Menuju konten utama

Nazaruddin Jadi Saksi di Sidang Kelima Korupsi e-KTP

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus proyek pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (e-KTP).

Nazaruddin Jadi Saksi di Sidang Kelima Korupsi e-KTP
Terpidana korupsi yang juga mantan anggota DPR M Nazaruddin menjawab pertanyaan wartawan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (29/9). ANTARA FOTO/Reno Esnir/ama/16.

tirto.id - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus proyek pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (e-KTP).

Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (3/4/2017), mengatakan bahwa ia akan menjelaskan semua terkait beberapa anggota DPR yang menerima aliran dana dari proyek e-KTP.

"Ya ini sesuai yang didakwakan sama Jaksa Penuntut Umum, nanti akan saya jelaskan semua," kata Nazaruddin di Pengadilan Tipikor, Senin (3/4/2017).

Soal banyaknya anggota DPR yang membantah menerima aliran dana itu, ia menyatakan bahwa lebih mengaku saja agar hukuman di dunia dan akherat tidak berat.

"Ya memang kalau masalah bantah dari mana mau ngaku. Tetapi kan kalau dia mau ngaku lebih baik, lebih baik ngaku supaya hukumannya di dunia dan akherat tidak berat," tuturnya.

Ia pun menyatakan siap untuk memberikan kesaksian dalam sidang keenam kasus proyek pengadaan e-KTP.

"Saya sih sudah niat dari awal untuk bantu KPK, khusus kasus Hambalang, KTP-E dan lain-lain," ucap Nazaruddin.

Selain Nazaruddin, Jaksa Penuntut Umum KPK dijadwalkan memanggil sembilan saksi lainnya, yakni Dian Hasanah, M Jafar Hafsah, Khatibul Umam, Yosep Sumartono, Vidi Gunawan, Munawar, Melchias Marcus Mekeng, Olly Dondokambey, dan Eva Omvita.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK mengagendakan pemeriksaan 10 orang saksi dalam persidangan e-KTP, Senin (3/4/2017).

"Direncanakan total 10," ujar Febri saat dihubungi Tirto, Rabu (3/4/2017).

Dalam agenda hari ini, saksi yang diperiksa adalah mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Khatibul Umam Wiranu, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Mohammad Jafar Hafsah, dan PNS aktif Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Dian Hasanah.

Enam saksi lainnya yakni mantan pimpinan Badan Anggaran DPR RI, Olly Dondokambey (saat ini menjabat Gubernur Sulawesi Utara) dan mantan Ketua Banggar DPR RI, Melchias Marcus Mekeng.

Kemudian mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazarudin serta Sekretaris Bendahara Partai Demokrat M Nazarudin, Eva Ompita selaku perantara pemberi uang 500 ribu dolar AS kepada Anas Urbaningrum, Yosep Sumartono selaku perantara pemberian uang dari Direktur Utama PT Quadra Solution Achmad Fauzi kepada terdakwa II Sugiharto. Kemudian, mereka juga mengagendakan Vidi Gunawan, adik Andi Narogong, serta Munawar sebagai saksi sidang e-KTP.

Dari daftar tersebut, Febri mengaku 8 saksi hadir dalam persidangan yakni Dian Hasanah, Olly Dondokambey, Eva Ompita Soraya, Melchias Markus Mekeng, Vidi Gunawan, Khatibul Umam Wiranu, dan Jafar Hafsah.

Menurut Febri, KPK akan menggali tentang aspek penganggaran e-KTP dan melihat secara detail keterangan para saksi baik dari perspektif birokrat maupun anggota Komisi II DPR RI maupun Banggar saat itu.

Salah satu saksi Melchias Marcus Mekeng ‎mengaku tidak mempunyai persiapan khusus dalam persidangan. Politikus Golkar ini akan menceritakan segala hal yang ia ketahui dalam persidangan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP itu.

"Saya akan memberikan kesaksian tentang apa yang saya ketahui dan saya dengar sebagai saksi," kata Melchias di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Pria yang menjabat sebagai Ketua Badan Anggaran DPR di era tahun 2009-2014 kala itu pun siap menjelaskan tentang dari asal usul uang 1,4 juta dolar AS. Dalam dakwaan, Melchias menerima dana sebesar 1,4 juta dolar AS dari terdakwa Sugiharto dan Irman. Melchias akan bercerita tidak mengetahui tentang munculnya nilai uang tersebut.

"Saya nggak pernah lihat uang 1,4 juta dolar AS itu kapan diserahin, di mana diserahin, siapa yang diserahin. Itu harus dibuktikan di pengadilan," kata Melchias.

Melchias pun tidak mengetahui secara detail tentang adanya dugaan aksi pembagian uang. Politikus yang kini duduk di komisi XI itu menuturkan, dirinya tidak mengetahui tentang pembagian dana karena pembahasan dana sudah selesai. Ia mengaku, Banggar tidak bisa ikut campur dalam membahas anggaran karena bukan kewenangan Badan Anggaran.

"Bukan tidak pernah (bahas dana anggaran), tapi tidak boleh. Banggar itu hanya jadi concern anggaran dari komisi-komisi," kata Melchias.

Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Selain keduanya, KPK juga baru menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka kasus yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun dari total anggaran Rp5,95 triliun.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri