Menuju konten utama

Pemerintah Sebut Kelangkaan Garam karena Faktor Cuaca

Pemerintah sebut kelangkaan garam dipengaruhi oleh faktor permintaan dan ketersediaan yang tidak seimbang.

Pemerintah Sebut Kelangkaan Garam karena Faktor Cuaca
Petani garam membersihkan lumpur dan sisa air hujan yang menggenangi lahan tambak garam di kawasan penggaraman Talise, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (24/7). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

tirto.id - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membenarkan terjadinya kelangkaan garam di pasaran. Sampai sejauh ini, imbas terbesar dari minimnya ketersediaan itu adalah harga garam dapur yang kian melonjak. Berdasarkan pantauan di Pasar Gondangdia, Jakarta Pusat pada Selasa (25/7/2017) pagi, misalnya, harga garam dapur yang biasanya seharga Rp2.000 naik menjadi Rp5.000.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya Satyamurti mengatakan kelangkaan garam dipengaruhi oleh faktor permintaan dan ketersediaan. Artinya, kata dia, ketersediaan yang ada, tidak sesuai dengan jumlah permintaan.

“Penyebab dari itu betul, karena adanya anomali iklim sehingga petambak garam belum mulai panen, yang mengakibatkan kurangnya stok garam nasional,” kata Brahmantya saat dihubungi Tirto via telepon pada Rabu (26/7/2017).

Senada dengan Brahmantya, Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), Tony Tanduk mengatakan kelangkaan garam disebabkan tidak seimbangnya tingkat permintaan dan ketersediaan.

“Saya kira itu sesuai dengan hukum ekonomi ya,” ucap Tony kepada Tirto lewat sambungan telepon.

Tony pun lantas menambahkan, kelangkaan juga terjadi karena tertutupnya keran impor. Adapun sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015, KKP memang memberikan rekomendasi impor garam konsumsi hanya kepada PT Garam (Persero).

“Kami (para pengusaha) tidak ada supply. Untuk garam sendiri kan jenisnya ada dua, yakni jenis lokal dan impor. Buat yang impor, ada tiga variabel yang perlu diperhatikan, yaitu kualitasnya, kuantitas atau pasokannya, dan juga harga,” kata Tony lagi.

Masih dalam kesempatan yang sama, Tony mengindikasikan keluhannya terhadap kebijakan pemerintah yang hanya memberikan izin bagi PT Garam (Persero) untuk melakukan impor tersebut.

“Jangan sampai dihambat impornya, karena hukum ekonomi menjadi tidak ada. Dalam rangka mengatasi masalah kelangkaan ini, kita perlu coba adanya jaminan pasokan bahan baku. Karena garam itu kebutuhan bahan baku,” jelas Tony.

Kelangkaan garam sendiri dikatakan berasal dari Jawa Timur dan Madura yang merupakan pemasok garam terbesar di Indonesia. Berdasarkan penuturan seorang pedagang bernama Ningsih di Pasar Gondangdia, hal itu memicu sejumlah pedagang akhirnya tidak lagi berjualan garam.

“Selain harga garam yang melonjak, pasokan dari produsen garam juga kosong. Sudah sebulan produsen garam tidak mengirim stok garam,” ucap Ningsih.

Di samping harga garam per bungkus yang mengalami kenaikan, satu bungkus kotak besar garam yang tadinya berkisar Rp30.000 harganya kini melonjak jadi Rp50.000. Kenaikan pun terjadi pada satu bal isi 10 bungkus di Pengadegan Timur, Jakarta Selatan, yang awalnya dijual Rp15.000 kini naik menjadi Rp25.000.

Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Daniel Johan mengatakan kelangkaan garam berdampak pada sejumlah industri. Menurut Daniel, kegiatan operasional industri dapat meningkat 3 kali lebih mahal dengan adanya kelangkaan garam ini.

“Karena garam itu banyak digunakan sebagai bahan untuk industri bernilai strategis. Contohnya seperti kimia dasar maupun pengolahan ikan asin. Selain itu, kapal ikan juga jadi banyak yang mangkrak, karena untuk melaut nelayan butuh es dan garam,” ujar Daniel kepada Tirto, Rabu (26/7) siang.

Baca juga artikel terkait GARAM atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz