tirto.id - Bagi sebagian orang di AS, lontaran “OK Boomer” adalah cara potensial untuk mendapatkan uang.
Ungkapan ini viral pada November lalu melalui sebuah video yang beredar di platform media sosial TikTok. Dalam video tersebut diperlihatkan seorang pria paruh baya yang mengatakan bahwa milenial dan generasi z adalah orang-orang yang tidak mau dewasa, karena masih saja percaya bahwa mimpi-mimpi utopis—seperti kesetaraan absolut—bisa terwujud di dunia.
“OK Boomer” muncul sebagai ungkapan sarkastik dari generasi z dan milenial untuk merespons sikap generasi baby boomer—mereka yang berusia 55-73 tahun atau lahir pada pertengahan 1940-an hingga pertengahan 1960-an. Menurut mereka, generasi baby boomers itu gemar menggurui dan kurang relevan untuk zaman sekarang.
Popularitas olok-olok “OK Boomer” kini juga telah diolah jadi meme yang terinspirasi dari kejadian sehari-hari. Contohnya, gambar orangtua yang mengatakan kepada anaknya bahwa rambut anak perempuan seharusnya panjang, perempuan muda tidak seharusnya mengonsumsi pil kontrasepsi, pernyataan bahwa aborsi adalah tindakan yang keliru, hingga anggapan bahwa pelaku kekerasan seksual tidak akan bertindak bila korban tidak "memancing" dan tetap jadi "perempuan baik-baik".
Saking viralnya "OK Boomer", New York Times (19/11/2019) sampai melaporkan sejumlah pihak mengajukan merek dagang. Ini terjadi hanya beberapa minggu setelah video "OK Boomer" tayang di TikTok.
Fox Media, misalnya, mengajukan lisensi merek dagang karena ingin merilis acara TV berjudul "OK Boomer" yang bercerita tentang jurang antar-generasi. Rencananya acara tersebut akan terdiri dari permainan, kompetisi, dan tayangan komedi.
Di samping itu ada pula perusahaan lain yang hendak menjadikan "OK Boomer" sebagai nama label busana, stiker, sarung ponsel, seprei, bros, hingga pertunjukan drama. Sebagian barang tersebut rencananya bakal dijual secara online.
Remaja berusia 19 tahun bernama Shannon O’Connor menjadi salah seorang yang sudah merasakan sendiri keuntungan penjualan busana bertuliskan "OK Boomer". Dilansir Business Insider, ia menyatakan bahwa dirinya sudah meraih pendapatan lebih dari $10.000 dolar dalam kurun waktu singkat.
Laporan tersebut juga mencatat bahwa orang-orang yang menjual barang-barang dengan embel-embel "OK Boomer" rata-rata datang dari generasi Z.
“Banyak orang dari generasi baby boomers yang tidak percaya perubahan iklim, tidak percaya orang yang rambutnya diwarnai bisa mendapat pekerjaan, dan mereka keras kepala dengan pandangan tersebut. Para remaja yang merespons 'OK, Boomer!' ingin menunjukkan bahwa mereka salah dan kami akan sukses karena dunia sudah berubah,” tutur O’Connor.
Hal yang kurang lebih senada turut dikatakan Nina Kasman, remaja berusia 18 tahun yang menjual stiker bertuliskan "OK Boomer". Kepada New York Times, Nina bahkan menyebut bahwa sikap para baby boomers itu bikin generasinya mengalami kefrustasian:
“Berbagai pilihan yang kami hadapi saat ini adalah warisan dari generasi baby boomer. Pilihan tersebut menyakitkan dan bikin masa depan kami tidak jelas. Semua orang di generasiku merasakan itu dan kami frustrasi.”
Baby boomers memandang generasi muda--milenial dan gen z--sebelah mata. Gen z dipandang sebagai generasi yang apolitis, mudah cemas, dan tidak berani mengambil risiko. Alasannya, di mata boomers, karena mereka lahir dan hidup pada masa yang nyaman.
Sementara milenial dianggap pemalas, cenderung mengandalkan orang lain, susah kompromi, hanya ingin bekerja bila sesuai dengan bidang yang benar-benar mereka sukai, dan tidak memiliki keterampilan komunikasi karena tergantung pada gawai.
Di Balik Sikap Baby Boomers
Uraian panjang Neil Howe dan William Strauss yang terbit di Atlantic pada Desember 1992 menyebut bahwa baby boomers adalah generasi yang paling dimanjakan dan lahir dalam rumah tangga yang relatif lebih nyaman. Merekajuga dibesarkan ketika Amerika Serikat sedang makmur-makmurnya dan memperluas pengaruh politiknya ke seluruh penjuru dunia.
Kehidupan kelas menengah AS (lebih tepatnya kelas menengah kulit putih) waktu itu jauh dari kemiskinan. Hidup tampak baik-baik saja dan setiap orangtua diharapkan bisa mendidik anak menjadi manusia ideal lewat berbagai fasilitas yang tersedia.
Sebab itulah baby boomers tak terlalu khawatir soal uang. Mereka dipandang sebagai generasi yang ceria, idealis, mampu membangun dunia, serta mengakhiri kemiskinan dan perang. Yang membuat generasi ini gelisah adalah kebosanan, kekosongan makna kehidupan, dan aktualisasi diri.
Sejarawan William Manchester menyebut generasi ini sebagai “bayi-bayi yang menggemaskan, anak-anak lucu, dan gemilang ketika mereka mulai menginjak usia remaja.”
“Mereka sadar tidak akan jadi generasi yang terkaya, tapi mereka yakin bisa menghidupi american dream,” tulis Howe dan Strauss.
Selama ini baby boomers juga dikenal sebagai mantan hippie yang mendukung seks pranikah dan penggunaan narkotika. Tapi, berdasarkan catatan Howe dan Strauss, baby boomers yang tergolong hippie hanya 10 persen jumlahnya. Mereka malah cenderung pro-monogami, hemat, dan anti-narkoba.
Dengan segala konteks itu "OK Boomer" singkatnya adalah gugatan milenial dan generasi z terhadap privilese generasi baby boomers.
Pekerjaan yang pada zaman keemasan baby boomers hanya butuh latar belakang pendidikan SMU, sekarang dinaikkan kualifikasinya ke tingkat lulusan universitas. Di sisi lain, biaya pendidikan di AS semakin tinggi. Sayangnya hal itu tidak diimbangi dengan penghasilan yang sepadan di lingkungan kerja. Hal inilah yang kemudian membuat milenial serta Gen Z kerap memprotes generasi pendahulu mereka.
Menurut laporan Pew Research Center pada 14 Februari 2019, kehidupan milenial saat ini berbeda dari generasi sebelumnya. Dari sisi karier, milenial dihadapkan pada semakin sedikitnya lapangan kerja akibat resesi ekonomi AS pada 2008.
Dari sisi penghasilan, penghasilan milenial lebih rendah bila dibandingkan dengan baby boomers. Pew menyatakan bahwa pada 2016 penghasilan rata-rata milenial berusia 20-35 tahun sebesar $12.500 sementara baby boomers meraih pendapatan $20.700 pada 1983 di rentang usia yang sama.
Soal rumah, milenial adalah pihak yang paling terkena dampak buruk resesi ekonomi. Mereka rata-rata tidak mampu membeli rumah dan masih tinggal bersama orangtua. Tak hanya itu, mereka juga cenderung menghabiskan waktu di rumah.
Kaum milenial juga cenderung tidak buru-buru untuk berkeluarga. Data Pew menunjukkan bahwa prosentase milenial berusia 25-37 yang menikah hanya 46%. Sementara prosentase baby boomers yang menikah pada rentang usia tersebut adalah 67%.
Sekalipun sudah menikah, pasangan milenial pun cenderung menunda untuk punya anak.
Tak usah heran. Mereka yang menyatakan “OK Boomer” adalah pihak yang ingin agar orang-orang tua berpemikiran lebih terbuka dan lebih memiliki rasa empati terhadap anak-anak muda yang hidupnya tidak seenak mereka ketika muda.
Editor: Windu Jusuf