tirto.id - Pemerintah mewaspadai penyebaran Corona dengan melakukan sejumlah langkah antisipatif. Sejak pekan lalu, prosedur pemeriksaan di pintu-pintu kedatangan bandara dan pelabuhan diperketat. Aktivitas wisatawan Cina, terutama dari Wuhan, juga terus dipantau.
Kementerian Pertanian bahkan telah menangguhkan penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Cina. Kementerian Perdagangan hanya dapat mengimpor sesuatu selama telah mengantongi surat rekomendasi ini.
Di samping itu, kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, komoditas pangan dari Cina bakal dikarantina terlebih dahulu sebelum didistribusikan ke pasar-pasar dalam negeri. "Semua bahan yang masuk akan diisolasi dulu," ujarnya, Kemarin (30/1/2020).
Ketua Asosiasi Hortikultura Indonesia Anton Muslim Arbi mengaku dapat memahami kebijakan tersebut. Asalkan penangguhan tidak terlalu lama, Anton yakin produk hortikultura masih dapat dipenuhi dari dalam negeri. "Izin impor lainnya sebaiknya ditangguhkan juga," ucap Anton kepada reporter Tirto, Kamis (30/1/2020).
Produk yang diimpor dari Cina, berdasarkan data BPS, antara lain bawang putih yang nilainya mencapai 530 juta dolar AS tahun lalu atau naik 7,37 persen dari tahun 2018. Ada pula jeruk mandarin yang pada tahun 2019 nilainya mencapai 107,6 juta atau naik 703,71 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Meski mafhum, Anton menyayangkan ada izin impor buah-buahan dari Cina yang diajukan anggotanya tak juga terbit meski diajukan sebelum Corona merebak.
Praktisi agrobisnis Khafid Sirotuddin mengatakan RIPH itu mengatur detail mengenai volume sampai kuota importasi yang diizinkan. Bila keputusan itu sudah diambil, mau tidak mau importir mengikuti.
"Importir tidak bisa menambah atau mengurangi. Dibatasi regulasi RIPH," ucap Khafid lewat pesan singkat, Kamis (30/1/2020).
Kendati demikian, pelaku usaha masih punya opsi untuk mengambil produk dari negara-negara lain. Jeruk, misalnya, bisa diambil dari Pakistan. Sementara apel bisa dari Australia sampai Amerika.
Opsi ini semakin dimungkinkan karena beban pajak yang ditanggung pelaku usaha tak berbeda signifikan. "Kecuali sudah diolah jadi barang industri seperti jus," kata Khafid.
Namun, menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayur Segar (Aseibssindo) Hendra Juwono, kendati ada banyak negara bisa mensuplai produk yang sama, kualitas serta ongkos yang dikeluarkan pengusaha pasti akan berbeda.
Ia juga mengatakan para pelaku usaha harus menghitung kembali margin keuntungan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat. "Opsi banyak. Masalahnya terbentur daya beli masyarakat," kata Hendra.
Saat ini, kata Hendra, buah-buahan asal Cina-lah yang paling cocok. Karenanya ia meminta pemerintah mempertimbangkan ulang pembatasan importasi produk hortikultura dari negara itu.
Lagipula, sepengetahuannya, Corona tak dapat menjalar lewat makanan dan sayuran; bila hidup di luar tubuh manusia lebih dari 24 jam virus itu akan mati. Pemerintah menurutnya tak perlu khawatir sebab perjalanan importasi perlu 10 hari-3 minggu.
Ia lantas berkilah buah-buahan diperlukan untuk keperluan vitamin dan daya tahan tubuh seperti imbauan Menteri Kesehatan Terawan.
Ia pun yakin masyarakat sudah cukup cerdas dalam memilih. Alih-alih takut, menurutnya masyarakat sudah bisa lebih bijak memilah mana informasi yang bisa dipercaya.
"Jadi paniknya tidak terlalu," kata Hendra.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana