tirto.id - Carrie Lam Cheng Yuet-ngor telah terpilih sebagai pemimpin eksekutif Hong Kong selanjutnya dalam pemungutan suara Minggu (26/3/2017) waktu setempat. Ia pun berjanji menyelesaikan perpecahan politik di kota tersebut setelah dinyatakan menang dalam pemilihan suara.
"Hong Kong, rumah kita, menderita akibat perpecahan cukup serius dan menghimpun banyak frustasi. Prioritas saya mengatasi perpecahan," kata Lam menjelaskan.
Untuk diketahui, terpilihnya Carrie Lam dalam pemilihan umum dianggap sebagai tipuan oleh para aktivis demokrasi yang takut kehilangan kebebasan. Sebabnya, Lam dipilih oleh komisi pemilihan yang sebagian besar anggotanya pro-Cina dan secara luas dipandang sebagai calon favorit Beijing.
Namun, Lam (59) mengatakan dalam pidatonya kepada pers setelah memenangi pemilihan bahwa dia siap memulai babak baru dalam perjalanan bersama masyarakat Hong Kong.
"Kerja menyatukan masyarakat kita menuju ke depan dimulai sekarang," papar Lam sebagaimana dilansir dari Antara.
Lam mengatakan dia akan berdiskusi dengan orang-orang dari beragam sektor mengenai pembangunan Hong Kong, seperti menggunakan sumber daya baru dalam pendidikan, mengatasi masalah perumahan dan memperkenalkan kebijakan finansial dan pajak baru.
Dia juga berjanji berupaya sepenuhnya mempertahankan "satu negara, dua sistem" dan menjaga nilai-nilai inti Hong Kong.
"Saya yakin bahwa kita bisa mengesampingkan perbedaan dan mencapai solusi terbaik," jelasnya.
Lam, yang akan menjadi perempuan pemimpin eksekutif pertama ketika menduduki jabatannya pada 1 Juli, memenangi 777 suara. Hasil ini terpaut jauh dari pesaing terketatnya, bekas sekretaris keuangan John Tsang Chun-wah, yang hanya mengumpulkan 365 suara. Kandidat ketiga, pensiunan hakim Woo Kwok-hing, hanya mendapatkan 21 suara.
Sementara itu, dilaporkan bahwa di luar tempat pemungutan suara terjadi beberapa perkelahian antara pemrotes dan kontingen besar polisi, yang menggunakan barikade besi untuk menjauhkan demonstran dari lokasi.
Para aktivis mencela adanya "campur tangan" Beijing dalam pemilihan tersebut, di tengah meluasnya laporan mengenai lobi ke pemilih untuk mendukung Lam, daripada Tsang. Mereka melantunkan "Saya ingin hak pilih universal" ketika hasilnya diumumkan.
"Kebohongan, pemaksaan, pemutihan," demikian tulisan dalam satu spanduk protes. Satu spanduk kuning besar menyerukan demokrasi sepenuhnya digantung dari puncak Lion Rock menghadap ke kota itu.
"Pemerintah pusat mengintervensi lagi dan lagi," kata Carmen Tong, mahasiswa 20 tahun. "Ini sangat tidak adil."
Sementara itu, ratusan pendukung Lam melambaikan bendera Cina dan bersorak sorai di dalam dan luar tempat pemilihan setelah kemenangan Lam.
Sejak Hong Kong kembali ke pangkuan Cina pada 1997, Beijing secara bertahap meningkatkan kontrolnya terhadap kota itu meski Cina menjanjikan kebebasan luas dan otonomi tidak diizinkan di Cina di bawah formula "satu negara, dua sistem", bersama dengan janji hak pilih universal.
Banyak pihak, termasuk oposisi demokrat, khawatir Lam akan melanjutkan kebijakan ketat petahana pro-Beijing Leung Chun-ying, sosok kontroversial yang memerintahkan penembakan gas air mata ke arah demonstran pro-demokrasi tahun 2014 dan tidak terlihat membela otonomi Hong Kong atau nilai-nilai intinya.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari