Menuju konten utama

Pemerintah akan Wajibkan Semua Kapal Pasang Sistem Identifikasi AIS

Kemenhub bakal memulai mandatori pengaktifan sistem identifikasi otomatis (AIS) pada kapal berukuran minimal 35 gross tonage (GT).

Pemerintah akan Wajibkan Semua Kapal Pasang Sistem Identifikasi AIS
(Gambar atas) KRI Todak (631) berada di sebelah Kapal Coast Guard Cina 3303 saat mencoba menangkap kapal nelayan Han Tan Cou 19038 yang memasuki perairan Indonesia di Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (17/6). ANTARA FOTO/HO/Dispen Koarmabar.

tirto.id - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bakal memulai mandatori pengaktifan sistem identifikasi otomatis (AIS) pada kapal berukuran minimal 35 gross tonage (GT). Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Menhub Nomor 7/2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis bagi Kapal yang Berlayar di Perairan Indonesia.

Aturan tersebut bakal diberlakukan mulai 20 Agustus mendatang, meskipun sejumlah nelayan pemilik kapal ikan masih merasa keberatan. Sebab, dalam International Maritime Organization (IMO) mewajibkan kapal mulai 300 GT.

Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Basar Antonius mengatakan, keberatan kapal-kapal kecil dalam pemasangan sistem AIS tersebut salah satunya adalah biaya pengadaan.

Namun, kata dia, saat ini Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah membuat peralatan semacam AIS dengan harga yang lebih terjangkau. Karena itulah, menurutnya, tak ada alasan bagi kapal-kapal yang berlayar di perairan Indonesia untuk tidak memasang sistem AIS di kapal mereka.

"BPPT sudah membangun peralatan semacam ini yang harganya ekonomis dan sudah uji sertifikasi di BPKP. Sehingga nanti mungkin pabrikan yang akan memproses, memperbanyak hasil dari BPPT," ujarnya dalam diskusi bertajuk 'Menilik Kesiapan Penerapan AIS' yang digelar Forwahub di Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2019).

Menurut Basar, pengaktifan sistem AIS bagi seluruh kapal yang berlayar di Indonesia penting mengingat pelanggaran yang terjadi di lapangan banyak melibatkan kapal-kapal kecil yang tidak termonitor. Misalnya, ujar dia, pembuangan limbah di Selat Malaka yang berdampak ke perairan Indonesia.

Pemerintah, ujarnya, juga tak khawatir kewajiban itu akan bertabrakan dengan aturan internasional. Hal itu lantaran Indonesia tengah mengajukan proposal skema pemisahan alur (TSS) Selat Sunda dan Selat Lombok ke IMO.

Dia menilai kendala untuk meloloskan proposal tersebut adalah banyaknya kapal nelayan yang masuk dalam standar kapal non-konvensional (NCVS) di dua Selat tersebut.

Terkait dengan kekhawatiran makin maraknya pembajakan kapal dengan diwajibkannya aktivasi AIS, menurut Basar, kurang beralasan. Sebab, nantinya, kapal-kapal tersebut bisa mematikan sistem AIS di sejumlah wilayah yang memang rawan pembajakan

"Pada titik tertentu pada tempat yang membahayakan kapal, no problem matikan. Jadi di atas 300 GT itu wajib hukumnya menyalakan AIS dan memasang AIS. Bagi kapal-kapal konvensi wajib menyampaikan ini," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KAPAL atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri