Menuju konten utama

Pekerjaan Rumah Dewan Masjid Menangkal Paham Radikal di Masjid

DMI telah menyebarkan pedoman ceramah pada masjid di instansi pemerintah. Namun tak semua mendapatkan pedoman itu, antara lain masjid di Kemendagri.

Pekerjaan Rumah Dewan Masjid Menangkal Paham Radikal di Masjid
Salah seorang jamaah Iktikaf Masjid Istiqlal melakukan gerakan salam usai shalat malam di Masjid Istiqlal pada dini hari, Jakarta, Jumat (8/6/2018). Malam hari pada sepuluh hari akhir bulan Ramadan, Masjid Istiqlal dipenuhi jamaah yang melakukan Iktikaf. tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Riset Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dan Rumah Kebangsaan, yang dirilis pada Minggu (8/7/2018), cukup mengejutkan. Ada 41 masjid dari 100 masjid di kementerian, BUMN, dan lembaga negara di Jakarta sempat memunculkan konten khotbah yang berisi paham radikal.

Direktur Pengawas P3M Agus Muhammad telah meminta kepada Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan pemerintah untuk memperhatikan temuan ini, tapi tak ditanggapi. "Kami menyayangkan sikap yang belum merespons ini. Padahal ini hal yang serius," kata Agus. Oleh karena itu permintaan disampaikan secara terbuka lewat media massa.

Pemerintah dan DMI sudah tahu ihwal paham radikal masuk masjid-masjid milik pemerintah. Namun, Majelis Mustasyar DMI Nasarudin Umar kepada Tirto, mengatakan sudah melakukan tuntunan dakwah inklusif pada seluruh masjid kementerian, BUMN dan lembaga negara lain sejak akhir 2017. Dengan kata lain, upaya pembenahan dilakukan sesudah riset P3M yang berlangsung 29 September-21 Oktober 2017.

"Kalau 2017 iya [jadi tempat ceramah negatif]. Tapi per Oktober 2017 itu kami sudah benahi masjid-masjid pemerintah atas permintaan menteri BUMN. Jadi kalau disurvei lagi sekarang, ya beda hasilnya," kata Nasarudin kepada Tirto.

Poin pembenahan itu antara lain soal seruan apa yang sebaiknya dikatakan dan tidak dikatakan oleh seorang penceramah dalam masjid. DMI telah menyusun tema khotbah dan disebar ke instansi pemerintah agar dipatuhi para mubalig.

Selain itu, DMI juga menyusun program pembinaan terhadap pengurus masjid, di level masjid pemerintah atau masjid umum. Masalahnya inisiatif ini belum tentu terlihat hasilnya dalam waktu dekat.

"Kami baru mulai 2018, jadi mungkin setahun ini baru bisa dilihat hasilnya," kata Nasarudin.

Belum Merata

Upaya pembenahan konten dakwah di masjid oleh DMI belum merata penyebarannya. Masih ada masjid yang belum mendapatkan rekomendasi program tuntunan khotbah, salah satunya masjid Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ketua pengurus masjid Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, mengaku belum mendapatkan tuntutan dakwah yang dimaksud.

"Belum [menerima konten dakwah DMI]," kata Zudan kepada Tirto, Senin (9/7/2018).

Zudan memastikan masjid yang dipimpinnya steril dari hal-hal paham radikal. Khotbah di masjid Kemendagri, katanya, selalu bernuansa sejuk dan menyebarkan pesan persatuan dan kesatuan.

"Alhamdulillah selalu sejuk. Jemaah juga tidak ada yang protes," kata Zudan.

Berbeda dengan Kemendagri, pihak Kementerian BUMN mengaku telah mendapatkan rekomendasi DMI. Hal ini disampaikan Staf Khusus Kementerian BUMN Wianda Pusponegoro. "Setelah mendapat rekomendasi itu kami langsung mengimbau kepada dirut SDM di setiap lembaga untuk mengaplikasikannya di lembaga masing-masing."

Wianda menyatakan sebelum mendapat rekomendasi program tuntunan khotbah dari DMI, pihaknya telah aktif mencegah konten kebencian tersebar di masjid-masjid BUMN di Indonesia. Hal ini dilakukan setelah mendapat kabar kalau salah satu masjid jadi tempat penyebaran materi yang dianggap memecah belah.

Sementara itu, pihak pemerintah, dalam hal ini kementerian agama (Kemendag) yang juga punya peran melakukan pembinaan dalam menangkal penyebaran paham radikal di masjid-masjid, ikut angkat suara. Kemenag sempat mengadakan rapat dengan mengundang berbagai pengelola masjid di lingkungan pemerintahan membahas masalah paham radikal di masjid.

Kabag Humas Kemenag Mastuki menanggapi soal adanya masjid yang belum mendapatkan program pembinaan khotbah masjid dari DMI, seperti dalam kasus masjid Kemendagri. Ia menegaskan pihaknya memang tidak pernah mengirim surat khusus ke Kemendagri.

"Cuma seruan umum ke publik," kata Mastuki.

Ketua DMI sekaligus Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat mengungkap tantangan menangkal khotbah negatif juga ada pada aspek sumber daya manusia. Akan sulit memaksimalkan program apa pun selama pengurus DMI masih disibukkan mencari danauntuk membangun masjid dan menggaji para takmir.

Menurut Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin, pemerintah bakal terus mendorong antar lembaga untuk berkoordinasi. Cara itu yang menurutnya bisa dimaksimalkan di tengah keterbatasan yang ada.

"Caranya tidak lain adalah melakukan koordinasi ulang antar lembaga," katanya kepada Tirto. "Sekarang kami sedang membangun narasi dakwah yang kembali kepada pola sesungguhnya. Yang damai," tambahnya.

Temuan Riset

Dalam penelitian tersebut, dari 41 masjid dengan khotbah berkonten radikal, 17 di antaranya berada dalam kategori radikal tinggi, 17 masjid dalam kategori sedang, dan tujuh masjid dalam kategori rendah.

Masjid BUMN berada di posisi pertama. Dari 37 masjid BUMN yang diobservasi, ada 21 masjid yang kedapatan menyampaikan konten khotbah yang tak sesuai. Pada posisi kedua ada masjid kementerian, jumlahnya 12 dari total 35 masjid. Di urutan terakhir ada masjid lembaga negara dengan jumlah delapan dari total 28 masjid.

Pengertian khotbah radikal menurut riset ini adalah membahas soal khilafah dengan nada berpihak. Khotbah ini mengarah pada menolak pancasila, bentuk negara, dan demokrasi. Khotbah lain isinya menyudutkan agama lain. Secara spesifik, 39 persen ujaran kebencian ditujukan kepada Katolik, 18 persen kepada Tionghoa, 22 persen terhadap Yahudi, dan 17 persen terhadap Kristen. Riset ini baru melingkupi satu wilayah Jakarta saja.

Infografik CI masjid negara terpapar radikalisme

Baca juga artikel terkait DEWAN MASJID INDONESIA atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Rio Apinino