tirto.id - Ombudsman Republik Indonesia (RI) akan mengkaji dugaan terjadinya pelanggaran administrasi dalam penyediaan lapak untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) di Tanah Abang, DKI Jakarta.
Kajian hendak dilakukan karena Ombudsman RI tak menduga langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memindahkan PKL dari trotoar di kawasan Stasiun Tanah Abang ke jalan raya. Pemindahan PKL ke Jalan Jatibaru Raya di depan Stasiun Tanah Abang telah dilakukan sejak pekan lalu.
"Permasalahannya, pertama bagaimana dengan modalitas hukumnya? Karena terlalu banyak ketentuan yang dilanggar," ujar Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala di kantornya, Jumat (29/12/2017).
Pada November lalu, Ombudsman RI telah merilis hasil investigasinya mengenai penataan PKL di ibu kota. Lembaga itu menemukan sejumlah maladministrasi dalam kegiatan penataan dan penertiban PKL selama ini.
Ombudsman RI saat itu menyimpulkan ada tiga persoalan dalam proses penataan PKL di DKI selama ini. Pertama, penataan rawan praktik maladministrasi. Kedua, pengawasan Pemprov DKI dalam penertiban PKL belum optimal. Ketiga, penyalahgunaan wewenang membuka ruang transaksional yang justru merugikan PKL.
Karena itu, untuk konteks penataan PKL di DKI, Ombudsman merekomendasikan Gubernur DKI Anies Baswedan agar melakukan sejumlah langkah perbaikan.
Sebulan usai hasil investigasi diterbitkan Ombudsman, penataan PKL dilakukan Anies. Perbaikan dilakukan menyasar pedagang di kawasan Tanah Abang.
Alih-alih diusir dan dipindahkan ke bangunan-bangunan pasar, PKL di Tanah Abang justru disediakan lapak persis di badan jalan depan Stasiun Tanah Abang.
"Diskresi umumnya buat orang, bukan kelompok PKL. Kedua, diskresi bersifat temporer dan ini bersifat jangka panjang, apakah diskresi dapat dilakukan? Menurut kami kok tidak. Kami harapkan Pemda DKI segera bereskan modalitas hukumnya," katanya menjelaskan.
Menurut Adrianus, lembaganya sementara menilai pemindahan PKL di Tanah Abang maladministrasi. Kajian mengenai dugaan tersebut akan dilakukan pada Januari 2018.
"Stakeholder lain yang kelihatannya tak diuntungkan dengan kebijakan ini harus jelas, mereka tidak diuntungkan akibat kebijakan yang tak berpihak padanya atau akibat maladministrasi," ujarnya.
"Contoh, ketika pemilik toko merasa dirugikan artinya kan ada yang berpihak nih, apakah ini dalam rangka kebijakan atau maladministrasi? Harus jelas. Kesan kami ini maladministrasi untuk sementara," kata Adrianus melanjutkan.
Ombudsman memiliki tiga jenjang dalam menilai apakah sebuah aturan atau tindakan termasuk kategori maladministrasi atau bukan. Pertama, jenjang potensi maladministrasi, kemudian berlanjut ke indikasi, dan ditutup dengan kategori maladministrasi.
"Kalau sudah maladministrasi kami boleh berikan rekomendasi. Kalau rekomendasi sifatnya mengikat," terang Adrianus.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yuliana Ratnasari