tirto.id - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi mempertanyakan relevansi sistem pemerintahan khilafah Islamiyah di era Indonesia dan dunia saat ini.
"Khilafah merupakan salah satu sistem pemerintahan yang pernah ada dan merupakan fakta sejarah yang pernah dipraktikkan oleh Khulafaur Rasyidin. Al Khilafah Al Rasyidah adalah model yang sangat sesuai pada eranya, tapi pada perkembangan dunia yang semakin mondial, sistem khilafah bagi umat Islam sedunia apakah masih relevan?," kata Zainut yang dihubungi dari Jakarta, Senin (8/5/2017).
Dia mengatakan sebaiknya semangat khilafah yang digagas oleh sekelompok orang untuk Indonesia haruslah sesuai dengan semangat nasionalisme. Sebab nasionalisme di Indonesia merupakan wadah bagi berbagai banyak perbedaan yang terdapat di Indonesia yang harus dirawat bersama agar tetap terjaga dan terpelihara semangat kebhinnekaannya.
Pemerintah, dikatakan Zainut, harus bertindak jika ada ormas atau kelompok masyarakat yang ingin mengusung paham yang berbeda dengan Pancasila dan berpotensi menimbulkan benturan dengan masyarakat serta dapat mengoyak kebhinnekaan, persatuan dan kerukunan hidup serta ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tindakan pemerintah, kata Zainut, dapat didasarkan pada upaya menegakkan hukum sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dengan tetap mengedepankan hak asasi manusia.
Dia mengatakan isu tentang khilafah akhir-akhir ini menjadi wacana publik. MUI ingin menegaskan kembali bahwa bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah final dan mengikat seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Zainut, NKRI dan Pancasila merupakan perjanjian luhur yang telah diikrarkan oleh para pendiri bangsa. NKRI dan Pancasila adalah titik kulminasi dari sejarah panjang perjuangan seluruh rakyat Indonesia yang bercita-cita ingin hidup merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika.
MUI, kata dia, juga telah menegaskan komitmennya untuk NKRI dan Pancasila merujuk keputusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia di Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur dan ditegaskan kembali dalam Rapat Kerja Nasional MUI Tahun 2016 di Ancol, Jakarta.
"Siapapun dan dengan alasan apapun tidak boleh mengubah bentuk negara dan dasar negara. Karena mengubah bentuk dan dasar negara termasuk ke dalam perbuatan makar atau 'bughot' dan hukumnya wajib diperangi," kata Zainut, seperti diberitakan Antara.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengumumkan pemerintah akan membubarkan organisasi masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai langkah untuk mengarahkan mereka dalam koridor yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Ormas.
“Siang hari ini saya melakukan rapat koordinasi terbatas atas pernyataan Bapak Presiden, bahwa ormas yang nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila, ideologi negara maka dilakukan satu pengkajian mendalam dan langkah-langkah yang cepat dan tegas,” katanya dalam konferensi pers di Gedung Kemenko Polhukam, Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2017).
Ia mengatakan, hal tersebut merupakan tindak lanjut dari pernyataan Presiden Joko Widodo terkait langkah tegas yang harus diambil kepada ormas yang terbukti bertentangan dengan Pancasila.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly juga mengatakan Pemerintah tengah melakukan proses hukum yang sesuai guna melakukan pembubaran terhadap organisasi masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Pokoknya, ada langkah yang kita lakukan, proses hukumnya sedang berjalan," kata Yasonna di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (8/5/2017).
Lebih lanjut Yasonna menambahkan, selain dengan Kemenpolhukam, pihaknya juga berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga-lembaga terkait, antara lain Kementerian Dalam Negeri dan Polri.
"Ya, prosedurnya kan harus kita sampaikan melalui kita semua yang dari Kemenkopolhukam memberi data-data ke Mendagri, Polri, semua," kata Yasonna seperti dikutip dari Antara.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri