Menuju konten utama

MRT Jakarta Berjalan 8 Bulan, Sampai Kapan Terus Disubsidi Negara?

Sudah lebih dari satu semester MRT Jakarta beroperasi, sampai kapan uang anggaran pemerintah harus terus keluar untuk menambal celah keuangan PT MRT Jakarta?

MRT Jakarta Berjalan 8 Bulan, Sampai Kapan Terus Disubsidi Negara?
Gerbong MRT terlihat lenggang saat hari pertama fase operasi MRT secara komersial (berbayar) jalur Bundaran HI- Lebak Bulus, Jakarta, Senin (1/4/2019). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Sudah lebih dari satu semester MRT Jakarta beroperasi tetapi hingga sekarang subsidi pemerintah untuk tiket penumpang masih terus mengucur.

Sampai kapan uang anggaran pemerintah harus terus keluar untuk menambal celah keuangan PT MRT Jakarta?

Tahun 2020 nanti, PT MRT Jakarta menargetkan jumlah penumpang mencapai 120 ribu orang dengan profit positif. Hingga saat ini, jumlah penumpang mereka sudah mencapai 90 ribu orang per hari. Sementara daya tampung ratangga mencapai kisaran 180 ribu.

Maksudnya, saat ini sebenarnya tingkat okupansi penumpang sudah mencapai 50 persen. MRT Jakarta tinggal butuh sedikit bantuan dari pemerintah daerah untuk menggalakkan kampanye bertransportasi umum kepada masyarakat.

Pemerintah bisa membuat kebijakan yang pro terhadap transportasi umum, misal seperti perluasan 3 in 1 atau menaikkan tarif parkir kendaraan pribadi.

“Saat mengajukan syarat subsidi Pemprov [DKI] menargetkan 65 ribu penumpang, kita sudah lebih dari jumlah tersebut,” kata Direktur Keuangan dan Manajemen Korporasi PT MRT Jakarta Tuhiyat di Kantor PT MRT Jakarta, Wisma Nusantara, Selasa, (19/11/2019).

Menurut Tuhiyat, saat ini komponen pendapatan terbesar PT MRT Jakarta berasal dari subsidi pemerintah sebesar 58 persen. Dari bulan April hingga Desember nanti, jumlah subsidi yang diberikan pemerintah kepada MRT berkisar angka Rp560 miliar. Namun, subsidi akan dibayarkan di akhir setelah audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selesai.

“Saat ini kami tidak pegang uang [dari subsidi] dan beban masih dibiayai oleh pendapatan non farebox,” ungkapnya.

Pendapatan Non Farebox adalah pendapatan yang diterima dari berbagai macam usaha komersil MRT, misalnya iklan dan penyewaan kios di tiap stasiun. Besarannya menempati jumlah pendapatan tertinggi kedua setelah subsidi, yakni 24 persen. Sementara pendapatan farebox, alias tarif yang dibayarkan penumpang hanya menyumbang 18 persen.

Jika dibuat rata-rata, tiap penumpang MRT Jakarta saat ini hanya menyumbang pendapatan Rp8 ribu dari perjalanan mereka menggunakan moda transportasi ini. Total pendapatan farebox saat ini mencapai Rp180 miliar. Jadi jika dihitung berdasarkan tarif seharusnya sebesar Rp30 ribu per penumpang, maka pemerintah menanggung subsidi sekitar 74 persen tarif penumpang saat ini.

“Jadi yang disubsidi itu penumpang, bukan MRT.”

Ia mengatakan proyeksi pendapatan ini bisa saja berubah nantinya. Misal jika pendapatan non farebox bertambah, maka subsidi bisa berkurang. Namun, selama pemasukan hanya dari penumpang di MRT Fase 1 saja, Tuhiyat mengatakan kecil kemungkinannya pendapatan non farebox bisa menutupi seluruh beban MRT.

Prinsipnya, selama biaya beban dibagi jumlah penumpang masih terdapat selisih, maka subsidi akan terus berjalan.

“Tapi sembilan bulan ini kita optimistis positif dari sisi keuangan,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait MRT JAKARTA atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Bisnis
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maya Saputri