Menuju konten utama

Neraca Dagang Indonesia Surplus 5,76 Miliar Dolar AS Pada Agustus

BPS sebut surplus pada Agustus terjadi lantaran nilai ekspor lebih tinggi dari pada impor.

Neraca Dagang Indonesia Surplus 5,76 Miliar Dolar AS Pada Agustus
Suasana aktivitas bongkar muatan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (15/6/2021). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.

tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2022 mengalami surplus sebesar 5,76 miliar dolar AS. Surplus ini menjadi tren positif selama 28 bulan secara berturut-turut sejak Mei 2020.

“Neraca perdagangan sampai Agustus 2022 ini membukukan surplus selama 28 bulan berturut-turut," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto dalam rilis BPS, di Kantornya, Jakarta, Kamis (15/9/2022).

Dia menjelaskan surplus pada Agustus terjadi lantaran nilai ekspor lebih tinggi dari pada impor. Di mana ekspor pada bulan lalu tercatat sebesar 26,91 milar dolar AS. Sementara impornya 21,44 miliar dolar AS.

Jika dirinci, neraca perdagangan untuk nonmigas mengalami surplus sebesar 7,74 miliar dolar AS. Surplus ini ditopang oleh bahan bakar mineral dengan HS 27, besi dan baja HS 72, dan lemak dan minyak hewan atau nabati HS 15.

Sedangkan neraca perdagangan komoditas migas Indonesia mengalami defisit sebesar 1,98 miliar dolar AS. Komoditas utama penyumbang defisit yaitu minyak mentah, hasil minyak, dan gas.

Adapun berdasarkan negaranya, neraca perdagangan nonmigas Indonesaia pada Agustus 2022 surplus terbesar terjadi pada India dengan nilai 1,81 miliar dolar AS. Surplus ini terjadi karena nilai ekspor pada India mencapai 2,47 miliar dolar AS, sementara nilai impornya hanya 657 juta dolar AS.

“Ini utamanya adalah untuk komoditas lemak dan minyak hewan atau nabati HS 15, kemudian bahan bakar mineral HS 27, bahan kimia anorganik yaitu HS 28," jelasnya.

Selanjutnya surplus neraca perdagangan nonmigas terbesar terjadi di Amerika Serikat dengan nilai mencapai 1,65 miliar dolar AS. Surplus ini terjadi karena nilai ekspornya mencapai 2,58 miliar dolar AS sementara impor hanya 932 juta dolar AS.

“Ini utamanya adalah untuk komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya atau HS 85, kemudian lemak dan minyak hewan nabati HS 15, pakaian dan aksesorisnya atau rajutan HS 61," jelasnya.

Kemudian surplus terbesar ketiga yakni Filipina dengan nilai 1,09 miliar dolar AS. Surplus terbesar terjadi pada bahan bakar mineral HS 27, kendaraan dan bagiannya HS 87, serta besi dan baja HS 22.

Baca juga artikel terkait NERACA DAGANG atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz