tirto.id - Di salah satu scene di serial televisi Si Doel Anak Sekolahan, Babeh Sabeni (Benyamin Sueb) marah besar gara-gara Mak Nyak (Aminah Cendrakasih) meminta oplet tua kepunyaan Babeh ditukar dengan mikrolet. Sambil menggerutu, Babeh bilang ia tidak akan menjual oplet meski tua renta dan sering mogok itu karena menyimpan sejarah panjang keluarga.
Permintaan Mak Nyak sebetulnya masuk akal, karena bila mengacu latar kisah si Doel yang terjadi pada 1990-an, kala itu oplet sudah tidak lagi eksis di jalanan Jakarta. Peran oplet sebagai moda transportasi umum sudah terpinggirkan sejak 1980-an.
Pada September 1980, Gubernur DKI Jakarta saat itu Tjokropranolo memperkenalkan mikrolet sebagai transportasi umum baru pengganti Oplet. Kebijakan tersebut diambil setelah melihat kondisi oplet-oplet yang beroperasi sudah tidak layak dan sering rusak. Persis yang tergambar dalam potongan-potongan serial Si Doel.
Pada 1994 oplet muncul sebagai salah satu ikon serial Si Doel Anak Sekolahan yang dibintangi Benyamin Sueb, Rano karno, Aminah Cendrakasih, Suti Karno, Mandra, Cornelia Agatha, Maudy Koesnaedi, dan lainnya. Jalan cerita yang menarik dan aksi kocak para tokoh membuat nama serial televisi tersebut mencuat. Demikian pula dengan oplet Si Doel yang melegenda sampai sekarang.
Dalam salah satu wawancara di program Selebrita Trans7, Rano Karno yang memerankan tokoh Kasdoelah alias Doel mengisahkan usahanya mendapatkan oplet tua tersebut. Sebelum diadopsi menjadi “bintang sinetron”, oplet si Doel sempat teronggok di kandang ayam oleh si empunya.
“Ini (oplet) saya beli tahun 1993’. Memang untuk keperluan shooting, bagian dari art (direction). Nyarinya setengah mati. Ada yang bagus harga enggak cocok. Duitnya yang sebenarnya enggak ada. (Akhirnya) dapat di Kramat Jati sudah jadi kandang ayam. Harganya Rp535 ribu,” cerita mantan Gubernur Banten ini.
Oplet nyaris selalu muncul dalam beberapa scene di setiap episode Si Doel Anak Sekolahan. Sebut saja adegan ketika Sarah van Heus (Cornelia Agatha) memotret Doel yang tengah menarik oplet saat tidak ada jadwal kuliah dan Mandra menjadi kernetnya. Kemudian saat Atun (Suti Karno) terjepit trombon, Doel dan keluarga membawanya berobat menggunakan oplet itu. Satu kisah lain yang paling berkesan dengan oplet tersebut adalah saat Doel diantar ke acara wisuda oleh keluarga besarnya.
Pada 2005, kelanjutan kisah Doel dan kolega ditampilkan dalam sinetron “Si Doel Anak Gedongan”. Enam tahun kemudian, Rano mengemas lika-liku kisah percintaan Doel ke dalam format film televisi bertajuk “Si Doel Anak Pinggiran” dan oplet tetap muncul, meskipun hanya dipajang di halaman rumah Doel.
Berbeda dari 24 tahun lalu saat kali pertama tampil di televisi, kini oplet jadul Babeh Sabeni sudah lebih modis. Rano sudah memoles mobil uzur itu, bahkan kabarnya sampai menelan dana ratusan juta rupiah. “Reparasi mobil ini kalau dari awal ya mungkin sudah ratusan juta,” kata Rano.
Sosoknya bakal tampil di film terbaru “Si Doel The Movie” yang akan tayang mulai 2 Agustus 2018. Film tersebut akan menceritakan kisah percintaan Doel dan Sarah yang penuh gejolak. Namun, oplet dan tingkah jenaka dari pemain lain bakal tetap meramaikan jalannya cerita.
Perjalanan Panjang Oplet
Jauh sebelum menjadi bagian lakon kisah Si Doel, oplet merupakan moda transportasi rakyat yang tersohor. Selain di Jakarta, oplet juga digunakan di Jawa Barat, Padang, dan Banjarmasin. Mardanus Safwan dalam bukunya Sejarah Kota Padang (1987) menceritakan bagaimana oplet begitu populer hingga membuat moda transportasi umum lain terabaikan.
James Luhulima menyebut dalam bukunya Sejarah Mobil dan Kisah Kehadiran Mobil di Negeri Ini (2012), Oplet sangat populer di Indonesia tahun 1950-1960-an. Namun, sejatinya Oplet sudah ada dari sebelum Indonesia merdeka. Sebuah gambar yang diambil tahun 1930-an menampilkan wujud oplet tengah berseliweran di area Bragaweg (sekarang Jalan Braga), Bandung, Jawa Barat. Selain itu, petunjuk mengenai kehadiran oplet didapatkan dari foto Oplet di Pasar Baru pada 1935.
Setelah berpuluh tahun eksis di Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia, oplet menemui masa senja di awal tahun 1970-an. Masih dalam buku yang sama, James menggambarkan masa kepunahan oplet dipengaruhi ekspansi produk mobil Jepang. Pada 1971, PT Krama Yudha Tiga Berlian menjajaki pasar kendaraan umum mengandalkan Mitsubishi Colt T100. Setahun kemudian Mitsubishi Colt T120 juga beredar.
“Mitsubishi Colt T100 dan T120 itu pada awalnya masuk sebagai kendaraan umum mendampingi oplet dan bemo.” tulis James. “Akan tetapi, pada tahap berikutnya minibus Mitsubishi Colt T120 itu, perlahan tetapi pasti, menyingkirkan oplet, angkutan umum perkotaan masa lalu, dari jalan raya,” lanjut James.
Asal usul nama oplet pun ada banyak versi. Rizal Khadafi dalam buku Jakarta Transportation Guide (2009) menuliskan kata oplet berasal dari kata “autolet”. Berbeda dengan yang diungkapkan dalam buku Transportation and Comunication Bulletin for Asia and The Pacific 53 (1979), kata oplet diserap dari “opel”, merek mobil asal Jerman.
Keterkaitan oplet dengan Opel diperkuat oleh keterangan dari buku General Motor in the 20th Century (2000) yang menyebut pada 1932 General Motor Java memproduksi mobil berkapasitas tujuh penumpang yang dinamai Opelette. Nama tersebut kabarnya diberikan oleh Sales Manager General Motors yang menjabat sejak 1928 Mr. J. Th. GC Van Buuren.
Terlepas dari polemik soal nama, seperti halnya angkot atau mikrolet saat ini, oplet dibuat dari berbagai merek mobil. Setidaknya ada tiga merek yang lekat dengan oplet, yakni Opel, Austin, dan Morris.
Adapun oplet yang dipakai dalam film Si Doel menggunakan basis mobil Morris Minor 1000 lansiran 1957. Sejatinya mobil tersebut merupakan jenis sedan yang hanya bisa memuat lima penumpang. Namun, perusahaan karoseri merombak bagian belakang mobil sehingga bisa mengangkut sekitar 10 penumpang.
Menghimpun informasi dari laman ourclassiccars, Morris Minor 1000 merupakan varian yang sudah lebih modern. Ciri khasnya terletak pada kaca depan yang menjadi satu—bukan model terpisah seperti generasi sebelumnya.
Mesin berkapasitas 948cc dimanfaatkan sebagai sumber tenaga. Perangkat gearbox pun berbeda dari Minor versi sebelumnya. Produksi mobil tersebut berakhir pada 1971. Selama 22 tahun berkiprah, kurang lebih 1,6 juta unit Morris Minor dipasarkan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dan sang "Oplet" Morris Minor 1000 itu telah menemani masyarakat Indonesia sejak 24 tahun lamanya lewat layar kaca, YouTube, hingga layar lebar.
Editor: Suhendra