tirto.id - Ribut-ribut antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan Pemprov DKI kembali memanas. Perkaranya sama dengan masalah ribut beberapa waktu lalu: mencari solusi atas buruknya kualitas udara di Jakarta.
BPPT merespons wacana Pemprov DKI Jakarta yang ingin menggunakan tanaman lidah mertua di gedung-gedung perkantoran di ibu kota. Namun, langkah tersebut dinilai tidak tepat.
Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT Tri Handoko Seto menyatakan Pemprov DKI sebaiknya juga menanam tumbuhan yang lebih besar agar mampu menyerap zat polutan. Penanaman pohon ini menjadi faktor pembersih polusi udara di ibu kota.
“Bukan sekadar tumbuhan lidah buaya, lidah mertua, lidah keponakan, dan seterusnya, tapi tumbuh-tumbuhan yang punya kemampuan tinggi untuk menyerap karbon," kata Seto di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Jakarta, Selasa (30/7/2019).
Seto mengatakan pohon-pohon besar tersebut juga bisa ditanam di seluruh gedung di Jakarta, termasuk di puncak gedungnya. Selain itu, kata Seto, di setiap gedung harus punya sirkulasi yang baik, misalnya air mancur.
"Dia juga bisa dijadikan faktor pembersih karena air itu bersirkulasi, maka dia akan menyentuh udara, dia akan menangkap polutan untuk pembersih,” kata dia.
Benarkah Lidah Mertua Efektif?
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, mengaku ragu dengan wacana penanaman lidah mertua di gedung-gedung perkotaan di Jakarta.
Kepada wartawan Tirto, Bondan memperlihat riset NASA pada 1989, berjudul Interior Landscape Plants for Indoor Air Pollution Abatement. Dalam riset itu ditunjukkan memang ada kemampuan 12 jenis tanaman hias atau pot tanah--termasuk lidah mertua--bisa untuk menghilangkan benzena, TCE, formaldehida, dan polutan udara lainnya.
Namun, Bondan mengatakan bahwa terdapat penelitian terbaru yang menunjukkan hal sebaliknya. Penelitian tersebut seperti membantah risetnya NASA puluhan tahun lalu.
Penelitian tersebut menjelaskan NASA memang telah meneliti efek dari dua belas tanaman hias umum pada kualitas udara. Namun, yang perlu ditekankan adalah penelitian NASA tersebut tidak pernah mengatakan 12 tanaman ini (pabrik penyaringan udara secara natural) sebagai pilihan terbaik. Mereka hanya melaporkan hasil tanaman yang mereka gunakan dalam penelitian.
Dalam artikel tersebut juga disebutkan bahwa 12 tanaman hias tersebut--termasuk lidah mertua--hanya bisa mengurangi sick building syndrome, fenomena penyakit orang-orang di perkantoran pada tahun 1970-an, namun tidak untuk mengurangi polusi udara.
Ditambah, riset NASA tersebut dilakukan di lingkungan ilmiah yang terkontrol, semisal laboratorium dan bukan di perkantoran umum. Riset tersebut juga sudah dilakukan 30 tahun lalu, yang tentu sudah berbeda dengan kasus polusi udara hari ini.
Urgensi Mencari Sumber Polusi
Direktur Eksekrif WALHI DKI Jakarta, Soleh Ahmadi, mengatakan apa yang diucapkan BPPT cukup tepat. Soleh mengatakan, menanam pohon besar dan memperbanyak tanaman di pekarangan dan perkantoran sangat penting.
“Sangat penting Pemprov DKI mengambil langkah cepat membatasi sumber-sumber pencemar. Kondisi dan karakter pencemaran udara saat ini membutuhkan serangkaian upaya kebijakan dan aksi untuk menekan dan membatasi sumber-sumber pencemar," kata Soleh saat dihubungi reporter Tirto.
Soleh menyayangkan sikap Pemprov DKI yang hingga saat ini belum melakukan upaya respons cepat dalam menanggulangi pencemaran udara. Itu artinya, kata Soleh, sama saja membiarkan warga Jakarta terus terpapar udara buruk.
Hal serupa juga dinilai Bondan. Menurut dia, kendati pohon-pohon yang dimaksud BPPT bisa menyerap polutan--walau tidak 100 persen--namun langkah tersebut hanya sebatas proteksi diri warga dari polutan itu sendiri, tanpa menyelesaikan sumbernya.
"Tapi selama sumber polutan/pencemarnya tidak ditekan dan dikendalikan, usaha kita memproteksi tidak akan berguna. Kuncinya adalah pada pengendalian sumber pencemarnya. Kalau sudah ada data sumber pencemarnya, harusnya langkah yang diambil ya langsung mengendalikan sumbernya,” kata Bondan.
Langkah Pemprov Belum Jelas
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sendiri sudah mengakui bahwa keadaan udara di Jakarta saat ini sudah buruk. Namun, dirinya mengaku bahwa hingga saat ini pihaknya masih menyiapkan langkah-langkah yang akan diungkap kedepannya.
Itu artinya memang belum ada langkah strategis yang sudah direncanakan atau sudah tempuh oleh Pemprov DKI Jakarta. Ia bahkan menegaskan kebiasaannya sebagai pejabat publik yang tak banyak bicara, tapi langsung memiliki program.
“Kami sedang menyiapkan, nanti saya umumkan sesudah lengkap, Anda hapal kebiasaan saya, saya tidak ngomong secara parsial,” kata dia.
Menurut Anies, jika sudah lengkap, dirinya akan mengumumkan langkah-langkah yang akan diambil Pemprov DKI untuk menangani masalah ini. “Ujungnya pada pengurangan di sumber-sumber dan itu menyangkut pada masalah lalu lintas,” kata Anies.
Ia menambahkan “cuma, kan, Anda tahu kebiasaan saya. Saya enggak umumin sebagian-sebagian. Sudah lengkap semuanya terus baru diumumkan.”
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz