tirto.id - Upaya pemerintah mendorong pemberlakuan nomor identitas tunggal (single identity number) terus berlanjut. Salah satunya dengan menerapkan program integrasi KTP-elektronik dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Program ini dikerjakan Kementerian Keuangan dan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan perjanjian kerja sama (PKS) telah ditandatangani pada Jumat (2/11) pekan lalu. Ia juga menjelaskan tujuan program ini agar masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang lebih baik.
"Ini untuk perbaikan administrasi, pelayanan. Kan sekarang kami dorong data itu single, jadi enggak ada lagi kalau orang pindah rumah, urus-urus ini itu segala macam," kata Robert saat ditemui di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan, Jumat (9/11/2018).
Langkah mendorong pemberlakuan kartu multi-data sebenarnya sudah dimulai Kemenkeu melalui prototipe Kartu Indonesia 1 (Kartin1) yang diluncurkan Agustus 2017. Kartin1 diluncurkan dengan tujuan memudahkan masyarakat mengakses layanan publik (e-government) dan membangun data yang terintegrasi.
Berbagai data seperti NIK, data perpajakan, jaminan sosial, dan imigrasi dapat digabungkan dalam kartu tersebut. Dengan izin otoritas berwenang, Kartu1 ini bisa saja digunakan sebagai alat pembayaran yang sah.
Sejumlah pejabat di Kemenkeu, kata Direktur P2 Humas Kemenkeu Hestu Yoga Saksama, juga sudah menggunakan platform tersebut dan tak lagi membawa kartu NPWP dan KTP-elektronik di dompet.
"Saya bawa Kartin1 saja. Enggak harus bawa lagi kartu NPWP, saya enggak perlu bawa KTP," kata Hestu.
Kartin1 sudah selangkah lebih maju dibandingkan integrasi KTP-elektronik, klaim Hestu. Sebab, di samping KTP dan NPWP, kartu tersebut juga mengintegrasikan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, serta jenis kartu lainnya.
Sayangnya platform Kartin1 yang diluncurkan tahun lalu, tidak bisa dimasukkan ke dalam KTP elektronik. Kapasitas data di dalam KTP-elektronik masih sangat terbatas dibanding platform Kartin1.
Sebagai perbandingan, kapasitas data KTP-elektronik jauh lebih kecil dibandingkan kartu perbankan dan kartu BPJS Ketenagakerjaan, misalnya, kapasitas datanya bisa mencapai 80 kilobyte.
"Mungkin sekarang kecil, tapi nanti diperbesar seperti apa? Nah, itu kan tergantung niatnya ke mana. Kalau niatnya integrasi, kan, pasti mereka [Ditjen Dukcapil] juga akan memperbesar [kapasitasnya]," kata Hestu.
Perlu Beleid Lanjutan
Masalah kapasitas ini membikin PKS yang ditandatangani Kemendagri dan Kemenkeu masih sebatas untuk peningkatan pelayanan perpajakan. Ini bisa berakibat syarat pembuatan NPWP bisa disederhanakan dengan proyek ini. Calon wajib pajak, misalnya, tidak perlu lagi menyertakan dokumen data diri berupa KTP.
Hestu berkata, sistem pertukaran data elektronik kependudukan dari petugas Dukcapil terkait data kependudukan wajib pajak sudah dimiliki Ditjen Pajak.
"Yang kami lakukan dengan PKS kemarin itu memang menguji validasi saja. Jadi, seseorang datang ke DJP mau bikin NPWP itu, kan, syaratnya KTP. Nah [ke depannya] enggak perlu lagi karena kami bisa cek langsung," kata dia.
Meski demikian, Hestu menyebut penggunaan kartu multi-data masih memerlukan beleid lanjutan. Misalnya, aturan yang mewajibkan masyarakat memiliki satu kartu terintegrasi dalam sejumlah transaksi.
"Mengintegrasikan itu saja belum cukup, perlu ada aturan yang mengatakan jika Anda transaksi harus mencantumkan nomor itu. Anda beli mobil, beli ini itu, harus mencantumkan nomor itu. Kalau itu enggak ada, ya sama saja," kata Hestu.
Bila perjanjian kerja sama antara Ditjen Dukcapil Kemendagri dan Kemenkeu untuk mengintegrasikan NPWP dan KTP terwujud, bagaimana nasib Kartin1? Hestu hanya menjawab singkat "lihat saja nanti."
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz