Menuju konten utama

Otto Warmbier, Mahasiswa AS Bekas Tahanan Korut Meninggal

Mahasiswa University of Virginia, yang ditahan selama 17 bulan ditahan Korea Utara, dinyatakan meninggal dunia setelah mengalami keadaan koma sejak kembali ke rumah.

Otto Warmbier, Mahasiswa AS Bekas Tahanan Korut Meninggal
Mahasiswa Amerika Serikat Otto Warmbier menangis di ruang sidang di sebuah lokasi tak disebutkan di Korea Utara, dalam foto yang dirilis Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA) di Pyongyang, Rabu (16/3/16). Mahkamah Agung Korea Utara menhukum Warmbier, mahasiswa Universitas Virginia berusia 21 tahun, yang ditahan saat sedang berkunjung tersebut, 15 tahun kerja paksa atas kejahatan menentang negara. (REUTERS/KCNA/djo/16 )

tirto.id - Otto Warmbier, mahasiswa berusia 22 tahun yang kembali ke AS dalam keadaan koma minggu lalu setelah 17 bulan menjalani tahanan di Korea Utara, telah meninggal di sebuah rumah sakit di Cincinnati, demikian orang tuanya mengumumkan.

"Ini adalah tugas menyedihkan, melaporkan bahwa anak kami, Otto Warmbier, telah menyelesaikan perjalanannya pulang. Dikelilingi oleh keluarga tercintanya, Otto meninggal hari ini jam 2.20 sore," tutur Fred dan Cindy Warmbier dalam sebuah pernyataan pada Senin (19/6/2017).

Dilansir dari The Guardian, mereka menambahkan bahwa kematian putranya tak terelakkan sebagai akibat dari "perlakuan buruk dan mengerikan yang diterima putra kami di tangan orang Korea Utara."

Warmbier ditangkap di Bandara Pyongyang pada Januari 2016 dan dihukum pada Maret 2017 selama 15 tahun untuk menjalani kerja paksa karena diduga mencuri poster propaganda dari kamar hotelnya, tempat dia menginap sebagai bagian dari tur rutinnya.

Setelah divonis, mahasiswa University of Virginia itu menangis karena hukumannya dan mengatakan: "Saya telah membuat kesalahan terburuk dalam hidup saya." Persidangan dilaporkan berlangsung kurang dari satu jam.

Warmbier kemudian dievakuasi secara medis dari Korea Utara pada Selasa (13/6/2017) lalu dan diterbangkan ke AS. Dokter dari pusat medis Universitas Cincinnati, tempat Warmbier diambil, mengatakan bahwa dia telah menderita luka-luka kardiopulmoner yang berkaitan dengan penangkapan dan dalam keadaan tidak responsif. Pemindaian menunjukkan kehilangan luas di seluruh wilayah otak Warmbier.

"Ketika Otto kembali ke Cincinnati pada akhir 13 Juni, dia tidak dapat berbicara, tidak dapat melihat dan tidak dapat bereaksi terhadap perintah lisan," kata orang tuanya dalam pernyataan mereka.

"Dia terlihat sangat tidak nyaman - hampir sedih. Meski kita tidak akan pernah mendengar suaranya lagi, dalam sehari wajah wajahnya berubah - dia merasa damai. Dia ada di rumah dan kami yakin bisa merasakannya. "

Keluarga Warmbier mengucapkan terima kasih kepada para dokter atas usaha mereka pada hari Senin namun menambahkan: "Sayangnya, perlakuan buruk yang mengerikan yang diterima putra kami di tangan orang Korea Utara memastikan bahwa tidak ada hasil lain yang mungkin terjadi selain yang menyedihkan yang kita alami saat ini."

"Akan mudah pada saat seperti ini untuk fokus pada semua yang hilang - masa depan yang tidak akan dihabiskan seorang pemuda yang hangat, menarik, brilian, yang rasa ingin tahu dan antusiasmenya untuk hidup tidak mengenal batas," ungkap orang tua Warmbiers. "Tapi kami memilih untuk fokus pada waktu dan kesempatan yang diberikan pada kami untuk bertemu dengan orang yang luar biasa ini."

Berbicara di sebuah acara publik pada Jumat (16/6/2017), Donald Trump mengambil kredit atas nama pemerintahannya karena mendapatkan kembali Warmbier.

"Mari saya mulai dengan mengatakan bahwa saya senang Sekretaris Negara Rex Tillerson dan saya, bersama dengan tim yang sangat berbakat, bisa mendapatkan Otto Warmbier kembali bersama orang tuanya," kata Trump dalam sebuah pidato di Miami.

"Apa yang terjadi padanya adalah hal yang benar-benar mengerikan, tapi setidaknya orang-orang yang sangat mencintainya sekarang bisa menjaganya dan bersamanya,” paparnya lagi.

Mengomentari kematian Warmbier pada hari ini, Senin, Presiden Trump berkata: "Banyak hal buruk terjadi, tapi setidaknya kita membawanya pulang untuk tinggal bersama orang tuanya."

Berbicara dalam sebuah acara di Gedung Putih, dia menambahkan: "Ini adalah rezim yang brutal dan kami dapat menanganinya."

Dalam sebuah pernyataan kemudian, Trump mengucapkan belasungkawa kepada orang tua Warmbier, dan berkata: "Nasib Otto telah mempertegas pemerintahan saya untuk mencegah tragedi semacam itu menimpa orang-orang yang tidak bersalah di tangan rezim yang tidak menghormati peraturan hukum atau kesusilaan dasar manusia."

John McCain, senator Partai Republik, menuduh Korea Utara membunuh Warmbier. Dalam akun Twitternya, McCain menulis: “Turut beredih atas kematian Otto Warmbier, disiksa dan dibunuh oleh #NorthKorea - AS seharusnya tidak menolerir tindakan permusuhan tersebut.”

Senator Republik Rob Portman, yang berasal dari Cincinnati, mengatakan Korea Utara harus "dihukum secara universal karena perilaku menjijikkannya". Sementara itu, Senator Demokrat Sherrod Brown mengatakan "tindakan tercela di negara itu ... harus dikutuk".

Tiga orang warga AS lainnya tetap ditahan di Korea Utara. Pemerintah AS menuduh Korea Utara menggunakan tahanan tersebut sebagai pion politik. Sementara sebelumnya, Korea Utara menuduh Washington dan Korea Selatan mengirim mata-mata untuk menggulingkan pemerintahannya.

Human Rights Watch mengatakan bahwa kematian Warmbier "setelah disiksa dalam tahanan Korea Utara" membuktikan bahwa rezim tersebut bersedia “bertindak brutal dan membunuh untuk mempertahankan kekuasaan mereka."

Phil Robertson, wakil direktur divisi Asia kelompok tersebut mengatakan: "Korea Utara kembali menegaskan kembali posisinya sebagai salah satu pemerintahan yang menyalahgunakan hak asasi manusia terburuk di dunia."

Setelah kejadian ini, Young Pioneer Tours, perusahaan perjalanan yang membawa Warmbier ke Korea Utara, mengatakan tidak akan lagi membawa warga AS ke negara tersebut karena "risikonya terlalu tinggi."

Baca juga artikel terkait KOREA UTARA atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari