Menuju konten utama

Panduan Pengendalian Tuberkulosis di Tempat Kerja dari Kemnaker

Panduan pengendalian tuberkulosis di tempat kerja diterbitkan oleh Kemnaker lewat Permenaker Nomor 13 Tahun 2022.

Panduan Pengendalian Tuberkulosis di Tempat Kerja dari Kemnaker
Ilustrasi penderita TBC. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) merilis panduan pengendalian tuberkulosis di tempat kerja. Panduan ini diterbitkan dalam rangka meningkatkan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Penyakit tuberkulosis atau TBC bisa menyebar di manapun termasuk di lingkungan kerja. Penularan TBC di lingkungan kerja bisa berlangsung secara masif serta memengaruhi orang-orang yang sehat dan produktif.

Padahal, menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angka kematian akibat penyakit TBC paling tinggi berasal dari masyarakat usia produktif.

Oleh karena itu, dengan adanya panduan pengendalian TBC tersebut diharapkan dapat mengeliminasi kasus TBC di tempat kerja. Namun, sebelum mengetahui panduan pengendalian TBC di tempat kerja ada baiknya mengetahui apa itu penyakit TBC.

Apa Itu Penyakit Tuberkulosis?

TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), TBC masuk sebagai 10 penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia.

Penderita penyakit TBC biasanya akan mengalami gangguan sistem pernapasan, mulai dari batuk berdahak hingga batuk berdarah. Bedanya dengan batuk biasa, gejala batuk TBC bisa berlangsung selama lebih dari tiga minggu.

Selain batu-batuk, penderita juga akan mengalami demam, lemas, kehilangan nafsu makan, dan penurunan berat badan.

Kasus TBC di Indonesia sendiri cukup tinggi. Berdasarkan data final dari Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2ML), estimasi kasus TB di Indonesia per 2021 mencapai 824.000 kasus dengan 15.186 di antaranya meninggal dunia.

Penyakit TBC menyebar lewat udara dan ditularkan dari penderita TBC ke orang lain. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) bakteri tersebut dapat keluar dari tubuh penderita ketika bersin, batuk, atau berbicara.

Bakteri bisa bertahan di udara selama beberapa jam, dan dapat menginfeksi orang yang sehat jika terhirup.

Penularan TBC bisa dicegah dengan beberapa cara, mulai dari menerima vaksin BCG, tidak melakukan kontak langsung dengan penderita, mengenakan masker, dan rajin mencuci tangan dengan sabun.

Panduan Pengendalian TBC di Tempat Keja

Panduan pengendalian TBC di tempat kerja tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 13 Tahun 2022.

Permenaker membahas secara detail hal apa saja yang wajib dilakukan oleh pemberi kerja atau perusahaan setelah menemukan kasus TBC di lingkungan kerjanya.

Menurut Kemenkes setidaknya ada enam hal yang harus dipertimbangkan dalam pengendalian TBC merujuk Permenaker tersebut, yaitu:

1. Menemukan penderita TBC sesegera mungkin

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam upaya pengendalian TBC di tempat kerja adalah menemukan penderita TBC. Tahap ini merupakan bagian dari TEMPO (Temukan, Pisahkan, dan Obati).

Langkah menemukan penderita TBC bisa dilakukan dengan menerapkan pemeriksaan kesehatan awal sebelum bekerja atau pre employment examination.

Selanjutnya, perusahaan sangat disarankan untuk mewajibkan karyawan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala dan melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan kerja seperti klinik atau rumah sakit.

2. Melacak risiko penularan TBC di tempat kerja

Jika ditemukan kasus penderita TBC di lingkungan kerja, maka langkah selanjutnya adalah melacak risiko penularan di tempat kerja.

Menurut Kemenkes, langkah ini dapat dilakukan dengan menerapkan 7 langkah diagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK), yaitu:

  • melakukan diagnosis klinis;
  • menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaan;
  • menemukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit;
  • menemukan seberapa besar pajanan yang dialami;
  • menganalisis apakah ada faktor individu yang berperan;
  • mengidentifikasi apakah ada aktor lain diluar pekerjaan;
  • menentukan diagnosis okupasi.

3. Membangun lokasi kerja khusus

Setelah dikonfirmasi bahwa ada penderita TBC di tempat kerja, perusahaan wajib memisahkan pekerja yang sakit dengan yang sehat. Langkah ini dilakukan untuk mencegah penyakit menular ke karyawan yang lain.

Lokasi kerja khusus karyawan yang menderita TBC harus layak dengan ventilasi yang baik, serta mendapatkan banyak sinar matahari.

4. Memberikan fasilitas dan edukasi

Perusahaan direkomendasikan memiliki manajemen khusus yang bertugas dalam memberi dukungan untuk pengendalian dan pencegahan TBC.

Ini termasuk memberikan dukungan administratif, edukasi soal penyakit TBC, sekaligus memberikan fasilitas layanan kesehatan TBC. Perusahaan juga sebisa mungkin merancang lingkungan kerja yang baik, sehat, serta aman untuk semua pekerja yang terlibat.

5. Menentukan status layak kerja

Perusahaan sebaiknya menerapkan asesmen medis untuk menentukan apakah karyawan maupun calon karyawan layak kerja.

Mengutip dari Kemenkes hasil asesmen medis nantinya bisa dipertimbangkan apakah pekerja bisa masuk kerja dengan efektif tanpa membahayakan dirinya atau lingkungan kerja.

Apabila kondisi penderita cukup baik dan pekerjaan tidak mengganggu proses kerjanya, maka perusahaan dapat mengizinkannya berpartisipasi dengan catatan menerapkan etika batuk serta menggunakan alat pelindung diri.

6. Memberikan cuti dan program kembali kerja

Penderita TBC aktif disarankan menerima cuti selama dua minggu. Periode tersebut harus digunakan untuk pengobatan dan istirahat hingga TBC yang ia derita dinyatakan tidak lagi menular.

Sebelum kembali bekerja, pekerja sebaiknya kembali melakukan tes TBC dan terus mengonsumsi obat-obatan yang diresepkan oleh dokter.

Baca juga artikel terkait TBC atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yantina Debora