Kementan terkait puso. Ia mencontohkan pada saat serangan hama 2017, Kementan mengklaim bahwa luas lahan yang terdampak sangat kecil padahal menurut BPS, 75 persen lahan terdampak hama. Pada kasus puso, Dwi juga curiga jangan-jangan luas lahan yang terdampak masih bisa lebih besar dari itu.

“Karena pelaporan itu menyangkut kinerja jajaran Kementan di wilayah yang bersangkutan. Kalau banyak di wilayahnya dilaporkan bisa kena macem-macem," imbuhnya.

Baca juga artikel terkait KEKERINGAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan