Menuju konten utama

PBNU Larang Pengurus Harian Rangkap Jabatan di Parpol

PBNU menegaskan para pengurus harian NU tidak boleh rangkap jabatan di partai politik.

PBNU Larang Pengurus Harian Rangkap Jabatan di Parpol
(ki-ka) Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni, Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf, Pengurus Harian PBNU Ulil Abshar Abdallah dan Sekretaris SC Miftah Faqih dalam konferensi pers di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2023). Tirto.id/Iftinavia Pradinantia.

tirto.id - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menegaskan para pengurus harian NU tidak boleh rangkap jabatan di parpol.

"Pengurus Harian PBNU tidak boleh merangkap sebagai pengurus harian partai politik," tutur pria yang akrab disapa Gus Yahya ini, Jumat (15/9/2023).

"Kalau bukan pengurus harian masih boleh rangkap jabatan," lanjutnya.

Wakil Ketua Umum PBNU, Amin Said Husni menambahkan pengurus mandataris di semua tingkatan tidak boleh merangkap jadi pengurus partai politik di tingkat apapun. "Walaupun cuma jadi penasihat partai politik tidak boleh," tegas Amin.

Larangan terkait rangkap jabatan secara rinci telah diatur secara tegas dalam Peraturan Besar NU, Bab I pasal 1 ayat 1 a, b, c, d.

"Dalam satu tahun terakhir, calon yang akan menjadi kandidat mandataris struktur NU itu juga harus bukan pengurus partai politik atau memiliki jabatan publik," jelas Gus Yahya.

Orang yang memiliki jabatan publik artinya orang yang dipilih melalui proses politik tertentu. Misalnya, Presiden, Wakil Presiden, Gubernur, Wakil Gubernur, anggota DPR RI, hingga menteri. "Mereka tidak boleh rangkap jabatan mandataris NU," ucap Gus Yahya.

Selain itu, Gus Yahya juga melarang mandataris NU untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

"Mandataris dan lampirannya (Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum) enggak boleh nyaleg," ujarnya.

Selain melarang pengurus harian NU untuk aktif sebagai anggota parpol, Gus Yahya juga tidak memperbolehkan anggota NU untuk membuat pernyataan atas nama lembaga kecuali melalui hasil rapat dan permusyawaratan. "Kalau melanggar tentu ada sanksi terkait pengatasnamaan lembaga di luar norma yang ada," tukasnya.

Baca juga artikel terkait PBNU atau tulisan lainnya dari Iftinavia Pradinantia

tirto.id - Politik
Reporter: Iftinavia Pradinantia
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Maya Saputri