tirto.id - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyampaikan bahwa perusahaan jasa keuangan digital (Fintech) tak boleh sewenang-wenang terhadap nasabahnya.
Hal itu, menurut Wimboh, terjadi antara perusahaan jasa pinjaman online atau peer to peer lending kepada debiturnya.
"Kadang penagihannya nge-abuse betul, pake WhatsApp. Makanya, market conduct harus diawasi. Kami sinergi dengan asosiasi fintech yang kami optimalkan perannya," ujar Wimboh di hotel JW Marriott, Jakarta Selatan, Rabu (23/1/2019).
Optimalisasi peran asosiasi fintech yang dimaksud oleh Wimboh ditujukan agar mereka dapat menjadi Self Regulating Organization (SRO). Dengan demikian, para fintech yang dapat menetapkan standar-standar yang patut diterapkan terhadap para konsumennya.
Di luar itu, ia menyampaikan bahwa publik juga harus lebih berhati-hati terhadap jasa keuangan online yang akan digunakan. Jangan sampai, kata Wimboh, yang lebih dipilih oleh publik adalah fintech ilegal yang belum terdaftar oleh OJK.
"Jangan pilih sama sekali yang tidak teregulasi. Kalau merasa dibohongi, silakan lapor OJK. Kami punya satgas waspada investasi, anggotanya 13 lembaga, ada kepolisian, kejaksaan dan lain-lain," ujar Wimboh.
Publik, kata dia, juga bisa lebih selektif dengan melihat terlebih dahulu daftar perusahaan fintech yang sudah terdaftar di OJK.
Bahkan jika menemukan fintech yang masih beroperasi secara ilegal, pelaporan dapat langsung diproses dan perusahan yang bersangkutan bisa langsung "dimatikan" oleh OJK.
"Jasa keuangan yang digunakan ternyata masih ilegal. Kalau ternayata ilegal akan kita tutup langsung. Kalau fintech cara matiinnya, dimatikan internetnya. Tapi jadinya aduh capek tutup, mereka buka lagi buka lagi," tukasnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno