tirto.id - Maurizio Sarri hanya bisa tertunduk lesu. Badai yang menghantamnya belum berlalu. Tadi malam (19/2/2019) di Stamford Bridge, rumah mereka sendiri, Chelsea baru saja kalah 0-2 dari Manchester United, memastikan The Blues angkat koper dari gelaran Piala FA.
Bayang-bayang pemecatan pun semakin nyata bagi pelatih yang berasal dari Naples, Italia itu.
Melihat penampilan timnya yang mengecewakan, tak mengherankan fans Chelsea naik pitam. Menurut Henry Winter, jurnalis The Times, saat Sarri memilih memasukkan Ross Barkley untuk menggantikan Mateo Kovačić pada menit ke-71, fans Chelsea menyanyikan lagu yang bisa membikin telinga Sarri panas. Sebelumnya mereka menuntut Kovačić digantikan oleh Callum Hudson-Odoi.
“You don’t know what you’re doing,” demikian nyanyian fans Chelsea setelah Barkley masuk. Beberapa saat kemudian, nyanyian itu disambung, “F*ck Sarri-ball.” Dan mendekati akhir pertandingan, protes penggemar Chelsea terhadap Sarri semakin kentara: “You’re getting sacked in the morning.”
Kemarahan para penggemar Chelsea itu tentu dapat dimengerti. Sarri sebetulnya mendapatkan petunjuk bagaimana cara mengalahkan Setan Merah dari Paris Saint-Germain. PSG mengandaskan Setan Merah dengan serangan balik, memanfaatkan kecepatan para pemain depannya.
Selain itu, PSG juga menugaskan Marquinhos untuk mematikan Paul Pogba, pemain United yang paling berbahaya di bawah asuhan Solskjaer.
Namun Sarri mengabaikan petunjuk itu. Sarri memilih tetap bermain dengan caranya: “Sarri-ball” yang masih jauh dari kesan sempurna, yang masih selambat oplet tua.
Sesudah pertandingan, Henry Winter pun mengambil kesimpulan: “Sarri keras kepala.”
Yang menarik, sikap keras kepala Sarri tersebut mampu dimanfaatkan Ole Gunnar Solskjaer dengan apik. Tahu bahwa Chelsea akan tetap bermain dengan cara Sarri, Solskjaer mengubah pendekatannya. Ia memainkan formasi 4-4-2 berlian, menempatkan Juan Mata di posisi nomor 10 untuk mengintimidasi Jorginho, otak serangan Chelsea.
Selain itu, daripada melakukan pressing, pemain-pemain United juga bertahan dengan garis pertahanan rendah. Saat kehilangan bola, semua pemain United turun, merapat dengan lini pertahanan.
Pendekatan United itu lantas ditambah dengan satu formula khusus: mematikan Eden Harzard. Pemain asal Belgia seringkali menjadi juru selamat Chelsea dari permainan buruk, sudah mencetak 10 gol dan mencatatkan 10 assist. Maka, saat ia menguasai bola, ia harus segera dihentikan.
Pada saat-saat mendesak, pemain-pemain United pun secara bergantian melakukan pelanggaran terhadap Hazard. Total, menurut catatan Whoscored, ia lima kali dilanggar--menjadi pemain Chelsea yang paling sering mencium tanah di dalam pertandingan.
Dari pendekatan United itu, terutama pada babak pertama, permainan Chelsea sama sekali tak berkembang. Umpan-umpan mereka tak tentu tujuan, dan transisi lambat mereka dalam menyerang juga mampu menguntungkan United dalam melakukan transisi bertahan.
Lantas, saat United mempunyai kesempatan untuk menyerang, mereka akan meledak dalam sekejap: hampir semua pemain United berlari ke depan.
Lihatlah bagaimana cara United mencetak gol. Gol pertama United berawal dari pergerakan Paul Pogba di sisi kanan pertahanan Chelsea. Tahu bahwa pemain asal Prancis itu memiliki celah untuk mengumpan, Ander Herrera, gelandang United, berlari kencang dari lini ke dua; ia menuju tiang jauh.
Pogba kemudian benar-benar mengirimkan umpan silang. Herrera, yang pergerakannya tak diawasi oleh pemain-pemain Chelsea, berhasil menanduk bola dengan mudah.
Proses gol kedua United hampir mirip. Saat Marcus Rashford melancarkan serangan dari sisi kiri pertahanan Chelsea dengan kecepatannya, empat pemain bertahan Chelsea semuanya fokus terhadapnya. Mereka abai terhadap pergerakan Pogba yang berlari kencang dari lini kedua.
Alhasil, saat Rashford bisa mengirimkan umpan silang, seperti Herrera saat mencetak gol pertama, Pogba bisa menanduk bola dengan mudah.
Yang menarik, pendekatan Solskjaer itu mampu menggambarkan bahwa ia mau beradaptasi setelah United mengalami kekalahan dari PSG. Saat ia melihat pressing United tak mempan, ia menggantinya dengan memainkan garis pertahanan rendah. Saat kecepatan pemain-pemain United di lini depan tak bekerja secara maksimal, ia mendukung dengan pergerakan dari pemain lini kedua.
Bagaimana dengan Sarri?
Sesudah pertandingan, dilaporkan Guardian, Sarri hanya mengatakan,”Aku hanya khawatir dengan hasil pertandingan, tidak dengan fans. Aku bisa memahami apa yang dilakukan fans, karena hasil pertandingan yang tidak menyenangkan [...] Tapi saat ini aku hanya khawatir dengan hasil pertandingan.”
Sarri sebetulnya juga harus paham bahwa hasil tidak menyenangkan yang diraih Chelsea itu terjadi karena filosofi permainannya, “Sarri-ball”, yang belum mampu berjalan sebagaimana mestinya.
Saat filsofinya itu membuat Chelsea kalah telak 6-0 di kandang Manchester City, ia seharusnya mau melakukan perubahan pendekatan. Namun, adaptasi sepertinya masih jauh dari pikiran Sarri.
Maka, saat pintu pemecatan semakin mendekatinya, ia seharusnya tidak menyalahkan siapa-siapa, kecuali dirinya.
Editor: Rio Apinino