Menuju konten utama

OJK Diminta Segera Atur Bunga dan Biaya Layanan Pinjaman Online

Nailul Huda menyebut hingga kini tidak ada transparansi informasi mengenai biaya bunga, layanan, asuransi dan denda pinjaman online.

OJK Diminta Segera Atur Bunga dan Biaya Layanan Pinjaman Online
Sejumlah anak membaca bersama di dekat dinding bermural di kawasan Tempurejo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/9/2021). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/hp.

tirto.id - Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menyebut hingga kini tidak ada transparansi informasi mengenai biaya bunga, layanan, asuransi dan denda pinjaman online atau pinjol.

Informasi mengenai bunga hanya ditampilkan sebanyak 0,4 persen tanpa keterangan yang lebih jelas, apakah per hari, per minggu, atau per tahun.

Atas informasi bunga yang “parsial” tersebut, survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan faktor utama masyarakat mengajukan pinjol adalah bunga yang murah.

Pasalnya, jika dibandingkan dengan bunga lembaga keuangan lainnya, bunga pinjaman online (pinjol) per tahun sangat tinggi. Dengan bunga 0,4 persen, bunga pinjol per tahun bisa mencapai 144 persen, atau 1,4 kali dari pokok pinjaman.

"Informasi lainnya, seperti biaya layanan, asuransi, dan denda tidak disebutkan untuk persentase maupun nilai-nya. Bahkan ada platform pinjol yang menetapkan biaya layanan dan asuransi hampir 100 persen dari pinjaman pokok," ucap Huda dikutip melalui keterangannya, Senin (9/10/2023).

Huda mengatakan, jika benar ada asuransi pinjaman yang tinggi, seharusnya platform tidak perlu menagih terlalu berlebihan kepada peminjam karena pokok pinjaman harusnya diganti oleh perusahaan asuransi. Namun, pada kenyataannya cara penagihan pinjol sering melewati batas wajar.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira bahwa selama ini soal regulasi pinjol dibuat terlalu mudah.

"Ada indikasi pengaturan di industri pinjol tidak detil terkait dengan batas bunga pinjaman, dan biaya layanan. Sepertinya ada yang berlindung dibalik inovasi keuangan digital, jadi seolah perlindungan konsumen kerap dinomor duakan," jelas Bhima.

Bhima menyebut pemain pinjol akan menetapkan bunga dan biaya layanan tergantung dari kesepakatan dan tidak diatur secara eksplisit dalam POJK.

Oleh karenanya, Celios meminta agar masalah batas atas bunga pinjol dimasukkan dalam POJK seabgai bentuk perlindungan dan literasi terhadap calon peminjam.

"Sebaiknya OJK berani mengubah ketentuan dalam revisi POJK terkait dengan Fintech atau membuat POJK baru yang berisi ketentuan batas maksimum bunga Fintech tidak boleh lebih tinggi dari fasilitas pinjaman KTA bank yakni berkisar 10-25 persen per tahun," kata Bhima.

Selain revisi POJK, Bhima juga mengatakan bahwa bunga pinjaman produktif sebaiknya tidak melebihi 9 persen per tahun. Kemudian, Bhima juga meminta kepada OJK agar menetapkan sanksi apabila perusahaan Fintech melanggar ketentuan batas bunga atas.

Lebih lanjut, Bhima menuturkan persoalan selain batas bunga maksimal pinjol adalah transparansi bunga di saat literasi keuangan pengguna pinjol masih cukup rendah.

“Pengaturan transparansi bunga pinjaman pinjol juga penting agar menambah edukasi calon peminjam (borrower)," imbuh Bhima.

Para perusahaan pinjol juga diminta agar tidak menaruh iklannya di platform sosial media atau kontrak yang disepakati antara pinjol dengan peminjam menyebut bunga harian, karena 0,4 persen per hari kesannya kecil. Namun, jika diakumulasi per tahun setara 144 persen dan itu terbilang mahal.

"OJK sebaiknya mewajibkan pinjol mencantumkan bunga per annum atau per tahun meski tenor pinjol lebih pendek dibanding lembaga keuangan lain," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PINJAMAN ONLINE atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Bisnis
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang