tirto.id - Kata Bismillah diucapkan dengan pelan. Pisau tajam berada di leher. Dengan sekali tarik ke atas, srettt! Pisau mengiris leher sapi. Hewan besar itu menggelinjang sebentar. Lalu menghembuskan nafas terakhir. Selanjutnya adalah bagian yang melelahkan namun melegakan. Daging dipotong per bagian. Kemudian diwadahi tas plastik untuk disalurkan kepada yang membutuhkan.
Setiap Idul Adha, salah satu pertanyaan yang paling sering dilontarkan adalah: dagingnya dimasak apa?
Daging sapi dan kambing, dua hewan kurban paling populer di Indonesia, memiliki kemungkinan olahan nyaris tak terbatas. Dibakar, digoreng, direbus, dipanggang. Semua bisa. Diberi kecap, rempah kuat, berkuah, atau kering, tak akan salah.
Dalam buku Food: History of Taste, ada satu bagian menarik tentang kuliner Arab di era Nabi Muhammad SAW. Meski dikenal kerap makan hidangan yang sederhana dan tidak menganjurkan umat Muslim untuk sering-sering makan daging, Muhammad memuja daging setinggi langit. Di buku itu, Rasul disebutkan memuji daging sebagai, "...makanan paling agung dan perwujudan surga." Muhammad dikenal menyukai bersantap menggunakan tangan. Hidangan favoritnya adalah tharid, rebusan daging yang kuahnya kental karena dicampur dengan remah-remah roti atau tepung gandum.
Sejarah kemudiah mencatat bahwa hidangan yang masuk dalam Hadits Bukhari ini mengalami berbagai modifikasi. Menjadi semakin merepotkan, dengan banyak bumbu. Namun, yang menjadi favorit Muhammad tetap yang paling dasar, daging yang direbus bersama labu manis kemudian dikucuri talbina (semacam yogurt Arab yang terbuat dari tepung gandum, susu, dan madu).
Meski dikenal sebagai daerah yang tandus dan panas, kuliner Arab mempunyai banyak variasi dan jenis bumbu. Di Abad Pertengahan, kala dataran Eropa mengalami masa gelap, peradaban Islam mengalami masa manis. Semua peradabannya maju. Ilmu pengetahuan, astronomi, kedokteran, hingga kuliner. Buku resep Arab tertua bahkan sudah ada sejak sekitar 800 Masehi. Sedangkan buku resep Eropa pertama baru ada sekitar abad ke 13.
Dalam memperlakukan daging, masyarakat Arab Pertengahan nyaris punya satu pendekatan besar: merebus. Daging, kebanyakan adalah domba dan kambing, direndam dalam cairan berisi bumbu kemudian direbus hingga empuk. Merebusnya pun dalam waktu yang lama sehingga bumbu meresap hingga serat terdalam dan kuah menjadi kental sehingga bisa disendok menggunakan tangan atau roti.
Masakan Arab era Pertengahan juga punya ciri khas banyak bumbu. Rempah yang paling populer dan bisa ditemukan di banyak masakan Arab adalah kayu manis, ketumbar, cengkeh, lada, dan jintan. Rempah yang selama ini banyak dikenal di kawasan Mediterania, seperti parsley, thyme, atau mint, juga kerap dipakai.
Yang membuat masakan Arab, terutama yang berdaging, jadi menarik adalah berkat perpaduan rasa. Hingga sekarang, perpaduan rasa ini jadi salah satu ciri utama masakan Arab. Semisal pastila, yang terbuat dari olahan daging berbumbu yang dibungkus oleh adonan pastry dan di atasnya ditaburi kacang almon, gula bubuk dan parutan kayu manis. Perpaduan rasa, atau bisa saja dibilang penabrakan rasa, ini bisa dibilang sebagai era pencerahan dalam jagat masak memasak.
Warisan kuliner Arab masa lampau ini juga memengaruhi kultur masakan di Eropa. Namun, sama seperti kebudayaan Arab yang seringkali "diaku" sebagai hasil budaya Eropa, begitu pula masakan Arab. Ada sebuah masakan Arab bernama Rummaniya, yang kemudian muncul di buku resep milik Tailevent, seorang juru masak Prancis dari abad 14. Di buku berjudul Viandier milik Tailevent itu, Rummaniya ditulis sebagai Romania. Para ahli kuliner berpendapat Tailevent punya akses ke kitab masak Arab abad Pertengahan. Dia mengambil resep dan memodifikasinya, tanpa memberikan kredit pada kuliner Arab. Meski demikian ada satu perbedaan besar antara Rummaniya dan Romania.
Rummaniya menggunakan daging kambing atau domba yang dipotong dadu. Dibumbui dengan garam. Bumbu lain adalah bawang, jintan, lada hitam, kayu manis, bawang putih, dan jus pomegranate. Semua bahan dimasukkan ke kuali dan direbus dengan api sedang selama 1 jam 15 menit. Dengan bumbu nyaris serupa, Romania menggunakan daging ayam alih-alih daging kambing. Tentu ada penyesuaian. Sebab daging ayam akan kurang cocok jika dimasak dalam waktu lama dan dengan banyak bumbu.
Pengaruh masakan Arab kemudian melebar seiring ekspansi kerajaan Islam ke Asia Tengah, Timur Tengah, Eropa, hingga Afrika. Jalur perdagangan juga berandil besar dalam memperlebar pengaruh masakan Arab. Membuat teknik-teknik memasak, juga penggunaan bumbu, menjadi tersebar dan kawin silang dengan khazanah kuliner setempat. Salah satu teknik masakan Arab era Pertengahan yang masih sering dipakai adalah metode menabrakkan rasa.
Di Libya, ada hidangan khas Idul Adha bernama tbeikhet. Ini adalah daging kambing yang direbus bersama labu dan disajikan dengan taburan kismis. Rebusan daging dan labu ini tentu mengingatkan kita pada tharid. Kismis yang memberikan aksen legit, juga bisa sedikit meringankan tendangan bumbu dan rempat yang kuat. Makanan ini biasa disantap di hari raya seperti Idul Adha.
Teknik masak paling purba, membakar dan memanggang, juga masih populer dalam kultur Idul Adha. Di Indonesia, sebagian besar daging kambing akan dibakar. Begitu pula di Asia Tengah dan Timur Tengah. Daging sapi atau kambing yang dipotong dadu --ukurannya lebih besar ketimbang di Indonesia-- biasa ditusuk bersama aneka sayur dan kadang buah, kemudian dipanggang atau dibakar. Jika tidak ingin diolah menjadi makanan berat, daging sapi atau kambing pun bisa diolah menjadi kudapan. Semisal sanbusaj, atau sanbusak, atau samosa.
Di Indonesia sendiri, sajian daging ketika Idul Adha memiliki banyak sekali opsi. Yang khas Indonesia biasanya dipadukan dengan kecap manis --saus/kondimen asli Nusantara. Pilihan memasaknya juga beragam. Bisa dibakar untuk jadi sate. Atau ditumis. Diberi kuah seperti tongseng juga bisa jadi pilihan yang baik. Kalau mau lebih banyak bumbu dan bisa tahan lama, daging sapi bisa dijadikan rendang yang kaya bumbu.
Yang perlu diperhatikan tentu adalah daging kambing. Meski lezat, daging kambing adalah tipikal daging yang manja. Perlu perlakuan khusus supaya bau prengusnya tidak keluar. Di dunia masak Arab, salah satu cara menghilangkan aroma ini dengan membuang lemaknya. Cara lain adalah merendam daging kambing dalam air yang sudah diberi garam selama 30 menit. Di Indonesia, cara yang paling populer adalah merendamnya dalam air parutan nanas. Selain bisa bikin bau prengus minggat, cara ini juga bisa mengempukkan daging.
Mengolah daging dengan baik dan benar memang pekerjaan yang susah susah gampang. Kalau gagal, kita akan menyiapkan salah satu bahan makanan paling luhur di dunia. Namun jika berhasil, maka kita akan merasakan kebenaran yang dibilang oleh nabi Muhammad: daging adalah makanan paling agung dan perwujudan surga.
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti