Menuju konten utama

Pemprov DKI Jakarta Temukan 57 Sumur Air Tanah Ilegal

Beberapa pemilik sumur ilegal tersebut mengaku tidak mengetahui bahwa pemanfaatan air tanah di DKI Jakarta dikenakan pajak.

Pemprov DKI Jakarta Temukan 57 Sumur Air Tanah Ilegal
Ilustrasi. Warga memompa air tanah di Jakarta, Kamis (6/4). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Dinas Perindustrian dan Energi Pemprov DKI Jakarta menemukan 57 sumur ilegal dari hasil pengawasan dan pengendalian air tanah sejak Februari lalu. Kepala Seksi Pemanfaatan Air Tanah Ikhwan Maulani mengatakan sumur-sumur ilegal tersebut ditemukan di gedung-gedung perniagaan, apartemen, SPBU, kampus, tempat kos, serta rumah sakit di beberapa wilayah di Jakarta.

"Ada 57 sumur di 46 tempat yang kami temukan, beberapa sudah ditutup dengan cor (ditutup beton)," ungkap Ikhwan kepada Tirto di Kantor Dinas Perindustrian dan Energi, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2017).

Ikhwan menyampaikan, beberapa pemilik sumur ilegal tersebut mengaku tidak mengetahui bahwa pemanfaatan air tanah di DKI Jakarta dikenakan pajak sesuai dengan klasifikasi tipe usaha. Padahal setiap gedung yang akan dibangun di Jakarta wajib memiliki sertifikat pemanfaatan air bawah tanah.

Dasar pengenaan pajak dari pemanfaatan tersebut dibagi ke dalam klasifikasi antara lain niaga kecil, industri kecil dan menengah, niaga besar, serta industri besar. Sementara nilai dasar pengenaan pajak air tanah (NPA) diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 86 Tahun 2012.

"Kalau seperti perniagaan besar harusnya dia tahu. Nah niaga kecil ini biasanya yang enggak tahu. Kan kelihatan, mereka pakai air tanah, towernya di depan, tapi izinnya ternyata tidak ada. Kalau tahu kan biasanya dia kan umpetin di dalam," katanya memaparkan.

Menurut Ikhwan, pajak pemanfaatan air tanah di Jakarta diterapkan dalam rangka konservasi dan mengontrol pengambilan air tanah di Jakarta. Karena itu, debit air tanah yang diambil oleh setiap pelaku usaha dibatasi oleh pemerintah. Jika pengambilan air tanah melebihi debit yang telah ditentukan, perusahaan atau wajib pajak dikenakan denda yang besarnya satu setengah kali dari nilai NPA.

"Misalnya, katakanlah dia dibatasi pengambilannya 500 meter kubik. Tapi yang dia ambil lebih dari itu, maka dia didenda, berapa banyak kelebihannya dikalikan 1 setengah kali dari NPA," jelas Ikhwan.

Sementara itu, Kepala Badan Pajak dan Reditribusi Daerah (BPRD) Edi Sumantri mengatakan pendapatan pajak daerah dari air tanah pada tahun ini turun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun, hal tersebut tidak bisa dipandang buruk lantaran fungsi pengenaan pajak adalah untuk konservasi air di Jakarta.

"Jadi semakin sedikit orang mengambil air tanah, semakin sedikit pemungutan pajak. Jadi fungsinya fungsi mengatur. Kita dorong masyarakat menggunakan air PAM. Menggunakan air tanahnya semakin sedikit. Karena itu, pendapatannya memang lebih rendah sedikit dibanding tahun lalu," ujarnya.

Ia mengatakan, kendati tidak signifikan, hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan pemakaian air PAM dari tahun 2011 ke 2016. Saat ini penggunaan air PAM telah mencapai 528.768.000 meter kubik dibandingkan tahun 2011 yang hanya 527.854.123 meter kubik.

Sebaliknya penggunaan air tanah turun dari 7.864.787 meter kubik menjadi 6.882.134 meter kubik.

Baca juga artikel terkait AIR TANAH atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yuliana Ratnasari