Menuju konten utama

Move on Menuju Industri Muda

Sudah saatnya kita menuju ke industri muda yang mengandalkan kreativitas dan teknologi. Tidak mudah meningkatkan kreativitas untuk menuju monetisasi. Mungkin tidak cukup dengan pegajaran dan pelatihan, namun perlu suasana berupa lingkungan (environtment) serta dukungan ekosistem yang kondusif.

Move on Menuju Industri Muda
undefined

tirto.id - Ada sebuah kata mutiara pendek yang entah dari mana sumbernya,“dig up your mind!”, tapi ada yang menuliskan “dig up your mine”. Mana yang benar, menggali sedalamnya kemampuan otak Anda atau pergi ke nun jauh di remote area untuk menggali mineral (mining) dalam perut bumi?

Dunia, hari ini mulai berubah. Negara Arab yang puluhan – bahkan ratusan – tahun lamanya bersama-sama OPEC telah berjaya, kaya, bahagia, karena perut bumi berisi minyak bumi di atas negara yang mereka tumpangi, tiba-tiba terperanjat ketika harga merosot terus. Penyebabnya terutama AS dan Kanada yang selama ini konsumen ternyata terjadi revolusi energi pasca ditemukannya shale oil yang depositnya ekuivalen 1 triliun barrel.

Batu bara, emas, hasil alam, dan industri tua lainnya, dalam kurun waktu setahun belakangan tidak menunjukkan gelagat kurang membahagiakan. Apakah industri tua masih bisa diandalkan dan bisa menghasilkan orang kaya?

Sebelum masuk dalam pembahasan, kami membagi dalam tiga besar jenis industri: tua, muda, dan menengah. Industri tua adalah bertumpu pada bisnis inti di pengelolaan kekayaan alam, energi, padat karya dan modal tapi rendah kreativitas. Industri muda adalah tinggi kreativitasnya, menciptakan sesuatu yang tak dipikirkan orang kebanyakan, mengandalkan kualitas SDM. Sedang industri menengah berada di antara industri tua dan muda, teknologi berat, consulting, kreativitas sebagai penunjang. Setelah membagi dalam kategori di atas, kita coba bandingkan antara orang-orang terkaya dunia dengan orang-orang terkaya Indonesia berdasar kategori industrinya.

Forbes tahun 2016 baru saja mengumumkan daftar orang terkaya dunia. Dari 10 daftar orang terkaya dunia, tidak ada bisnis tua. Yang jaya adalah orang-orang yang bermain di industri muda, bisnis kreativitas, terbarukan, yang tidak mengandalkan hasil bumi. Mereka membuat sesuatu dari orang tidak terpikirkan orang kebanyakan, tapi mereka hadirkan produk yang berhasil menciptakan kebutuhan.

Dari gambaran di atas jelas, bahwa orang kaya dunia, mendasarkan pada industri muda yang syarat kreativitas serta teknologi, antara lain Microsoft, Zara Fashion, Amazon, Facebook, Oracle, dan Bloomberg. Kesepuluh bisnis yang digeluti, tak satupun bisnis intinya di industri tua seperti minyak, batu bara atau sumber daya alam. Fakta yang terjadi di tanah air, dari 10 orang terkaya masih berasal dari pemain di industri tua dan menengah, antara lain rokok, sawit, manufaktur, serta properti dan perdagangan. Yang main di industri muda yang menuntut kreativitas tinggi adalah Chairul Tanjung dan Eddy Sariatmaja yakni di media (televisi dan media online).

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, belum kelihatan perkembangan signifikan pilihan jenis industri di Indonesia mengarah ke industri muda. Kalaupun ada, justru dari non konglomerat tapi belum menjadi orang terkaya, misalnya yang mengembangkan aplikasi ojek, e-commerce, dan media. Beda dengan di dunia, Bill Gates, Bezos, atau Zuckerberg, karena kreativitasnya mengantarkan mereka jadi orang terkaya dunia.

Dalam catatan, dari 14 industri yang bermain di industri tua di Indonesia, masih 85,71%. Industri menengah dan muda sama-sama 7,14%. Industri menengah yang kami masukkan adalah airlines dan investasi. Sedang industri muda adalah media televisi dan online digital. Perkembangan dibanding tahun 2015, maka industri muda tak bergerak alias stuck, sedangkan industri menengah turun tapi industri tua justru menaik. (Lihat grafik)

Sebaliknya untuk orang terkaya dunia, industri tua cuma 23,33%, industri muda 34,44%, dan industri menengah 42,22%. Bahkan trennya dari tahun ke tahun, industri tua makin menurun sedang industri muda menaik. Industri tua tahun 2015 lalu 27,7% (turun 4,4% dari tahun 2016 sebesar 34,4%). Sedang industri muda, tahun 2016 naik 1,11% bila dibanding tahun sebelumnya (dari 33,33%, menjadi 34,44%). Pergerakan kualitas dan kuantitas jumlah orang kaya dari industri muda, titik baliknya sejak tahun 2014. Waktu itu dengan munculnya Google, Facebook, yang kian heboh.

Sekarang kalau kita bandingkan dari sisi nilai pasar (market value), yaitu perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu aset, perusahaan yang bergerak di industri muda menang dibanding industri tua. Namun, di industri menengah yang sedang dalam transisi, memang masih berjaya. Data dunia menurut Forbes, antara tahun 2014 vs 2015, market value industri muda naik 11%, sedang industri tua turun meski rata-rata di bawah 5%.

Dalam catatan FactSet tahun 2016, dari sisi keuntungan bersih (net marjin) menunjukkan bisnis industri menengah, yakni teknologi kesehatan dan layanan teknologi bisa mendapatkan rata-rata marjin di atas 20%. Sedangkan bisnis yang paling kecil marginnya adalah perdagangan retail (retail trade) serta distribusi service (kurir). Uniknya di sisi ini, perkembangan di Indonesia retail dan kurir makin menjamur.

Pesan dari data-data ini jelas, bahwa sudah saatnya kita menuju ke industri muda yang mengandalkan kreativitas dan teknologi. Tidak mudah meningkatkan kreativitas untuk menuju monetisasi. Mungkin tidak cukup dengan pegajaran dan pelatihan, namun perlu suasana berupa lingkungan (environment) serta dukungan ekosistem yang kondusif. Maka, adalah hal yang menyedihkan bila pemerintah tidak berani melindungi atau pasang badan terhadap industri muda termasuk diantara pembangunan aplikasi dan digital yang memudahkan kehidupan sosial-ekonomi, seperti aplikasi GrabCar, GoJek, Uber, dan lain-lain.

Konglomerat Indonesia Gerak

Ada yang menggembirakan, bahwa ke depan industri muda akan berjaya, maka para konglomerat Indonesia tak mau ketinggalan kereta. Tatkala banyak konten online dan e-commerce dikuasai investor asing, seperti Tokopedia (Sequoia Capital & Softbank), GoJek (Sequoia Capital), Traveloka (Rocket Internets & Global Founders Capital), maka konglomerasi Indonesia yang selama ini main di industri tua yang mengandalkan sumber daya alam serta industri menengah, kini mulai melirik industri internet yang dinamis yang mewakili industri muda. Dari industri muda saat ini telah melahirkan nama-nama beken yaitu William Tanuwijaya (Tokopedia), Ferry Unardi (Traveloka), dan Nadiem Makarim (GoJek).

Keluarga Hartono yang menjadi orang terkaya dari industri tua yakni hasil bumi tembakau (produksi rokok), bertarung di industri muda dengan komando Martin Hartono dengan label Global Digital Prima (GDP Ventures) dan Merah Putih, antara lain berinvestasi di Kaskus, Blibli, Infokost, Bolalob, Mindtalk, Dailysocial, dan Beritagar.

Lippo Grup sejak September 2015 resmi masuk ke industri muda dengan meluncurkan MatahariMall (situs e-commerce). Lippo menyiapkan dana sekitar USD 159 juta ke Venture Capital (VC) besutannya untuk pengembangan perusahaan rintisan (start-up).

Emtek Grup milik Eddy K Sariatmaja pemilik SCTV melalui KMK Labs juga besar-besaran investasi di industri muda yakni internet online. Selain telah memiliki Liputan6.com, KMK Labs berinvestasi di Bobobobo, BukaLapak, HijUp, Vidio, HomeTester.com, dan Kudo. Kebanyakan besar commerce atau jual beli dan konten.

Sinar Mas Grup yang berjaya di sawit, properti, dan juga infrastruktur, tak mau ketinggalan masuk mengembangkan industri muda. Melalui Sinar Mas Digital Ventures (SMDV) tahun 2014 memberikan pembiayaan pada Ardent Capital senilai USD 12,7 miliar. Beberapa situs yang mendapat pembiayaan SMDV adalah Female Daily Network, GiftCard Indonesia, Cantik.com, dan HappyFresh.

Kompas Gramedia Grup mendirikan Skystar untuk main di industri muda. Ciputra Grup memilih main di inkubasi bisnis dengan mendirikan Co-Working Space melalui bendera Ciputra GEPI. Medco Energy milik keluarga Panigoro mendirikan Grupara tahun 2013 membiayai beberapa startup yang dijaring dari lomba.

Bakrie Group memiliki Nusantara Ventures bekerja sama dengan Convergence Ventures melakukan investasi di Path yang berbasis di AS, bukan lokal. Investasi di perusahaan asing juga dilakukan oleh Grup Salim. Grup kawakan yang berjaya di bisnis makanan dan bahan makanan ini, melalui anak perusahaannya di Filipina yakni PLDT (Philipine Long Distance Telephone Company) mereka memiliki10% saham dari Rocket Internet(Jerman) yang merupakan salah satu raksasa venture capital (VC) di luar Amerika dan China.

Para konglomerat Indonesia tahu saatnya move on dari industri tua ke industri muda, yang pasarnya generasi milenial. Semua masalah yang selama ini terjadi secara offline, bisa didukung dan dioptimalkan dengan solusi aplikasi (online). Inilah era industri muda, sebagai bagian dari ekosistem generasi milenial. Inilah saatnya meninggalkan industri tua. Jangan sampai tertinggal menuju tanah harapan yang kita impikan.

Sayup-sayup terdengar penggalan lagu lawas dari Bruce Springsteen, a Land of Hope and dreams.

I will provide for you and I'll stand by your side

You'll need a good companion now for this part of the ride

Yeah, leave behind your sorrows, let this day be the last

Well, tomorrow there'll be sunshine and all this darkness past

Well, big wheels roll through fields where sunlight streams

Oh, meet me in a land of hope and dreams....

*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.