tirto.id - Terkait penggerebekan gudang beras milik PT Indo Beras Utama (IBU) oleh Satgas Pangan Polri, Ombudsman RI belum memastikan kemungkinan adanya upaya monopoli pasar oleh perusahaan tersebut.
"Kami belum bisa memastikan, monopoli atau tidak. Tapi kalau kami kembalikan ke konsep monopoli, bisa dilihat beberapa unsur, satu bisa dilihat di market share di pasar. salah satu komponen melihat share di pasar adalah dengan CR 4, kalau istilah di industri paling tidak dia menguasai 50 persen dari pasar. Kalau kami lihat hari ini, saya baru lihat market share Bulog saja baru 8-9 persen, PT IBU paling 1 persen," kata Wakil Ketua Ombudsman RI Lely Pelitasari Soebekty di gedung Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (27/7/2017).
Lely juga masih mencermati adanya perbedaan peraturan dari Kementerian Perdagangan sebelum terjadinya penggerebekan. Menurut Lely, pada mulanya acuan harga beras itu menggunakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sesuai Inpres No. 5 Tahun 2015 sebesar Rp7.300 per kilogram untuk beras di tingkat gudang Bulog.
"Tapi kemudian pemerintah memberikan atau mengeluarkan Permendag, Peraturan Menteri Perdagangan terakhir itu No. 27. Itu ada namanya harga acuan sama, itu prinsipnya dengan HPP, jadi acuan. Tapi kemudian belakangan dua hari sebelum penggerebekan itu ada diterbitkan Permendag No. 47, kemudian berubah dari harga acuan menjadi Harga Eceran Tertinggi (HET)," kata Lely.
Konsep HET itulah yang sedang dikritisi oleh Ombudsman RI, menurut Lely. "Karena kalau harga eceran tertinggi itu malah enggak boleh lebih dari harga itu, 9 ribu, gitu ya, maka harga acuan itu jadi acuan pedagang. Biasanya HET itu ditetapkan berlaku pada saat operasi pasar, jadi hanya sewaktu-waktu, sementara kalau Permendag kan permanen sampai kemudian diganti. Nah, jadi ini masih kita cermati," kata Lely.
Selain itu, menurut Lely, Ombudsman juga mencermati terkait PT IBU yang membeli gabah lebih tinggi dari HPP dengan sebesar Rp4.900 per kilogram, dari sisi kemungkinan petani yang diuntungkan dengan pembelian tersebut.
"Ya, persepektifnya tentu kita akan lihat juga, yang jelas manakala petani atau gabah, baik gabah kering giling, atau gabah kering panen dibeli di atas HPP, maka sebetulnya petani diuntugkan. Jadi kalau hari ini petani harga acuan pemerintahnya atau HPP-nya 7.300, kemudian saya jadi petani, saya enggak mau jualnya ke Bulog dong, saya bisa jual misalnya 8000 ke perusahaan lain, atau misalnya gabahnya HPP-nya 3.700, kemudian misalnya dijual 4.500. Saya lebih untung sebagai petani, maka saya sebagai petani tidak salah menjual lebih mahal, tetapi kalau Bulog, memang tidak boleh membeli dari itu," katanya menjelaskan.
Perlu diketahui, HET pemerintah adalah Rp9.000 per kilogram. Sementara itu, PT IBU menjual produk berasnya dengan harga Rp13.700 - RP20.400 per kilogram. Mereka mengklaim beras tersebut dijual mahal karena kualitasnya premium. Namun, rata-rata ternyata hanya berkualitas IR 64 yang merupakan beras jenis medium yang biaya produksinya subsidi pemerintah.
Sebagai informasi, hari ini, Kamis (27/7/2017), Ombudsman RI menyelenggarakan pertemuan dengan Kabareskrim Polri, perwakilan Kemendag, dan KPPU.
"Mau mendengarkan dulu ahli ekonomi dan kawan-kawan yang kemarin dua hari lalu sudah dilakukan dengan PT IBU, baru habis itu kita tetapkan apakah mal-administrasi, setelah itu kita lakukan tindakan. Setelah itu, kita tetapkan mal-administrasi seperti apa pelanggaran administrasinya, baru kita panggil personal setiap orangnya," kata Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih di gedung Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan.
Menurutnya, bila memang ada unsur pidana dalam kasus ini yang menyangkut proses administrasi akan diserahkan ke Polri.
"Tapi kalau dia mal-administrasi kita lakukan tindakan kolektif untuk memulihkan situasi dan kita akan laporkan ke kepolisian untuk lebih lanjut. Selanjutnya, kami akan sampaikan ke presiden dan DPR seperti apa hasil yang didapat," tegasnya.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yuliana Ratnasari