tirto.id - Sepanjang 2015, ribuan borjuis bermigrasi. Kebijakan pajak perorangan yang cukup tinggi di negara asal menjadi salah satu alasan.
Januari 2013, Gérard Xavier Marcel Depardieu, aktor ternama Perancis yang membangun karier di tanah kelahirannya itu memutuskan angkat kaki dan menjadi warga Rusia. Pajak progresif perorangan yang dipatok pemerintah Perancis hingga 75 persen menjadi pemicunya.
Depardieu tak sendiri. Para pesepakbola juga ramai-ramai hijrah ke klub-klub di negara dengan pajak lebih ringan, seperti Inggris. Yohan Cabaye dan Moussa Sissoko misalnya, mereka memilih bergabung ke Newcastle United, sebuah klub di Liga Inggris.
Pajak yang tinggi mungkin bukan satu-satunya alasan mereka hijrah. Namun, pajak yang tinggi merupakan alasan cukup kuat yang membuat mereka angkat koper dari Perancis.
Pajak Tinggi ala Hollande
Pajak penghasilan yang super tinggi merupakan ide Francois Hollande, Presiden Perancis yang sosialis. Hollande telah menggaungkan rencana menaikkan pajak penghasilan sejak masa kampanye. Membayar pajak 75 persen bagi mereka yang berpenghasilan di atas satu juta euro per tahun disebutnya sebagai aksi patriotik.
Alih-alih mendatangkan pendapatan pajak yang lebih tinggi, kebijakan Hollande malah membuat Perancis gagal mencapai target perolehan pajak pada 2013. Dari target perolehan pajak sebesar 30 miliar euro, Perancis hanya bisa mengumpulkan setengahnya. Tak hanya itu, sebanyak lima juta warga Perancis juga memilih tinggal di Inggris, Belgia, dan negara lain yang pajaknya lebih rendah.
Awal 2015, kebijakan pajak penghasilan hingga 75 persen resmi dihapuskan. Kini, pajak penghasilan di Perancis tidak ada yang melebihi 45 persen. Namun, Perancis tetap merupakan negara yang mematok pajak penghasilan progresif cukup tinggi. Negara lain yang pajaknya tak kalah tinggi antara lain Italia, Cina, Spanyol, Yunani, dan Israel.
Maret lalu, lembaga penyedia analisis sektor kekayaan global, New World Wealth merilis data tentang migrasi borjuis sepanjang 2015. Perancis menjadi negara yang kehilangan paling banyak orang kayanya. Tercatat 10.000 orang kaya Perancis berpindah kewarganegaraan. Di tempat kedua, ada Cina yang kehilangan 9.000 jutawannya, disusul Italia, India, Yunani, Rusia, Spanyol, dan Brazil.
Mayoritas negara tujuan migrasi dari negara-negara itu adalah Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Australia. Borjuis-borjuis Perancis misalnya, sebagian besar memilih pindah ke Inggris, AS, Kanada, Australia, dan Israel. Hartawan Yunani dan Italia lebih suka Inggris dan AS.
Alasan migrasi para borjuis memang tak melulu karena tingginya pajak di negara asal. Meningkatnya tensi ras dan agama juga menjadi pemicu. Di Perancis, misalnya. Negara ini dihantam dua teror terkait agama tahun lalu. Awal tahun, terjadi penembakan kantor redaksi Charlie Hebdo, salah satu tabloid satir di Paris. Sebanyak 12 orang mati ditembak.
Menjelang akhir tahun 2015, bom bunuh diri dan penembakan terjadi di beberapa titik kota Paris. Sebanyak 130 orang terbunuh, 368 orang luka-luka. Dua aksi teror, ditambah pajak penghasilan dan pajak kekayaan yang cukup tinggi. Tak heran jika Perancis menjadi jawara negara yang kehilangan paling banyak borjuisnya pada tahun itu.
Migrasi
Negara tujuan migrasi pada umumnya mematok pajak lebih rendah dari pajak di negara asal. Misalnya saja Kanada, yang hanya mengenakan pajak penghasilan hanya 35 persen. Di Amerika Serikat sedikit lebih tinggi yakni 39,6 persen.
Seorang borjuis Perancis dengan penghasilan 500 ribu euro per tahun harus membayar pajak penghasilan sebesar 45 persen atau 225.000 euro kepada pemerintah. Dengan penghasilan yang sama, dia hanya perlu membayar pajak 175.000 euro jika menjadi warga Kanada.
Di Kanada, borjuis Perancis ini pun tak perlu membayar pajak kekayaan yang besarnya mencapai 1,5 persen di negara asalnya. Bayangkan jika kekayaannya mencapai 20 juta euro, dia bisa menghemat pajak kekayaan 300 ribu euro atau setara Rp4 miliar setiap tahunnya. Uang 300 ribu euro bisa untuk membeli sebuah rumah dengan empat kamar tidur di Quebec.
Depardieu, artis yang namanya disebut pada awal naskah ini diprediksi memiliki kekayaan 200 juta euro. Dengan pindah ke Rusia, dia terbebas dari pajak kekayaan dan hanya membayar 13 persen pajak penghasilan per tahunnya.
Begitu pula dengan borjuis Italia yang kebanyakan pindah ke Inggris dan Amerika. Di Italia, orang-orang kaya dengan penghasilan di atas 75 ribu euro per tahun harus membayar pajak 43 persen. Kalau mereka pindah ke Amerika, pajak yang harus dibayar maksimal hanya 39,6 persen.
Dampak Negatif Migrasi Borjuis
Ketika orang-orang kaya ini angkat kaki dari satu negara, mereka akan membawa serta uang mereka yang jumlahnya tentu tak sedikit. Migrasi orang kaya sama dengan migrasi uang. Apa kira-kira yang akan terjadi kalau begitu banyak uang keluar dari suatu negara? Laporan New World Wealth menyebutkan, migrasi akan memberi dampak negatif pada mata uang lokal, pasar saham, properti, dan jumlah pengangguran.
Mari kita lihat pasar saham Perancis. Sebagai negara dengan pajak tertinggi dan kehilangan borjuis terbanyak, apakah ada dampak negatif pada pasar sahamnya? Sepanjang 2015, CAC 40, indeks pasar saham Perancis jatuh di angka 4.458 pada Oktober 2015. Padahal, di bulan April tahun itu, CAC 40 pernah menyentuh 5.154.
Saat ini, pasar saham Perancis memang tengah memerah. Sejak awal tahun 2016, hingga April ini, trennya terus menurun. Januari 2016, CAC 40 dibuka di angka 4.637, dan fluktuasinya terus turun hingga 4.245 pada 7 April lalu.
Naik turunnya indeks saham tentu dipengaruhi banyak hal, suku bunga, harga minyak, ekonomi global, sentimen politik, kurs mata uang, dan banyak lagi. Migrasi para miliuner belum tentu memberi sentimen negatif langsung pada saham. Atau dengan kata lain, ia bukanlah satu-satunya faktor yang membuat CAC 40 anjlok. Namun, New World Health menyebut migrasi dana borjuis sebagai salah satu pemicu.
Migrasi para miliuner ini ternyata juga ikut ambil peran dalam memperburuk angka pengangguran di Perancis. Pada akhir 2014, angka pengangguran di Perancis berada di angka 9,9 persen. Setahun kemudian, jumlahnya meningkat menjadi 10,4 persen.
Dalam skala makro, produk domestik bruto (PDB) Perancis tampak baik-baik saja pada 2015. Tidak ada dampak negatif signifikan dari perginya orang-orang kaya ini. PDB Perancis bahkan naik 1,4 persen dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan PDB pada 2014 yang hanya 1,1 persen.
Perolehan pajak penghasilan Perancis pada 2015 pun belum terkena imbas dari migrasi ini. Meskipun ditinggal pergi oleh 10.000 miliunernya, Perancis masih mampu mengumpulkan pajak penghasilan hingga 176,98 miliar euro sepanjang 2015. Angka tersebut naik 6 persen dari perolehan pajak tahun sebelumnya.
Akan tetapi, jika Perancis tak menghasikan orang kaya-orang kaya baru atau terus kehilangan miliunernya di tahun-tahun mendatang, dampak negatif diprediksi semakin terasa di berbagai sektor.
Kebijakan Perancis menerapkan pajak tinggi terbukti malah merugikan. Perginya kaum borjuis untuk menghindari pajak tinggi, justru membuat Perancis kelimpungan. Ini menjadi pelajaran berharga untuk negara-negara yang hendak menerapkan kebijakan serupa.