tirto.id - Pertemuan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) di Wina pada Kamis, (02/06/2016), kembali gagal menyepakati kuota produksi minyak. Kegagalan ini adalah yang kedua kalinya setelah pada musim dingin lalu, di tempat yang sama, negara-negara OPEC juga tidak berhasil menyepakati pagu produksi.
Dalam pertemuan selama empat jam tersebut, para menteri minyak OPEC tidak berhasil menyepakati batas produksi baru, menurut seorang pejabat OPEC. Mereka berencana akan bertemu lagi di Wina pada 30 November.
Macetnya perundingan di OPEC semakin mengindikasikan bahwa para anggota organisasi kartel minyak tersebut tengah mengalami perselisihan akibat perbedaan strategi produksi.
Sebelumnya diberitakan, Iran mengincar pagu produksi minyaknya mencapai tingkat pra-sanksi. Di sisi lain, negara anggota lainnya memilih tingkatan pagu berbeda yang tidak disetujui oleh Arab Saudi.
"Tanpa kuota negara, OPEC tidak bisa mengendalikan apa-apa," ungkap Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh kepada wartawan.
Ia menambahkan, kuota pra-sanksi -- 14,5 persen dari produksi umum OPEC -- adalah adil untuk Teheran. Iran saat ini memproduksi 3,56 juta barel per hari, hampir mendekati produksi pra-sanksi sebesar 3,70 juta barel per hari.
Sementara itu, para analis menyebutkan bahwa Arab Saudi sebagai salah satu produsen minyak terbesar OPEC akan mempertahankan kebijakan strategi harga minyak rendah.
OPEC saat ini memproduksi sekitar 32,5 juta barel minyak per hari, 2,5 juta barel lebih tinggi dari pagu yang ditetapkan musim panas lalu di Wina.
"Sejak pertemuan terakhir pada Desember 2015, harga minyak mentah telah meningkat lebih dari 80 persen," tulis OPEC dalam siaran persnya, "Ini merupakan bukti, fakta bahwa pasar sedang bergerak melalui proses penyeimbangan," imbuh rilis tersebut.
OPEC meyakini bahwa pertumbuhan permintaan tetap relatif sehat berdasarkan tantangan dan perkembangan ekonomi baru-baru ini. Dalam situasi tersebut, kesepakatan produksi di dalam OPEC serta produsen-produsen minyak non-OPEC akan sulit dicapai.
Jason Schenker, presiden dan kepala ekonom dari perusahaan riset pasar Prestige Economics, menyatakan strategi OPEC dan harga minyak rendah telah mempengaruhi produksi minyak AS. Faktor tersebut membuat banyak perusahaan memangkas posisi-posisi pekerjaan serta mengurangi keuntungan perusahaan.
Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan, pasokan minyak melebihi permintaan rata-rata 1,3 juta barel per hari dalam enam bulan pertama 2016. Sebelum pertemuan Wina berlangsung, harga minyak dunia naik menjadi sekitar 50 dolar AS per barel.
Sementara itu, Mohammed Sanusi Barkindo dari Nigeria diangkat sebagai sekretaris jenderal baru organisasi tersebut dan akan mulai menjabat pada 1 Agustus. (ANT)
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra