Menuju konten utama

Pakar Hukum: Tidak Ada Sanksi Pembubaran Ormas di UU Ormas

Ronald Rofiandri menilai bahwa di dalam Undang-Undang Ormas tidak ada sanksi pembubaran terhadap ormas.

Pakar Hukum: Tidak Ada Sanksi Pembubaran Ormas di UU Ormas
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Keluarga Besar Nahdlatul Ulama kota Bandung berdemonstrasi menuntut pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Bandung, Jawa Barat, Kamis (13/4). ANTARA FOTO/Agus Bebeng.

tirto.id - Pemerintah berencana akan membubarkan organisasi kemasyarakatan (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) karena dinilai tidak melaksanakan peran positif untuk pembangunan tujuan nasional. Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto Selama ini aktifitas HTI telah menimbulkan benturan di masyarakat yang mengancam keamanan dan ketertiban serta keutuhan NKRI.

Menanggapi rencana pembubaran itu, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandri menilai bahwa di dalam Undang-Undang Ormas tidak ada sanksi pembubaran terhadap ormas. "Di catatan saya sudah dijelaskan bisa saja hal tersebut karena pelanggaran UU Ormas. Tapi tidak ada sanksi pembubaran di Undang-Undang di Ormas " kata Ronald Rofiandri kepada Tirto.id, Senin, (8/5/2017).

Lebih lanjut Ronald menjelaskan, sanksi dalam UU Ormas, khususnya pasal 60 sampai 80 UU Ormas tidak menjelaskan secara rinci tentang sanksi dan format pembubaran. Namun, ada satu Pasal 21 huruf b yang tegas mengatur bahwa Ormas penolak Pancasila bisa dikenakan aturan tersebut. Dalam pasal 21 huruf b diterangkan bahwa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan NKRI.

"Tapi di UU Ormas sendiri ditentukan juga ada informasi tidak boleh melanggar Pasal 59 ayat (4). Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila. Tapi sekali lagi tidak ada sanksi pembubaran," kata Ronald.

Pasal lain yang menjadi fokus Ronald dalam UU Ormas adalah Pasal 61. Menurutnya tidak ada satu pun nomenklatur pembubaran HTI dalam UU Ormas. Di pasal 61 tersebut menerangkan adanya sanksi administratif yang terdiri atas peringatan tertulis, penghentian bantuan atau hibah. Sanksi lain adalah penghentian sementara kegiatan Ormas tersebut

"Maka kalaupun sudah meresahkan bisa dihentikan secara pelan-pelan. Di Pasal 61 pencabutan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau status hukumnya dicabut. Tapi tetap bukan dibubarkan secara terbuka," kata dia.

Ia melanjutkan, langkah selanjutnya ada pada Pasal 62 ayat (1) UU Ormas yang berisikan soal penghentian bantuan atau hibah. Sejak beberapa tahun, tepatnya pada 2012 silam bantuan hibah dan bantuan sosial telah dikunci dari mata anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.

Apalagi peniadaan SKT sudah ditetapkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XI/2013 SKT tidak lagi bersifat wajib. Jelas sudah, sanksi pencabutan SKT menjadi tidak relevan.

"Jadi makanya sanksi pencabutan badan hukum tidak cocok dong. Makanya ini tugas berat pemerintah untuk mengembalikan ideologi Pancasila juga. Mau membubarkan tidak diatur UU. Kalau tidak ya begitu," jelas Ronald.

Baca juga artikel terkait HTI atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto