tirto.id - Ayahnya adalah Bupati Bangkalan pertama, abangnya adalah Bupati Bangkalan kedua dan ia adalah Bupati Bangkalan ketiga sekaligus terlama. Raden Soerjowinoto mengisi jabatan bupati dari 1918 hingga 1948.
Sosok Soerjowinoto memiliki gelar Raden Adipati Ario (R.A.A) Cakraningrat, yang juga bernama Cakraningrat XII. Gelar ini ia peroleh sejak 1920. RAA Cakraningrat sempat menjadi Wali Negara Madura, bagian dari beberapa negara boneka yang dibentuk Belanda. Seperti biasa, setelah merebut sebuah daerah dari Republik, Letnan Gubernur Jenderal van Mook bikin Negara Boneka
“Satu alasan Belanda untuk menduduki Madura, yaitu katanya untuk meringankan penduduk dari bahaya kelaparan,” tulis Zulfikar Ghozali dalam Sejarah Lokal: Kumpulan Makalah Diskusi (1995).
Pada periode 1947-1948, fenomena negara boneka menjamur di beberapa tempat di Indonesia. Semua percaya, itu ulah van Mook untuk melemahkan posisi Republik. Menurut buku Sejarah Modern Indonesia (2008) yang ditulis Marle Ricklef, terdapat negara-negara federal atau negara boneka yang tersebar dari barat hingga timur Indonesia. Di Jawa Timur, Gubernur Jawa Timur Charles van der Plas tentu membantu pendirian negara ini.
Di Sumatera Timur ada Negara Sumatra Timur, di Jawa Timur bagian Timur pernah ada Negara Jawa Timur, di Priangan Jawa Barat ada Negara Pasundan atau Sulawesi ke arah Timur ada Negara Indonesia Timur. Untuk Pulau Madura, van Mook pun jadi sponsor kelahiran singkat Negara Madura. Pembentukan Negara Madura melalui proses yang cukup singkat.
Di Jakarta pada Desember 1947 terbentuk Komite Indonesia Serikat. Isinya wakil-wakil negara bagian dan tokoh-tokoh politik. Ada wakil dan tokoh dari Madura juga. Di awal 1948, sebuah jejak pendapat pun dipersiapkan, untuk menentukan nasib Madura setelah diduduki Belanda. Tak lupa Komite Penentuan Kedudukan Madura dibentuk.
Pemungutan suara pun digelar pada 23 Januari 1948. Menurut Muryadi dan Sukaryanto, dalam jurnalnya Negara Madura: Sejarah Pembentukan Hingga Penyelesaiannya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (2005), pemungutan suara banyak mendapat tekanan dari Belanda. Pemilu pertama di Madura ini dilaksanakan serentak, pada 23 Januari 1948, sejak pukul 15.00 hingga pukul 18.00.
Menurut laporan pejabat Recomba Belanda di Madura, orang yang berhak memilih sebanyak 305.546 orang. Namun yang memberi hak pilih hanya 219.660 orang. Dari jumlah tersebut, yang setuju adanya Negara Madura ada 199.510 orang . Dari pemilih yang hadir, hanya 9.923 orang yang tidak setuju. Mereka yang abstein berjumlah 10.230 orang. Berbekal 71,88% rakyat yang setuju, Negara Madura, yang berbendara Hijau-Putih, pun lahir.
Letnan Gubernur Jenderal van Mook merestui pendirian Negara Madura pada 20 Februari 1948. Ditunjuk sebagai Wali Negara dari negara itu adalah R.A.A. Cakraningrat. Cakraningrat tak punya pilihan. Sebagai pangreh-praja dengan jam terbang tinggi di Madura, Cakraningrat jadi orang kepercayaan.
Setelah penunjukkan R.A.A. Cakraningrat sebagai Wali Negara Madura, posisi Bupati Bangkalan jatuh ke tangan Sis Cakraningrat, anaknya sendiri. Hampir dua bulan setelah penunjukkan itu, pada 15 April 1948 dipilih para anggota Parlemen Madura, dan Desember 1948 berlangsung pelantikan parlemen.
Menurut Soedarno, dalam Sejarah Pemerintahan Militer dan Peran Pamong Praja di Jawa Timur (1993), barisan eksekutif dari Negara Madura terdiri dari Abdulrachman selaku Kepala Departemen Pemerintah/Polisi dan Keamanan; W Kemper sebagai Kepala Departeme Keuangan; Ir. Srigati Santoso sebagai Kepala Departemen Kemakmuran Lalu Lintas dan Pengairan; Dr. Soeparno sebagai Kepala Departemen Kesehatan; R. Abdul Mochni sebagai Kepala Departemen Pengajaran, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan; Mr. Ahmad sebagai Kepala Departemen Kehakiman Sosial; R. T. A. Notohadikoesoemo sebagai Kepala Departemen Agama; R. A. Roeslan Cakraningrat sebagai Sekretaris Umum. Nama terakhir adalah salah satu anak dari R.A.A Cakraningrat.
Sebagai negara boneka, atau negara federal, Negara Madura juga masuk dalam musyawarah negara federal bernama Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) yang terbentuk pada 1 Januari 1949. Semula diketuai Tengku Bahruin pimpinan Negara Sumatera Timur lalu digantikan Sultan Hamid II dari Pontianak.
Kaum pro Republiken, bahkan yang masih ada di Pulau Madura sendiri, menolak kehadiran Negara Madura tersebut. Organisasi di Pemekasan, Gerakan Perjuangan Madura, salah satu contoh. Organisasi ini punya wakil di kota-kota daratan Jawa Timur. Seperti Kediri, Nganjuk, Madiun, Surakarta, Blitar, Turen, Jombang, Babat dan Tuban. Menurut Muryadi dan Sukaryanto, enam hari setelah van Mook merestui Negara Madura, banyak orang-orang Madura di Pulau Jawa yang menentang negara pro Belanda di tanah nenek-moyang mereka itu, mendirikan Panitia Perjuangan Madura.
Setelah perundingan Konferensi Meja Bundar di Belanda Agustus 1949, negara-negara federal buatan van Mook pun berada di ujung tanduk. Setelah Pengembalian kedaulatan 27 Desember 1949, satu per satu negara boneka itu bertumbangan.
Di Madura, kelompok anti Negara Madura tak ketinggalan melakukan demonstrasi. Pada 9 Maret 1950, Negara Madura pun dibubarkan. Berdasar Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) 19 Maret 1950, Madura pun jadi keresidenan dalam wilayah Indonesia.
Setelah bubarnya Negara Madura, Sis dan Ruslan, kemudian tetap jadi pejabat dalam dinas pangreh-praja Republik Indonesia. Sis Cakraningrat tetap jadi bupati Bangkalan, pada 1956 dia digantikan Ruslan.
Ruslan hanya berkuasa di Bangkalan sejak 1956-1957. Pada 1957-1958 dia menjadi Bupati di Sumenep. Sejak 1958 hingga 1968 dia menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat. Sis Cakraningrat setelah 1956 ditunjuk menjadi staf Residen Riau dari 1958-1960. Setelahnya dia menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Agama RI juga menjadi Pengurus Masjid Istiqlal.
Sementara itu, R.A.A Cakraningrat, bersama anak-anaknya, setelah meninggal dunia dimakamkan di komplek pemakaman ningrat Madura di Aermata, Arosbaya, Bangkalan.
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Suhendra